close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi hotel. /Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi hotel. /Foto Unsplash
Bisnis
Kamis, 29 Mei 2025 12:29

Industri hotel "berdarah-darah": Hotel dijual, badai PHK membayangi

Efisiensi anggaran pemerintahan Prabowo Subianto mulai berdampak pada industri perhotelan.
swipe

Pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga yang dilakukan pemerintahan Prabowo Subianto mulai berdampak negatif pada industri perhotelan. Langkanya kegiatan pemerintah di hotel membuat tingkat hunian turun drastis. Kontribusinya mencapai 66,7%.

Dalam survei yang dirilis Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta yang dirilis April lalu, sebanyak 96,7% pengelola hotel di Jakarta melaporkan terjadinya penurunan okupansi atau tingkat hunian kamar pada triwulan pertama tahun 2025.

Pada survei yang sama, sebanyak 70% responden mengaku akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para pegawainya jika kondisi tingkat hunian hotel tidak mengalami perbaikan. Jumlah pekerja yang potensial dipangkas kisaran 10-30%.

Dalam sebuah konferensi pers daring belum lama ini, Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono menyebut industri hotel saat ini sedang krisis. Tak hanya merencanakan PHK, sejumlah pemilik hotel bahkan berniat menjual hotel mereka. 

"Kalau kita lihat angka-angka di situs jual properti online, itu yang jualan gedung hotel sudah banyak sekali. Artinya, mereka kesulitan untuk mengelola," kata Iwantono. 

Di sejumlah situs jual beli properti online, ada banyak gedung hotel yang dipasarkan. Salah satunya ialah hotel bintang empat di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Hotel itu dideskripsikan punya luas tanah 5.234 meter persegi dan luas bangunan 25.617 meter persegi. Terdiri dari 26 lantai, hotel dilego dengan harga Rp 800 miliar.

Hotel-hotel dengan berbagai ukuran juga terpantau dipasarkan. Ada yang berlokasi di Pademangan, Jakarta Utara hingga kawasan Gambir, Jakarta Pusat yang notabene tergolong kawasan strategis. Harganya bervariatif, mulai dari puluhan miliar hingga ratusan miliar. 

Di Jawa Barat, sejumlah hotel juga sudah berhenti beroperasi. PHRI Jawa Barat mencatat setidaknya ada tiga hotel yang sudah gulung tikar, dua di Bogor dan satu di Depok. Pemangkasan jumlah pegawai juga dilaporkan oleh sejumlah pengelola hotel. 

Pakar pariwisata sekaligus dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat (Sumbar), Sari Lenggogeni mengatakan ekses negatif kebijakan pemangkasan anggaran terhadap industri perhotelan tak hanya dirasakan pelaku industri di Jakarta saja. Hotel-hotel di daerah juga sedang menimbang PHK terhadap karyawan sebagai solusi bertahan hidup sementara.

"Pertama, mungkin secara internal tentu terjadi perubahan-perubahan kebijakan dari sumber daya manusianya dan beberapa yang saya observasi juga ada perubahan struktur pendapatan dari hotel. Itu juga berpengaruh kepada output kinerja, dalam artian gaji," kata Sari kepada Alinea.id, Rabu (27/5). 

PHK dan perampingan tim pekerja berdampak pada penurunan kesejahteraan dan kualitas layanan dari hotel. Sari menyarankan PHRI segera melobi supaya ada gelaran rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR demi mengkaji ulang kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah.

Industri perhotelan, lanjut Sari, tak hanya hidup sendirian. Ada banyak sektor penunjang yang juga bakal terdampak ketika industri perhotelan lesu, semisal bisnis kuliner di sekitar hotel atau jual-beli suvenir.

"Sektor pariwisata itu adalah sektor yang multi income generator dan active generator. Dalam artian, dia tidak hanya diakomodasi dari perhotelan. Tetapi, dia akan berdampak pada ekosistem yang ada di dalamnya ketika terjadi perubahan kebijakan ini secara masif," kata Sari. 

Khusus untuk sektor perhotelan, menurut Sari, kebijakan pemangkasan anggaran tak boleh dipukul rata. Anggaran untuk kegiatan dan perjalanan semestinya tetap ada untuk daerah-daerah yang industri perhotelannya masih berkembang. Misalnya, dengan dikurangi 50% dibanding tahun sebelumnya.

"Agar sektor hotel yang memperkerjakan banyak orang tetap hidup. Jadi, tidak bisa diratakan seperti ini. Harus melihat dulu. Contoh Bali. Bali mungkin akan lebih independen. Ini kan sudah settle menjadi pintu masuk mancanegara. Itu sudah oke. Tetapi, bagaimana dengan daerah lain yang masih merangkak?" kata Sari. 

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Azril Azhari mengatakan terpuruknya industri perhotelan akibat kebijakan pemangkasan anggaran menunjukkan bahwa industri perhotelan belum bisa mandiri. Hotel-hotel semestinya memperluas pangsa pasar mereka.

"Tidak hanya dari kementerian dan lembaga saja, tapi dikembangkan juga ke sektor swasta. Demikian pula perlu dikembangkan pasar untuk aktivitas event, seperti business event (seperti MICE) dan special event," kata Azril kepada Alinea.id, Rabu (29/5). 

Even-even khusus yang dimaksud Azril,  semisal pertunjukan fesyen, food festival, food street, retailtainment, dan hiburan keluarga. Dengan begitu, tingkat okupansi hotel tetap tinggi meskipun pendapatan dari kegiatan pemerintah berkurang.

"Artinya, usaha akomodasi dan hotel harus  mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam bentuk invention dengan sektor yang terkait seperti retail atau shopping serta family sports and family entertainment," jelas Azril.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan