sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bunga acuan naik, BEI khawatir pasar modal tertekan

Besar kemungkinan pelaku pasar akan merespons negatif kenaikan suku bunga tersebut.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Rabu, 30 Mei 2018 15:01 WIB
Bunga acuan naik, BEI khawatir pasar modal tertekan

Bursa Efek Indonesia (BEI) merespons kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Direktur Utama BEI Tito Sulistio memprediksi kenaikan suku bunga akan berdampak negatif terhadap pasar modal. Apalagi, apabila Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Rabu (30/5) ini, Bank Indonesia memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%. Kenaikan ini merupakan kedua kalinya dalam satu bulan terakhir setelah sebelumnya BI menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4,5% pada 17 Mei lalu. 

Menurut Tito, pelaku pasar tak menghendaki terjadinya kenaikan suku bunga acuan lagi. Saat suku bunga acuan naik, biasanya diikuti penyesuaian suku bunga deposito. Investor pun akan beralih memilih deposito sebagai instrumen investasinya karena dinilai lebih aman ketimbang pasar modal yang fluktuatif. Ujung-ujungnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) terancam melemah. 

“Pasar modal tidak pernah menginginkan bunga naik. Itu musuh terbesar di pasar modal. Tidak ada yang berharap naik,” ujar Tito, di Gedung BEI, Jakarta.

Kendati demikian, dia mengaku pelaku pasar sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan. "Secara psikologis dampak kenaikan suku bunga acuan kali ini sudah terjadi, maka aktivitas ekonominya tentu terjadi," kata Tito.

Hingg pukul 15.46 WIB perdagangan hari ini, IHSG tercatat bergerak melemah 0,99% ke level 6.008 menyikapi kenaikan suku bunga acuan BI.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan yang digelar Rabu (30/5) ini, BI tak hanya menaikkan suku bunga acuannya. Namun juga mengerek suku bunga Deposit Facility sebesar 25 basis poin menjadi 4%, dan suku bunga Lending Facility naik sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%. Keputusan itu berlaku efektif sejak 31 Mei 2018.

Bank Indonesia mengklaim kebijakan itu sebagai bagian dari bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas perekonomian di tengah berlanjutnya peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia dan penurunan likuiditas global. Disamping itu juga melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid