sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gugatan APT, BEI akan ikuti proses hukum

BEI menegaskan perlu terlebih dahulu melihat legalitas kepemilikan resmi pemilik saham.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Jumat, 24 Agst 2018 11:40 WIB
Gugatan APT, BEI akan ikuti proses hukum

Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku akan mengikuti proses hukum yang berlaku. Hal itu terkait dengan rencana PT Aryaputra Teguharta (APT) melayangkan gugatan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke lembaga peradilan umum terkait pembiaran dalam perlindungan hukum terhadap APT.

"Rasanya kami mengikuti saja seperti apa proses hukumnya," ungkap Direktur Utama BEI Inarno Djayadi, di Gedung BEI, Jumat (24/8).

Kendati begitu, BEI menegaskan perlu terlebih dahulu melihat legalitas kepemilikan resmi pemilik saham.

"Siapa yang kira-kira resmi sebagai owner dan segala macamnya, kami hormati saja. Kan ada institusi yang bisa melihat mana siapa sebenarnya yang resmi," jelasnya.

BEI menegaskan tidak ada backup line terhadap kasus ini, tetapi dia mengakui perlu transparasi. 

Adapun bos bursa tersebut tidak berkomentar mengenai putusan final PK bahwa 32,32% dari saham di PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) milik APT.

Sebelumnya, Kuasa Hukum APT Pheo Hutabarat, mengatakan, berencana melayangkan gugatan ke lembaga peradilan umum terkait pembiaran dalam perlindungan hukum terhadap APT.

"Pada Agustus ini kami akan melakukan gugatan untuk menyeret OJK dan BEI. Kesalahan OJK dan BEI telah melakukan pembiaran adanya mafia investasi di pasar modal," kata Pheo di kawasan SCBD, Jakarta, Senin (20/8).

Sponsored

Pheo menjelaskan, melalui gugatan administrasi yang didaftarkan APT pada Mei 2018 lalu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta akhirnya menerbitkan penetapan penundaan berupa putusan yang membekukan anggaran dasar BFIN yang sebelumnya diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

"Jadi, secara hukum anggaran dasar BFIN yang berlaku efektif dan terdaftar di Kemenkumham adalah anggaran dasar BFIN sebelum terjadinya pengalihan ilegal pada 2001. Saat itu APT adalah pemilik sah atas 32,32% saham," tuturnya.

Sebelumnya, Trinugraha Capital & Co CSA yang memiliki 42,81% saham di BFIN berencana melepas kepemilikannya sebesar 2,98 miliar lembar kepada dua investor institusi asing.

Menurut Direktur BFIN, Sudjono dalam keterbukaan informasi yang dilansir BEI, Trinugraha akan menjual sahamnya sebanyak 2.977.912.340 unit ke Compass Banca SPA yang merupakan anak usaha Mediobanca. Sedangkan, sebanyak 1.646.000 unit ke Star Finance SRL.

Manajemen Mediobanca dalam siaran pers menyampaikan, pembelian sebesar 19,9% dari total saham BFIN sebagai jembatan untuk masuk ke sektor keuangan Indonesia.

Lebih lanjut, Pheo mengatakan, pada kasus sengketa ini terdapat implikasi terkait pentingnya perlindungan kepemilikan saham yang merupakan aspek fundamental sebagai penyangga sistem pasar modal. 

"Putusan inkracht PK sudah memutuskan APT sebagai pemilik sah 32,32% di BFIN," tegasnya.

Dia menyebutkan, seharusnya OJK dan BEI tidak ragu memandang Putusan PK tersebut. "Jika OJK dan BEI tetap membiarkan perdagangan saham di bursa efek seolah tidak ada masalah, tentu hal ini bisa berbahaya bagi investor publik. Dikhawatirkan saham yang dibeli publik merupakan 32,32% milik APT," tutur Pheo.

Pheo menambahkan, pembiaran penegakan perlindungan terhadap investor bisa memicu maraknya mafia investasi berkedok investor internasional. "Secara yuridis, konsorsium Trinugraha sebagai pembeli saham BFIN yang beritikad buruk, bahkan diduga sebagai penadah," ujarnya.

Dia menilai, Konsorsium Trinugraha milik Komisaris BEI, Garibaldi 'Boy' Thohir tersebut sudah mengetahui perkara ini akan berujung pada kasus hukum, maka muncul rencana mengalihkan saham ke private placement bank, yaitu Compass Banca SPA yang merupakan 100% anak usaha Mediobanca SPA.

"Calon pembeli dari Italia ini bisa saja dibuktikan sebagai pihak beritikad buruk atau diduga sebagai penadah, karena membantu eksodus Konsorsium Tinugraha dan BFIN (short selling). Tidak mungkin investor kredibel menggelontorkan dana ratusan juta dolar AS untuk beli saham berisiko hukum," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid