Politikus PKS sayangkan dominasi asing di industri nikel masih tinggi
Jika industri nikel dapat di tata dari hulu ke hilir akan menjadi penyumbang devisa terbesar.
Sumber daya alam berupa nikel dinilai menjadi primadona industri mineral di masa depan. Pasalnya, permintaan atau demand nikel ke depan, diprediksi akan tinggi untuk kebutuhan seperti baterai listrik.
"Artinya, permintaannya semakij besar ke sana. Sementara kekayaan nikel kita sangat besar," tutur anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, dalam rapat bersama LIPI, BPPT, dan BIG, yang disiarkan secara virtual, Senin (30/11).
Baginya, jika industri nikel dapat di tata dari hulu ke hilir akan menjadi penyumbang devisa terbesar. "Apabila kita kelola dengan baik, baik di hulu, tengah, maupun hilirnya. Nah ini lah kenapa smelter-smelter nikel itu menjadi penting," tutur dia.
Hanya saja, politikus PKS itu menyayangkan dominasi asing industri nikel masih tinggi di negeri ini. Dia meminta pemangku kebijakan dapat merefleksikan realita tersebut.
"Bagaimana kita berpikir ke sana agar kemampuan domestik kemampuan kita bisa dari hulu sampai hilir. Sehingga pertumbuhan ekonomi kita betul-betul berbasis SDM alam nikel akan menjadi pendorong," tandas Mulyanto.
Sebagai informasi, Wood Mackenzie memperkirakan kebutuhan nikel dunia akan meningkat dari 2,4 juta ton pada 2019 menjadi 4 juta ton pada 2040. Sementara, kandungan nikel di Indonesia terbilang cukup melimpah.
Berdasarkan United States Geological Survey (USGS), negeri khatulistiwa ini memiliki cadangan bijih nikel sebesar 21 juta ton dengan produksi 800 ribu ton pada 2019. Fakta itu menempatkan Indonesia sebagai negara produsen nikel terbesar di dunia.