sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Fitch kembali pertahankan peringkat RI pada BBB dengan outlook stabil

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 6,8% pada 2022.

 Ratih Widihastuti Ayu Hanifah
Ratih Widihastuti Ayu Hanifah Selasa, 23 Nov 2021 19:15 WIB
Fitch kembali pertahankan peringkat RI pada BBB dengan outlook stabil

Lembaga pemeringkat Fitch kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 22 November 2021. Sebelumnya Fitch mempertahankan Sovereign Credit Rating RI dengan outlook Stabil pada 22 Maret 2021.

Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah yang baik, serta rasio utang Pemerintah terhadap PDB yang rendah.

Fitch melihat masih ada beberapa tantangan, di antaranya ketergantungan terhadap pembiayaan eksternal yang tinggi, penerimaan pemerintah rendah, serta fitur-fitur struktural seperti PDB per kapita dan indikator tata kelola yang relatif tertinggal dibanding negara-negara lain pada peringkat yang sama.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan Fitch sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama dunia atas stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia yang tetap terjaga.

Pun prospek ekonomi jangka menengah dinilai tetap kuat di tengah perbaikan ekonomi global yang tidak merata dan ketidakpastian pasar keuangan global. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah.

"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus bersinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional," ujar Perry Warjiyo dalam keterangannya, Selasa (23/11).

Fitch juga mengatakan, setelah meredanya kasus Covid-19 yang sempat meningkat tajam selama periode Juni-Agustus 2021, potensi ekonomi Indonesia pada 2021 akan tumbuh lebih tinggi daripada proyeksi mereka sebesar 3,2%. Hal itu sejalan dengan perbaikan mobilitas masyarakat dan harga komoditas ekspor yang tinggi.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan meningkat menjadi 6,8% pada 2022, dan dalam beberapa tahun berikutnya tetap tumbuh pada kisaran 6%, antara lain didukung oleh dampak positif dari implementasi UU Cipta Kerja terhadap kenaikan investasi.

Sponsored

Dari sisi fiskal, penerapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diharapkan dapat mendukung upaya mengembalikan defisit fiskal ke bawah 3% dari PDB pada 2023. Fitch memperkirakan defisit fiskal mencapai 5,4% pada 2021, dan turun menjadi 4,5% pada 2022, lebih rendah daripada target Pemerintah sebesar 5,8% pada 2021 dan 4,9% pada 2022 yang belum memasukkan dampak penerapan UU HPP.

Meski demikian, tantangan dalam meningkatkan rasio penerimaan negara diperkirakan masih ada, termasuk dari sisi perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan. Terkait pembiayaan fiskal, inisiatif Bank Indonesia dalam mendukung pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan akibat pandemi telah menurunkan biaya bunga utang Pemerintah dan memberikan tambahan ruang fiskal bagi pemerintah.

Fitch berharap kebijakan ini tidak diterapkan berkepanjangan guna menjaga agar respon dari pelaku pasar terhadap kebijakan ini tetap positif. Lebih lanjut Fitch menilai ketahanan eksternal Indonesia membaik, antara lain terlihat dari kenaikan cadangan devisa dan arus masuk PMA serta dukungan kerja sama swap line dengan bank sentral lain.

Hal ini, jelas Fitch, didukung oleh laju inflasi yang diperkirakan tetap berada dalam kisaran target 3%±1%. Hal itu sejalan dengan tekanan permintaan domestik yang masih belum kuat dan dampak dari kenaikan harga minyak internasional terhadap keterbatasan harga jual bahan bakar di dalam negeri.

Meski begitu, Indonesia masih dipandang rentan terhadap perubahan sentimen investor dengan mengingat ketergantungan yang tinggi pada arus masuk portofolio dan ekspor komoditas.

Berita Lainnya
×
tekid