sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Wajah baru investasi bodong: Nonton iklan dan like video dapat cuan  

Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK minta masyarakat hati-hati terhadap tawaran investasi tak wajar dari aplikasi.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Senin, 15 Feb 2021 15:05 WIB
Wajah baru investasi bodong: Nonton iklan dan like video dapat cuan  

Siapa yang tidak tertarik menghasilkan cuan dengan cara yang mudah? Cukup dengan menonton iklan atau menyukai (like) dan membagikan (share) video. Tugas ringan yang bisa mendatangkan banyak uang hanya dalam waktu singkat. Itulah yang ditawarkan oleh beberapa aplikasi atau portal investasi online belakangan ini.

Sebut saja Vtube yang menjanjikan poin kepada anggotanya setelah dia menonton video di aplikasi selama 5-10 menit per hari. Poin yang didapat itu dijanjikan bisa 'cair' menjadi uang. Jika ingin mendapat keuntungan lebih besar, anggota diminta meningkatkan level misinya ke tingkat yang lebih tinggi. Anggota juga bisa menambah poin dengan mengajak orang untuk bergabung di aplikasi Vtube.

 

 

Tugas-tugas yang diberikan oleh model investasi ala PT Future View Tech itu menjanjikan penghasilan Rp200.000 hingga Rp70 juta per bulan. Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (SWI OJK) pun langsung bereaksi dengan menetapkan Vtube sebagai salah satu investasi ilegal pada pertengahan 2020. Alih-alih surut, investasi di aplikasi ini belakangan justru makin marak.

Ada pula Tiktok Cash yang baru-baru ini ramai diperbincangkan. Aplikasi dan website Tiktok Cash telah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada 10 Februari lalu. Dalam praktiknya, TikTok Cash menugaskan anggotanya untuk mengikuti (follow) akun tertentu.

Anggota juga diminta menekan tombol like dan menonton video melalui aplikasi TikTok. Berbeda dengan Vtube, anggota Tiktok Cash diminta untuk mengirimkan tangkapan layar (screen shoot) tugas-tugas yang telah dilakukan. Setelahnya, anggota baru bisa mendapatkan komisi berupa uang tunai.

Sponsored

Untuk menjadi anggota, orang yang bergabung dengan TikTok Cash harus merogoh kocek sebesar Rp500.000. Setelah itu, anggota otomatis akan berada di level 'Karyawan', dengan 4 tugas dan komisi sebanyak Rp22.000 per hari atau Rp660.000 per bulan.

 

 

“Itu harus,” ujar salah seorang korban TikTok Cash asal Kudus, Sisil, kepada Alinea.id, Minggu (14/2).

Komisi yang didapat akan semakin besar, jika anggota bisa merekrut orang lain untuk bergabung dengan TikTok Cash. Selain itu, keuntungan lebih banyak juga bisa didapatkan melalui peningkatan level keanggotaan. Level tertinggi, kata Sisil, adalah 'Pengelola' dengan 200 tugas harian dan komisi dalam satu hari sebesar Rp1,2 juta.

“Cuma 3 hari aku udah dapet Rp800.000, dari Rp500.000 sebelumnya. Ini aku cuma dari ngelike sama share TikTok orang aja, terus sama ngajak orang,” imbuhnya. 

Dia bilang, sejak bergabung dengan TikTok Cash pada 20 Januari lalu dirinya selalu balik modal, bahkan terkadang mendapat keuntungan. 

Hal itu memantik semangatnya untuk meningkatkan level keanggotaan menjadi 'Pemimpin' dengan mengeluarkan dana Rp1,6 juta. Dalam waktu seminggu, ibu satu anak itu pun mampu mengantongi laba sekitar Rp3 juta. Selanjutnya pada 28 Januari, dia memutuskan naik level lagi menjadi 'Pengawas' dan pada 4 Februari naik ke level 'Pengelola', dengan modal Rp25 juta.

Jika ditotal uang Sisil yang keluar untuk investasi di TikTok Cash mencapai Rp35 juta hingga Rp36 juta. Namun, uang yang didapatkannya hanya sekitar Rp25 juta. Menurutnya, pada 7 Februari banyak orang masuk ke grup-grup Whatsapp keanggotaan aplikasi tersebut. Ia menyebut mereka sebagai ‘penyusup’ yang menawarkan investasi ala Ponzi lainnya, seperti Vtube, GoIns, hingga PlayPlay. 

Pada hari yang sama, laman TikTok Cash sempat mengalami masalah dan tidak bisa digunakan. Setelah itu, Sisil dan anggota lainnya masih mendapat komisi namun uang tak jua masuk ke rekening. 

“Tanggal 7-9 (Februari) itu totalku harusnya dapet Rp8 juta. Gede karena ngajakin orang dan pas di tanggal itu banyak juga yang upgrade ke misi,” kisahnya.

Artinya, secara keseluruhan wanita 25 tahun itu mengalami kerugian hingga Rp11 juta. Korban lain yang juga teman Sisil bahkan mengalami kerugian hingga Rp49 juta dari berinvestasi menggunakan dua akun sekaligus di TikTok Cash. Ada pula anggota yang sampai mengalami stroke, karena harus kehilangan uang yang didapatkannya melalui pinjaman online untuk berinvestasi di Tiktok Cash.

Kerugian tidak hanya dialami Sisil setelah berinvestasi di TikTok Cash, tapi juga di Vtube atau yang disebutnya sebagai Video Point. Untungnya, dia hanya memilih paket dengan harga Rp1 juta saja setelah bergabung dengan Vtube pada 6 Februari lalu. Kerugiannya pun tak sebesar di aplikasi Tiktok Cash.

“Waktu itu aku masih bisa narik Rp100.000. Terus setelah 3 hari gabung, nariknya minimal Rp200.000, setelah itu minimal narik Rp400.000, terakhir dalam sehari malah enggak bisa cair sama sekali,” urainya.

Sisil mengakui sejak awal dirinya mengetahui bahwa TikTok Cash maupun Vtube merupakan investasi ilegal dengan skema Ponzi. Skema yang biasanya memang berumur pendek, karena selalu berujung pemblokiran oleh Kemenkominfo dan SWI OJK. 

Namun, logikanya pun runtuh kala melihat teman-temannya bergabung dengan aplikasi tersebut. Padahal, teman-temannya itu berprofesi sebagai karyawan di perusahaan-perusahaan pelat merah dan perbankan.

“Tapi mereka mereka ini kan gabungnya udah dari awal, jadi udah laba banyak,” lanjutnya.

Kisah serupa juga dibagikan Anggota TikTok Cash lainnya, Jendy Gunawan. Dia mengungkapkan, setelah Kominfo melakukan pemblokiran pada Rabu (10/2) lalu, sebenarnya laman money games itu masih bisa digunakan menggunakan IP Address yang lain. Namun, sehari berselang, portal lain itu pun tidak bisa dibuka sama sekali oleh anggota-anggotanya.

Perbaikan sistem menjadi alasan yang digunakan oleh dua warga Malaysia pendiri TikTok Cash, Aron dan Max. Setelahnya, akun para anggota TikTok Cash akan di-reset dan dibekukan sementara.

“Itu info yang masuk ke grup-grup kami. Itu enggak tahu bener apa enggak,” kata pria yang telah mencapai level pengelola dan merugi Rp3 juta itu, Minggu (14/2).

Ilustrasi. Pixabay.com.

Kabar itu dibenarkan oleh salah seorang admin TikTok Cash yang enggan disebutkan namanya. Menurut orang yang juga berperan sebagai translator Aron itu, akun anggota dapat aktif kembali setelah isi ulang (top up) saldo sebesar Rp500.000 dan mendaftar kembali menjadi 'Karyawan'. Selanjutnya, akun akan kembali aktif dan dana top up akan otomatis kembali dalam bentuk cashback pada 12 Februari.

Selain itu, jika tidak ingin melakukan top up, anggota bisa menunggu selama 7 hari ke depan. Mereka dijanjikan akun dan saldo akan kembali aktif dengan sendirinya. Namun demikian, setelah banyak anggota yang kembali melakukan top up, akun anggota-anggota TikTok Cash pun tak kunjung aktif. Bahkan, saldo pun tak juga kembali. 

Bahkan, sejak Kamis (11/2) lalu, baik Aron atau Max tidak bisa dihubungi oleh anggota dan juga admin-admin grup Whatsapp dan Telegram. “Sampai saat ini, saya dan admin lainnya masih berusaha mencari titik terang,” katanya saat berbincang dengan Alinea.id, Minggu (14/2) malam.

Too good to be true

Di sisi lain, TikTok yang selalu dihubung-hubungkan sejak munculnya kasus ini, mengklaim sama sekali tidak memiliki keterlibatan dengan TikTok Cash. Head of Communications TikTok Indonesia Chatrine Siswoyo menyatakan perusahaan teknologi asal Cina itu tidak terafiliasi dengan Tiktok Cash.

Ilustrasi aplikasi Tiktok. Pixabay.com.

“Situs web, mitra dan aktivitas ini sama sekali tidak terafiliasi dengan TikTok. Kami tidak akan dan tidak pernah meminta uang dari pengguna kami,” ujar Chaterine kepada Alinea.id, Sabtu (13/2).

Sementara itu, Praktisi Digital Marketing Tuhu Nugroho menilai, praktik investasi yang digunakan oleh TikTok Cash, Vtube dan GoIns merupakan wajah baru dari skema ponzi. Sebelum internet berkembang, ponzi biasa dilakukan dengan memanfaatkan media konvensional. 

Hal itu membuat masyarakat lebih banyak tertarik bergabung dengan aplikasi-aplikasi investasi ilegal ini. Terlebih di saat pandemi banyak masyarakat yang kehilangan sumber pendapatannya. Imbasnya, berbagai cara instan pun dimanfaatkan untuk sekadar mengganjal perut.

Karenanya, Tuhu meminta kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan kewaspadaannya terhadap aplikasi-aplikasi investasi baru. Ini dilakukan dengan melakukan pengecekan berulang aplikasi-aplikasi baru itu melalui mesin pencarian seperti Google dan sebagainya. Selain itu, peningkatan berpikir logis juga diperlukan untuk dapat menemukan aplikasi investasi yang aman dan produktif. 

“Kalau itu terlalu indah untuk menjadi nyata, kita patut curiga. Karena namanya menghasilkan uang itu kan butuh kerja keras,” katanya, kepada Alinea.id, Jumat (12/2).

Hal senada juga diucapkan oleh Ketua SWI OJK, Tongam L. Tobing. Menurutnya, saat ini masyarakat harus lebih waspada dengan kehadiran aplikasi-aplikasi investasi tak resmi ini. Di balik tawaran yang menggiurkan, katanya, investasi-investasi dengan skema ponzi model baru ini memiliki risiko finansial lebih besar.

Sebab, dari kasus-kasus serupa yang telah ditangani oleh SWI sebelumnya, tidak ada uang anggota yang sudah masuk ke dalam dompet pengembang aplikasi, akan kembali lagi kepada mereka. Karenanya, Tongam menyarankan masyarakat yang dirugikan oleh TikTok Cash, Vtube dan investasi ilegal lainnya dapat segera membuat laporan kepada pihak kepolisian.

Dengan demikian, setidaknya pengembang atau pemilik perusahaan investasi gelap itu dapat dijatuhi hukuman pidana. Terutama dengan delik telah melakukan penipuan dan penggelapan uang yang terdapat pada pasal 378 dan 372 KUHP. 

“Tapi tergantung kepada laporan dari korbannya juga. Oleh karena itu, kami minta kepada para korban yang merasa dirugikan untuk segera membuat laporan,” ujar dia kepada Alinea.id, Jumat (12/2).

Sementara itu, sepanjang Januari 2021, selain TikTok Cash dan Vtube, SWI juga telah menetapkan 14 investasi lain ke dalam kategori investasi ilegal. Investasi-investasi itu antara lain, PT Cipta Energy Karya Abadi Indonesia (CEKAI), PT Aka Amanda Teknologi/ Aset Crypto AK12, PT Asia Global Pemasaran, Honestumest/ Eesty Coin, Komunitas Smart Mobile Apss Daco, PT Triples Sukses Sejahtera, dan PT Dollar Changer.

Selanjutnya, ada PT Pasture Indonesia Tbk., Robot Forex Auto Pilot D7 MT4 Instaforex Broker, PT Gazzpoll Maju Truz, PT Millenium Investment Boutique, Koperasi Simpan Pinjam Singa Perkasa Asia Selatan, Koperasi Simpan Pinjam Pohon Kelapa Sawit, serta Koperasi Simpan Pinjam Sinar Berjaya Sejahtera.

Dihubungi terpisah, Juru Bicara Kominfo Dedy Permadi mengungkapkan, pihaknya telah memblokir aplikasi dan laman TikTok Cash dan Vtube lantaran memiliki konsep dan masalah serupa. Keduanya diketahui telah melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan termasuk ke dalam investasi ilegal. 

“Pertama, ini kita juga menengarai ada aktivitas penghimpunan dana masyarakat dan investasi tanpa izin atau tidak resmi. Kedua, permohonan resmi dari OJK. Ini yang menguatkan dasar Kominfo untuk memutus akses,” urainya, kepada Alinea.id, Minggu (14/2).

Ihwal aplikasi investasi yang serupa, seperti GoIns dan Playplay, pihaknya mengaku belum melakukan pemblokiran karena belum mendapatkan permohonan resmi dari Otoritas. Namun, penutupan akan langsung dilakukan jika sudah ada surat dari SWI tersebut.

“Pada intinya, sebetulnya adalah seluruh aktivitas di ruang digital diperbolehkan, kecuali yang dilarang oleh UU. Dan ini kasusnya sama dua ini. Ada dua tadi yang dilanggar,” tandasnya.


 

Berita Lainnya
×
tekid