sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DP KPR rumah pertama diusulkan jadi 0%

Revisi aturan uang muka (down payment/DP) rasio kredit terhadap agunan (loan to value/LTV) KPR rumah pertama diusulkan 0%.

Laila Ramdhini
Laila Ramdhini Sabtu, 23 Jun 2018 00:44 WIB
DP KPR rumah pertama diusulkan jadi 0%

Revisi aturan uang muka (down payment/DP) rasio kredit terhadap agunan (loan to value/LTV) KPR rumah pertama diusulkan 0%.

Pelaku usaha industri properti menilai rencana Bank Indonesia untuk merelaksasi aturan LTV sangat tepat. Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan langkah ini dilakukan agar ekonomi makro khususnya di sektor properti bisa terus bergerak.

“Pemerintah dan BI ingin sektor ini bisa kembali ke kondisi yang baik seperti beberapa tahun yang lalu. Untuk itu, perlu dukungan dari perbankan salah satunya dengan relaksasi LTV,” kata Totok saat dihubungi Alinea.id dari Jakarta, Jumat (21/6).

Totok mengatakan Gubernur BI Perry Warjiyo telah mengadakan pertemuan dengan pengurus DPP REI untuk melakukan diskusi mengenai relaksasi LTV pada Kamis (21/6). Dalam pertemuan yang dihadiri DPP REI, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan berbagai pemangku kepentingan lain, dilontarkan berbagai usulan mengenai kebijakan relaksasi LTV yang memungkinkan untuk diterapkan dalam kondisi ekonomi saat ini.

“Cukup banyak yang kami usulkan, tapi poin utama yakni tiga hal, bagaimana kebijakan relaksasi LTV bisa diterapkan, bagaimana mempermudah kredit pemilikan rumah (KPR) inden, serta keringanan pajak bagi pengusul pinjaman ke bank,” kata Totok.

Saat ini, rasio LTV yang diberlakukan oleh BI adalah sebesar 85%, artinya debitur diharuskan membayar DP sebesar 15% dari harga rumah. Penurunan rasio LTV telah dilakukan oleh BI sejak 2015, yaitu dari LTV sebesar 70% kemudian 80% hingga sekarang 85%.

Totok mengungkapkan dalam diskusi tersebut seluruh pemangku kebijakan sepakat dengan usulan pembayaran DP untuk kepemilikan rumah pertama bisa mencapai 0%, rumah kedua 15%, rumah ketiga hingga ketujuh sebesar 20%. Menurut Totok, hal ini akan sangat membantu masyarakat yang membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal (end user) untuk membeli rumah.

Bahkan, kata Totok, DPP REI mengusulkan LTV bisa mengakomodir sampai kepimilikan rumah ketujuh, bukan hanya sampai keempat seperti selama ini. Hal ini untuk mengakomodir investor yang membeli properti untuk investasi.

Sponsored

“Sehingga pelonggaran LTV ini bisa dirasakan oleh semua konsumen properti, yakni end user maupun investor,” kata dia.

Lebih lanjut, Totok mengatakan BI akan membawa usulan ini dalam Rapat Dewan Gubernur (RGD) yang bakal digelar pekan depan. Selain itu, BI akan meminta masukan pendapat dari perbankan nasional dalam penerapan LTV tersebut. Pasalnya, kemampuan bank untuk menetapkan rasio kredit berbeda satu sama lain.

“Namun pada prinsipnya, semua telah berkomitmen untuk mendorong sektor properti. Meskipun kredit perbankan bukan hanya satu-satunya faktor yang memperkuat, karena masih ada yang lain seperti daya beli masyarakat atau suku bunga kredit,” katanya.

Selain itu, usulan untuk mempermudah KPR inden juga diperlukan dalam kondisi makro ekonomi yang kiat menghimpit seperti saat ini. Totok mencontohkan usulan agar pengembang bisa mendapatkan bayaran sebesar 30% di awal akad kredit, kemudian 50% saat pembangunan fondasi awal, dan 100% ketika penutupan atap (topping off) bangunan.

Namun demikian, perbankan kemungkinan akan meminta persyaratan dari pengembang yang menggarap properti inden. “Biasanya kan harus pengembang berpengalaman dan punya banyak portofolio. Tapi agar semua pengembang yang besar sampai kecil bisa, maka kami dari asosiasi akan membantu untuk proses sertifikasi, pengembang mana yang kredibel,” katanya.

Totok berharap Bank Indonesia bisa segera mengambil keputusan mengenai pelonggaran LTV untuk kemudian diterapkan dalam waktu dekat. Apalagi, lanjut dia, BI juga berencana untuk menaikkan suku bunga acuan.

“Saya melihat formula yang dicetuskan membantu. Kami berharap kebijakannya bisa jalan secepetnya karena properti saat ini sedang stagnan khususnya di pasar non-subsidi. Sehingga butuh policy (kebijakan) yang sangat mendukung,” pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid