sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Hidup dan matinya toko sewa di pusat perbelanjaan

Sejumlah pusat perbelanjaan sepi pengunjung dan ditinggal para penyewa. Apa penyebabnya?

Soraya Novika
Soraya Novika Jumat, 05 Jul 2019 15:22 WIB
Hidup dan matinya toko sewa di pusat perbelanjaan

Sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta seperti ditinggal pengunjung dan para penyewa toko (tenant). Pemandangan ini salah satunya bisa terlihat di Blok M Plaza. Mal yang dibangun pada 1990 ini pernah menjadi primadona berbelanja di Ibu Kota.

Kini, mal yang terdiri dari tujuh lantai itu terlihat sepi pengunjung. Toko-toko sewaan, terutama di lantai 3 dan 4, di dalam mal ini pun tampak tutup.

"Sudah biasa banyak yang kosong begini. Paling sebentar lagi ada toko baru yang ngisi dan tidak lama kemudian tiba-tiba kosong lagi," ujar Maryam saat ditemui Alinea.id di Blok M Plaza, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).

Para penyewa toko pun menawarkan diskon besar-besaran untuk menggaet pengunjung. Toko-toko yang menjajakan produk fesyen, banyak terdapat di lantai ground hingga lantai 2, memberikan potongan harga dari 30% hingga 65%. Salah satu toko yang menjual sepatu bahkan berani memberikan penawaran beli satu gratis satu.

Menurut Maryam, pola buka-tutup toko yang kerap terjadi di Blok M Plaza karena mayoritas pengunjung datang ke mal bukan lagi untuk berbelanja.

"Saya pribadi sebagai pengunjung datang ke sini bersama anak-anak hanya untuk nonton bioskop, sambil keliling-keliling melihat barang-barang yang dijual, tapi jarang sekali kalau beli sesuatu," tuturnya.

Di lantai 5 pengunjung masih ramai. Lantai tersebut bukan area belanja, melainkan bioskop dan tempat makan. Maryam mengatakan, setelah puas menonton dan keliling melihat-lihat barang, biasanya ia mencicipi makanan di tempat makan yang ada mal ini.

"Karena biasanya dikasih diskon dan lebih murah," ucapnya.

Sponsored

Kebanyakan toko yang kosong alias tutup adalah penyedia jasa salon dan perawatan diri. Sebagai informasi, Blok M Plaza terdiri dari lantai lower ground yang diisi tempat makan dan ritel, ground hingga lantai 2 merupakan toko fesyen, aksesori, dan make up, lantai 3-4 adalah toko gawai dan salon, sementara lantai 5 merupakan area rekreasi, seperti bioskop, kedai kopi, dan tempat makan.

Suasana di Blok M Plaza, Jakarta Selatan, Jumat (5/7). Alinea.id/Soraya Novika.

Tak cuma belanja

Melihat kondisi ini, berdasarkan data dari konsultan properti Jones Lang LaSalle, penyerapan bersih sepanjang kuartal I-2019 memang mengalami pertumbuhan negatif, yakni 20.200 meter persegi.

Angka tersebut menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan rata-rata penyerapan bersih periode 2015-2017 sebesar 56.000 meter persegi, dan dari periode 2008-2012 sebesar 173.000 meter persegi.

Penyerapan bersih adalah selisih antara luas ruangan yang baru disewa dengan yang ditinggalkan, dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil selisih kedua luas ruangan tersebut, semakin banyak ruang kosong atau penutupan toko-toko sewa di sebuah mal.

Masih mengutip data dari Jones Lang LaSalle, biaya sewa yang terus mengalami peningkatan disebut sebagai salah satu pemicu larinya penyewa dari pusat perbelanjaan. Pada kuartal 1-2019, rata-rata biaya sewa di mal setiap satu meter persegi sebesar Rp530.000 per bulan, naik 1,1% dibandingkan kuartal sebelumnya. Jones Lang LaSalle memprediksi, hal ini akan memantik penurunan permintaan sewa toko di mal menjadi kurang dari 90% hingga 2021.

Menanggapi hal itu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengungkapkan, penyebab utama maraknya tren toko tutup di pusat perbelanjaan ialah persaingan bisnis yang kian ketat.

"Dimulai dari menjamurnya ritel-ritel kecil di sekitar perumahan hingga peralihan konsep hunian dari kompleks kepada konsep gabungan hunian dan pusat perbelanjaan," ujar Enny saat dihubungi, Kamis (4/7).

Suasana di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Minggu (16/6). /Antara Foto.

Menurutnya, peralihan konsep hunian yang cepat berubah tentu mengikuti pola permintaan masyarakat. Kini, konsumen lebih memilih berbelanja di tempat yang terdekat. Meski harus membayar lebih mahal ketimbang menjangkau pusat perbelanjaan yang cukup jauh.

"Apalagi kalau harga dan kualitas yang ditawarkan tidak jauh berbeda dari mal besar di luar huniannya," katanya.

Di sisi lain, Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengungkapkan, tingkat okupansi (hunian) ruang sewa ritel sepanjang kuartal I-2019 mengalami penurunan menjadi 81,5%, dari kuartal sebelumnya, yang rata-rata periode 2017-2018 sebesar 83,6%.

Ferry mengatakan, penyebab turunnya okupansi itu dipengaruhi banyaknya penyewa yang menutup tokonya akibat pola konsumsi masyarakat yang berubah-ubah.

"Masyarakat sering kali jenuh dengan tampilan mal yang begitu-begitu saja atau yang tidak melakukan perubahan. Untuk itu, banyak landlords atau developer melakukan re-layout dan remix tenant-tenant mereka untuk mengangkat kinerja shoping center mereka," ujar Ferry saat dihubungi, Kamis (4/7).

Menurut Ferry, sekarang masyarakat mengunjungi mal bukan sekadar berbelanja kebutuhan, tetapi menjadikannya sebagai tempat rekreasi atau pertemuan bisnis.

"Akibatnya tenant yang paling banyak menghentikan sewanya maupun di-relayout di sebuah pusat perbelanjaan itu ya tenant-tenant produk fesyen atau aksesori," katanya.

Menurut Ferry, penurunan tingkat okupansi sewa ritel pada akhirnya berpengaruh terhadap harga sewa yang diproyeksi stagnan, di kisaran Rp280.000 hingga Rp1,42 juta per meter persegi setiap bulannya. Namun, kisaran harga itu diproyeksi tetap mengalami pertumbuhan sekitar 1% hingga 2% saja dari tahun lalu. Sementara itu, biaya pemeliharaan juga naik sekitar 2% hingga 2,5%.

"Untuk itu, tren ritel ke depan lebih kepada menjual produk pada satu segmen tertentu saja, dan ritel-ritel tempat makan mungkin lebih banyak tumbuh," ucapnya.

Kawasan superblok

Suasan sejumlah toko di pusat perbelanjaan Kalibata City Square, Jakarta Selatan, Jumat (5/7). Alinea.id/Soraya Novika.

Pemandangan berbeda terlihat di Mal Kalibata City Square, Jakarta Selatan. Di mal yang menyatu dengan Apartemen Kalibata City ini, pengunjung tampak ramai. Yudha Ikhsan merupakan salah seorang penghuni Apartemen Kalibata City yang nyaris setiap hari berkunjung ke mal ini.

"Saya rutin ke sini ngopi-ngopi bareng teman atau mengerjakan proyek tertentu," ujar Yudha ketika ditemui di sebuah kedai kopi ternama di Kalibata City Square, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).

Seorang pengunjung lainnya, Ummi Alfi, juga sering berkunjung ke Kalibata City Square untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

"Setiap minggu pasti ke sini buat belanja bahan-bahan masakan, seperti sayuran, daging, ikan, buah-buahan, dan kebutuhan lainnya," ujar Ummi ketika ditemui di Kalibata City Square, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).

Selain kedai kopi dan ritel makanan dan minuman, tempat makan juga ramai pengunjung. Di sini pun terdapat ritel kesehatan dan kecantikan, toko-toko produk fesyen, area permainan anak-anak, serta bioskop.

Konsep gabungan apartemen, pusat perbelanjaan, bisnis, pendidikan, dan rekreasi dikenal dengan istilah kawasan superblok. Kalibata City Square merupakan salah satu contoh kawasan superblok yang ada di Jakarta. Pusat perbelanjaan ini masih berada di lingkup tempat tinggalnya, yakni apartemen, sehingga tidak memerlukan ongkos transportasi mencapai tempat tersebut.

Menurut Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata, selain perumahan, hingga akhir 2019 jenis properti yang bakal menjadi incaran konsumen adalah kawasan superblok.

Secara keseluruhan, menurut Soelaeman, bisnis properti sendiri tercatat mengalami kenaikan hingga menjadi 5,19% sepanjang kuartal I-2019, dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 3,18%.

Tren ini menunjukkan adanya perubahan gaya hidup di tengah masyarakat salah satunya karena digitalisasi sistem kerja.

"Sekarang trennya pekerjaan mulai mengurangi sistem keluar masuk kantor, jadi digitalisasi sistem pekerjaan ini juga memengaruhi. Kalaupun harus masuk kantor, masyarakat pasti memilih kawasan superblok yang sekarang ini lagi gencarnya menawarkan kedekatan akses transportasi ke kota," ujar Soelaeman ketika dihubungi, Kamis (4/7).

Riset : Fultri Sri Ratu Handayani

Berita Lainnya
×
tekid