sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DBS: Perekonomian Indonesia menghadapi banyak tantangan

DBS juga mengimbau Bank Indonesia menaikkan suku bunga serta harga bahan bakar dan energi. 

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Selasa, 15 Mei 2018 09:52 WIB
DBS: Perekonomian Indonesia menghadapi banyak tantangan

DBS Group Research mengumumkan hasil risetnya tentang perekonomian Indonesia tahun ini. Dari data yang diberikan, menunjukkan, kendati perekonomian nasional mengalami banyak tantangan di tahun ini, namun perekonomian Indonesia mulai stabil dalam beberapa tahun terakhir. DBS juga mengimbau Bank Indonesia menaikkan suku bunga serta harga bahan bakar dan energi. 

Bank DBS FX and Rates Startegist ASEAN, Duncan Tan, mengatakan, terlepas dari kestabilan ini, ekonomi dunia menghadapi berbagai tantangan. Diantaranya harga minya yang tinggi, mata uang dollar AS yang menguat, serta kenaikan tajam pada suku bunga AS. 

"Ini membawa implikasi negatif bagi posisi neraca pembayaran ekonomi, fiskal, inflasi, persyaratan pembiayaan, dan arah kebijakan," ujar Duncan seperti dikutip dalam siaran persnya. 

DBS juga memperkirakan defisit transaksi berjalan tampaknya akan kembali di atas 2% dari PDB pada 2018. Memang harga komoditas yang lebih tinggi telah mengangkat ekspor, tetapi diimbangi oleh defisit perdagangan minyak dan gas yang melebar. 

Selain itu, impor dan arus keluar yang lebih tinggi di bawah segmen pendapatan primer juga menambah pengaruh perekonomian di Indoneisa. Secara bersamaan, normalisasi kebijakan yang sedang berlangsung di pasar global telah meninggalkan aliran portofolio yang rentan terhadap potensi pembalikan tahun ini. 

"Aliran portofolio telah memoderasi sejak Januari 2018, menunjukkan cadangan mungkin menurun untuk berturut-turut ke April. Kekuatan arus masuk investasi asing langsung perlu dipertahankan untuk sepenuhnya menutupi kecukupan modal," jelas Duncan. 

Kombinasi kecukupan modal yang sedikit lebih luas dan potensi penurunan dalam aliran keuangan, cenderung muncul sebagai sumber kekhawatiran jika lingkungan eksternal memburuk lebih lanjut.

Sementara itu, stok utang luar negeri sebagai persentase dari PDB telah kokoh yang diperkirakan sebesar 30% dalam beberapa tahun terakhir. Sektor swasta menyumbang lebih dari separuh jumlah total saham utang luar negeri. Lebih dari 80% di antaranya dimiliki entitas non-bank. 

Sponsored

"Kombinasi dari suku bunga yang lebih tinggi dan USD yang lebih kuat menimbulkan risiko pendanaan potensial, menggarisbawahi perlunya pihak berwenang terus membangun cadangan. Guna melindungi setiap risiko penurunan terhadap neraca pembayaran dan atau kenaikan lebih lanjut dalam stok utang luar negeri," jelasnya. 

Ruang terbatas untuk stimulus fiskal adalah halangan lain untuk prospek pertumbuhan. Aturan ketat membatasi defisit anggaran hingga 3% dari PDB dan potensi penurunan pendapatan cenderung menahan kapasitas untuk kebijakan fiskal akomodatif. Defisit anggaran diperkirakan akan melebar hingga di atas 2,5% dari PDB untuk empat tahun berturut-turut, lebih tinggi dari target defisit resmi pemerintah sebesar 2,2%.

Anggaran 2018 mengasumsikan harga minyak mentah Brent di US$ 48 per barel, jauh lebih rendah dari level US$ 70 perbarel yang berlaku. Kenaikan harga bahan bakar atau tarif listrik akan meringankan tekanan biaya fiskal, tetapi memberi tekanan inflasi. Namun, utang publik jauh lebih mudah dikelola, apalagi jumlahnya kurang dari 30% GDP.

"Secara kumulatif, faktor ini menimbulkan tantangan yang tinggi pada pasar domestik tahun ini. Dengan Pemilu semakin dekat, Bank Indonesia (BI) akan diminta untuk bertindak proaktif untuk mengendalikan dan menstabilkan mata uang," pungkas Duncan Tan. 

Sementara itu, Ekonom Bank Danamaon, Dian Ayu Yustina menyampaikan, data neraca pembayaran kuartal I-2018, menunjukkan, perkiraan neraca perdagangan (CAD) yang relatif lebih tinggi pada US$ 5,5 milliar (setara dengan -2,15% dari PDB). Angka tersebut lebih tinggi dari angka kuartal I-2017 lalu, yakni 00,8% dari PDB, karena impor yang semakin meningkat. 

Sementara itu, keseimbangan barang lebih rendah, yakni US$ 2,4 milliar dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar US$ 5,6 milliar. "Karena pertumbuhan impor melebihi ekspor yang artinya ada peningkatkan laju perekonomian," ujar Dian seperti dikutip dalam siaran persnya. 

Sementara itu, defisit yang ada dari pendapatan primer saat ini, termasuk repatriasi pembayaran dividen dan bunga, serta layanan tidak meningkat dengan cepat. Meskipun demkian, Dian menilai adanya kekhawatiran yang mendasari bahwa pendapatan utama terus naik secara stabil dalam beberapa tahun terakhir sebagai konsekuensi dari meningkatnya investasi dan pinjaman luar negeri.

"CAD diperkirakan akan meningkat lagi pada kuartal II-2018, karena kegiatan ekonomi terus tumbuh dan penerimaan serta dividen mencapai puncaknya. Tekanan mungkin akan berkurnang, namun mengingat tekanan yang meningkat pada mata uang dollar akhir-akhir ini, kenaikan suku bunga bulan ini menjadi penting untuk kondisi moneter ke depannya," pungkas Dian. 

Berita Lainnya
×
tekid