sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ekonom ungkap bahaya yang dirasakan RI jika China dan Taiwan berperang

Ketegangan China dan Taiwan membuat Indonesia harus waspada.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Selasa, 16 Agst 2022 13:18 WIB
Ekonom ungkap bahaya yang dirasakan RI jika China dan Taiwan berperang

Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan saat ini tekanan inflasi global masih terus terjadi hingga memengaruhi sejumlah perekonomian mitra dagang utama Indonesia, di antaranya Jepang yang mengalami inflasi 2,4% hingga Juli 2022, China 2,5%, Korea Selatan 6,0%, Singapura 6,7%, dan Amerika Serikat (AS) hingga 9,1%.

Tekanan inflasi tersebut terjadi karena salah satu faktornya adalah konflik geopolitik Rusia dan Ukraina. Belum usai konflik di dua negara tersebut, kini ketegangan juga mulai muncul antara China dan Taiwan sehingga membuat Indonesia harus waspada.

“Memanasnya situasi politik antara China dan Taiwan, perkembangan ini perlu kita waspadai, karena kedua negara ini penting dalam perdagangan internasional Indonesia,” jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers BPS, Senin (15/8).

Sementara, ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga mengamini imbauan BPS terkait konflik China dan Taiwan. Saat ini ketegangan dua negara ini belum memberikan dampak pada neraca perdagangan Indonesia. Dari data BPS, neraca perdagangan Indonesia di Juli 2022 tercatat surplus US$4,22 miliar dan menjadikan Indonesia surplus neraca perdagangan berturut-turut selama 27 bulan. Surplus ini diperoleh dari ekspor sebanyak US$25,57 miliar dan impor US$21,35 miliar.

“Kalau eskalasi ketegangan China dan Taiwan meningkat, efeknya akan terasa kemana-mana. Apalagi jika ada blokade ekonomi yang substansial atau sangat signifikan, misalnya seperti semikonduktor,” kata Bhima Yudhistira kepada Alinea.id, Selasa (16/8).

Menurut Bhima, jika pabrik semikonduktor di Taiwan terganggu, maka akan mengganggu ekspor otomotif dan elektronik dari Indonesia. Bhima menyebut hal ini sangat berbahaya bagi perekonomian Indonesia, bahkan melebihi dari risiko perang Rusia-Ukraina.

“Indonesia bisa alami defisit neraca perdagangan yang sangat dalam jika perang ini terjadi,” imbuhnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal yang mengatakan, konflik China dan Taiwan sangat perlu diwaspadai. Hal ini karena melibatkan negara-negara besar dan lokasi China dan Taiwan yang dekat dengan Indonesia.

Sponsored

“Jika konflik China dan Taiwan benar-benar terjadi, hal pertama adalah konflik ini melibatkan negara-negara besar, yaitu China dan Amerika Serikat. Keduanya paling besar dan berpengaruh dalam ekonomi dunia,” tutur Mohammad Faisal saat diwawancarai Alinea.id, Selasa (16/8).

Alasan kedua adalah, konflik keduanya yang berada di laut China Timur dan China Selatan akan memengaruhi wilayah tersebut yang notabene sebagai jalur pusat perdagangan dunia yang paling padat.

“Saat ini perdagangan dunia aktivitas ekspor impornya berpusat di Asia, khususnya Asia Timur. Ini tentu dampaknya bisa menjalar ke disrupsi suplai. Konflik Rusia Ukraina saja berdampak hingga sekarang. Kalau sampai terjadi konflik di laut China Selatan, disrupsi suplainya bisa ke berbagai macam seperti manufaktur hingga komoditas, dan kita banyak bergantung ekspor pada komoditas,” tambah Faisal.

Seperti diketahui, ketegangan China dan Taiwan bermula saat Ketua Dewan Perwakilan AS Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan. Menurut Faisal, saat ini China menduduki nomor pertama sebagai mitra dagang Indonesia, disusul AS nomor dua, dan Taiwan masuk ke dalam sepuluh besar. Sehingga jika perang benar-benar terjadi, perdagangan internasional Indonesia di sektor manufaktur elektronik dan energi akan terganggu.

Faisal menambahkan, jika konflik terus berlarut-larut, ekspor Indonesia akan tertekan.

"Jadi surplus neraca perdagangan kita yang kemarin cukup besar walaupun lemah, kalau ada konflik ini, maka akan lebih cepat mengalami penyempitan. Bukan hanya disebabkan penurunan demand, tetapi adanya perlambatan ekonomi seperti di China yang saat ini sudah terlihat meski bukan karena konflik,”

Lebih lanjut, Faisal juga menyebut konflik China dan Taiwan bahkan bisa mengganggu investasi di Indonesia.

Berita Lainnya
×
tekid