sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kartu Pra-Kerja untuk efek pandemi, jangan sampai mubazir

Pemerintah mempercepat peluncuran program Kartu Pra-Kerja untuk meredam dampak ekonomi dari coronavirus. Seberapa efektif?

Fajar Yusuf Rasdianto
Fajar Yusuf Rasdianto Kamis, 26 Mar 2020 17:54 WIB
Kartu Pra-Kerja untuk efek pandemi, jangan sampai mubazir

Di tengah kelesuan ekonomi, banyak industri mulai merumahkan karyawan sehingga lapangan kerja semakin sempit. Berbagai cara dilakukan pemerintah Indonesia untuk meredam dampak ekonomi dari coronavirus (Covid-19/SARS-Cov2).

Salah satu jurus terbaru yang dilakukan adalah mempercepat peluncuran program Kartu Pra-Kerja, dari sebelumnya pertengahan April 2020, menjadi akhir Maret 2020. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, percepatan implementasi Kartu Pra-Kerja dilakukan sebagai upaya pemerintah menjaga daya beli masyarakat di tengah mewabahnya Covid-19.

“Ini memang ada jadwalnya yang dipercepat, di antaranya presiden untuk mengatur akibat dari Covid-19. Salah satu tujuannya adalah agar pengaruh dan dampak negatif Covid-19 ini dicover oleh Kartu Pra-Kerja,” kata Moeldoko kepada Alinea.id, Selasa (23/3).

Pemerintah akan merogoh kocek APBN untuk menyiapkan dana sebesar Rp10 triliun guna menyukseskan program tersebut. Rencananya, sekitar 2 juta angkatan kerja bakal dibiayai untuk mengikuti program pengembangan kemampuan di sejumlah lembaga-lembaga pelatihan dan platform digital yang sudah bekerja sama dengan Kartu Pra-Kerja.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan keterangan kepada wartawan terkait peluncuran situs resmi Kartu Pra-Kerja di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/3/2020). Pemerintah resmi meluncurkan situs Kartu Prakerja yang diharapkan dapat membantu tenaga kerja yang terdampak Covid-19 untuk meningkatkan keterampilan melalui berbagai jenis pelatihan secara daring yang dapat dipilih sesuai minat masing-masing pekerja. Foto Antara/Nova Wahyudi/pd.

Pemerintah juga sudah menggandeng sejumlah pihak, antara lain Tokopedia, Ruang Guru, LinkAja, BukaLapak, Hacktiv8, Maubelajarapa.com, OVO, dan G2 Academy. Nantinya, masing-masing peserta akan diberikan dana sebesar Rp3 juta hingga Rp7 juta untuk membayar biaya pelatihan yang disediakan oleh platform-platform tersebut. Usai mengikuti pelatihan, para peserta akan mendapatkan insentif atau sangu berupa uang tunai sebesar Rp500.000 hingga Rp650.000. Tetapi khusus masa paceklik akibat coronavirus, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menambahkan uang sangu tersebut menjadi Rp1 juta hingga empat bulan ke depan.

“Nanti setiap peserta Kartu Pra-Kerja akan diberikan honor insentif Rp1 juta per bulan selama tiga sampai empat bulan,” ujar Jokowi melalui video conference, Selasa (24/3).

Awalnya, Kartu Pra-Kerja hanya akan diluncurkan di tiga provinsi paling terdampak corona, yaitu Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Bali. Namun melihat perkembangan situasi saat ini, rencana itu pun dianggap sudah tidak lagi relavan.

Sponsored

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Pra-Kerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, imbauan social distancing membuat Tim Komite Cipta Kerja sepakat untuk menjalankan seluruh pelatihan secara online (daring). Dengan begitu, saat ini seluruh wilayah di Indonesia bisa mengakses program tersebut.

“Karena ini arahannya adalah mendukung social distancing. Jadi tidak ada lagi prioritas di tiga wilayah itu. Karena begitu online, dari Sabang sampai Marauke semuanya bisa mengakses pelatihan itu,” kata Denni saat dihubungi Alinea.id belum lama ini.

Berbagai jenis pelatihan program ini ditujukan kepada seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang berusia minimal 18 tahun. Namun untuk mendapatkan insentif ini, calon peserta tidak diperbolehkan mengikuti pendidikan formal yang lain.

Tanggal 4 April 2020 nanti, seluruh angkatan kerja yang ingin mengembangkan kemampuannya atau mempelajari ilmu baru, bisa mendaftarkan dirinya melalui laman prakerja.go.id. Setelah mengisi formulir pendaftaran dan lolos proses seleksi, para peserta akan diarahkan untuk mengikuti pelatihan di berbagai platform digital yang telah disediakan.

Peserta pun bisa memilih berbagai macam pelatihan yang ditawarkan oleh platform-platform tersebut. Sebut saja platform Maubelajarapa.com yang menawarkan pelatihan menjahit, digital marketing, IT, codding, public speaking hingga bahasa.

Co-Founder Maubelajarapa.com Dwina M. Putri menyebut setidaknya ada 20 hingga 30 lembaga pelatihan yang bisa diikuti peserta Kartu Pra-Kerja melalui Maubelajarapa.com. Adapun biaya untuk setiap kelasnya bervariasi, mulai dari Rp200.000 hingga Rp8 juta tergantung jenis pelatihan yang dipilih.

“Untuk kelas yang daring mungkin nanti akan lebih murah sekitar Rp500.000 atau Rp2 juta, tergantung programnya sedalam apa dan seberat apa? Kalau untuk yang luring (offline), bisa dari Rp800.000 sampai Rp8 juta,” kata Dwina saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (22/3).

Program yang sama juga ditawarkan mitra digital Kartu Pra-Kerja lainnya, yakni Tokopedia. External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya mengatakan, ada lebih dari 100 lembaga pelatihan yang nantinya dapat diakses peserta Kartu Pra-Kerja melalui Tokopedia.

“Dari sisi kategorinya juga bermacam-macam, mulai dari fesyen, kecantikan, bisnis, java, fotografi. maupun IT. Jadi banyak sekali kategori-kategori yang bisa dinikmati oleh masyarakat,” tutur Ekhel kepada Alinea.id.

Sementara mitra digital lainnya seperti LinkAja dan OVO hanya berperan sebagai platform pembayaran yang terkoneksi dengan perusahaan-perusahaan marketplace penyedia pelatihan tersebut. Head of Corporate Communication LinkAja Putri Dianita Ruswaldi menjelaskan LinkAja menjadi salah satu platform yang bisa dimanfaatkan peserta untuk mendapatkan insentif berupa saldo LinkAja. Hal ini dilakukan setelah peserta menyelesaikan pelatihan, dan memberikan ulasan dan rating pada lembaga pelatihan yang dipilih.

“LinkAja secara paralel melakukan kerja sama dengan marketplace penyedia pelatihan seperti Maubelajarapa.com, Skill Academy by Ruang Guru, SekolahMu, dan Pijar Mahir,” terang dia kepada Alinea.id.

Catatan penting

Langkah pemerintah menggaet mitra digital dan mempercepat peluncuran Kartu Pra-Kerja pun mendapat apresiasi dari Pakar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Indonesia Aloysius Uwiyono. Menurut Aloysius, dipercepatnya implementasi Kartu Pra-Kerja merupakan langkah tepat yang perlu diambil pemerintah di tengah merebaknya virus corona.

“Dipercepatnya peluncuran Kartu Pra-Kerja adalah sangat tepat sekali. Makin cepat diluncurkan, makin baik,” kata Aloysius melalui pesan singkat kepada Alinea.id.

Kartu Pra-Kerja, sambung dia, dapat membantu Indonesia untuk mengurangi angka pengangguran yang setiap tahun semakin bertambah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2019 mencapai 7,05 juta orang, naik dibandingkan Agustus 2018 yang hanya 7 juta orang.

Mayoritas pengangguran terbuka ini didominasi oleh lulusan SMK dengan persentase sebesar 10,42%. Disusul lulusan SMA sebesar 7,2%, dan lulusan diploma serta universitas masing-masing sebesar 5,99% dan 5,67%.

Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2019 tercatat berada di angka 197,92 juta orang. Angka ini bertambah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 194,78 juta orang. Adapun tingkat partisipasi kerja naik dari 66,67% pada Agustus 2018 menjadi 67,49% di periode yang sama 2019.

Aloysius memperkirakan, penambahan jumlah pengangguran ini lantaran banyaknya investor yang mulai menarik dananya dari Indonesia ke negara-negara tetangga. Kurangnya link and match antara keahlian yang dimiliki para pencari kerja dengan kebutuhan industri juga disinyalir sebagai salah satu alasan di balik tingginya angka pengangguran di Tanah Air.

Untuk itu, meski mengapresiasi langkah pemerintah, Aloysius tetap memberi sejumlah catatan penting untuk program yang satu ini. Menurutnya, pemerintah harus memastikan bahwa nantinya para peserta Kartu Pra-Kerja diberikan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri.

“Menurut saya, program ini harus difasilitasi Balai Latihan Kerja (BLK) yang melatih pekerjaan-pekerjaan yang sesuai kebutuhan perusahaan yang ada saat ini,” terang dia.

Mubazir

Namun, pendapat berbeda disampaikan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Tallatov. Ia mengkritik peluncuran Kartu Pra-Kerja di tengah pandemi Covid-19 yang dinilainya sebagai sesuatu yang mubazir. Pasalnya, kelesuan ekonomi berimbas pada banyaknya perusahaan yang mulai merumahkan karyawannya. Karenanya, dia menilai konsep pelatihan Kartu Pra-Kerja sudah tak lagi relevan.

Boro-boro mendapatkan pekerjaan, sindirnya, saat ini justru banyak perusahaan yang sedang merampingkan biaya operasionalnya dengan mengurangi jumlah karyawan. Untuk itu, saran Abra, pemerintah sebaiknya mengalihkan alokasi anggaran Kartu Pra-Kerja untuk hal-hal yang lebih mendesak.

Anggaran ini bisa dialihfungsikan menjadi bantuan langsung tunai (BLT) atau subsidi sembako bagi masyarakat yang terdampak corona.

“Sebaiknya alokasi anggaran yang besar itu bisa menjadi stimulus langsung bagi pekerja, baik yang di sektor formal, terutama di sektor informal,” kata Abra saat dihubungi Alinea.id, pekan ini.

Abra juga beranggapan saat ini bukanlah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk meningkatkan kemampuan atau keahlian para angkatan kerja. Sebab kendala terbesar yang harus dihadapi Indonesia saat ini adalah daya beli, bukan soal keahlian para pekerja.

Toh, kalaupun pelatihan ini tetap diberikan, tidak ada satu pun pihak yang dapat menjamin bahwa para peserta Kartu Pra-Kerja bakal langsung mendapatkan pekerjaan setelah mengikutinya.

“Jadi menurut saya pribadi, lebih baik fokus dulu untuk bantuan langsung. Minimal bantu-bantu meringankan biaya-biaya sehari-hari masyarakat, karena kan penghasilan mereka pasti berkurang,” ujar Abra.

Menurut Abra, dipercepatnya peluncuran Kartu Pra-Kerja juga tidak esensial karena penerima manfaatnya yang hanya 2 juta orang. Bahkan kebijakan ini seolah pilih kasih, mengingat di luar sana banyak pekerja informal yang harus berkurang penghasilannya.

Mereka juga terancam kehilangan pekerjaan lantaran industri harus mengetatkan ikat pinggang. Apalagi jika pelatihan ini hanya bisa dilakukan secara daring, di mana tidak setiap orang mampu melakukannya. Pemerintah dianggap melupakan fakta bahwa saat ini masih banyak orang Indonesia yang gagap teknologi.

Pilih bantuan langsung

Opsi peningkatan skill secara gratis ini bahkan tak begitu direspons positif sejumlah masyarakat. Sebut saja Haryansyah (26 tahun) yang mengisi hari-harinya sebagai juru parkir di sebuah minimarket. Ia mengaku tidak tertarik mendaftar Kartu Pra-Kerja jika pelatihannya dilakukan secara daring. Hal ini tak lepas dari persoalan teknis, yakni ia tak memiliki perangkat ponsel canggih atau laptop untuk bisa melakukan pelatihan jarak jauh tersebut.

Bagi Haryansyah, sulit untuk mendapatkan dana bantuan Kartu Pra-Kerja jika persyaratannya harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Padahal sebetulnya, Haryansyah juga termasuk orang yang ekonominya terpukul lantaran pandemi Covid-19.

Dia mengaku, penghasilan hariannya sudah terpangkas lebih dari separuhnya sejak dua pekan belakangan.

“Lagi sepi. Biasanya dapat Rp80.000 per hari, sekarang Rp40.000 saja enggak sampai,” kata Haryansyah saat berbincang dengan Alinea.id.

Jika disuruh memilih, Haryansyah pun berharap agar pemerintah memberikannya uang tunai ketimbang pelatihan kerja. Kendati uang Rp1 juta per bulan yang ditawarkan Jokowi cukup menggiurkan, namun ia mengaku bantuan langsung bisa lebih membantunya di kondisi saat ini ketimbang Kartu Pra-Kerja yang membutuhkan banyak persyaratan.

“Ya, kalau sejuta sebulan sih lumayan. Tapi itu kan harus ikut latihan ya bang? Lah, saya enggak mengerti bagaimana caranya? Kalau ada sopir (kursus menyetir) sih saya mau dah. Kalau enggak ada, mending sembako apa, apa kek,” ujarnya.

Keluhan serupa juga disampaikan Abdullah (28 tahun), seorang pekerja bangunan. Pria dua anak ini harus menganggur sementara lantaran proyek yang dikerjakannya ditunda karena merebaknya coronavirus.

Abdullah kehilangan penghasilannya sejak proyek itu dihentikan. Tidak ada uang sepeser pun yang mampu dihasilkannya sejak dua pekan belakangan.

Saat ini, kata dia, hanya berharap dari penghasilan sang istri yang masih berdagang warung asongan di rumah. Saat ditanya apakah tertarik mendaftar Kartu Pra-Kerja, Abdullah mengaku cukup tertarik. Tetapi saat ini, ia mengaku lebih membutuhkan uang dalam bentuk tunai untuk membantu penghidupannya.

“Ya mau-mau saja kalau gratis mah. Cuma sekarang kondisinya begini. Mending duit buat bayar listrik atau apa gitu. Latihan begitu ya kan bisa nanti-nanti,” katanya. 

Pemerintah meluncurkan program kartu pra-kerja bagi sekitar 2 juta angkatan kerja dengan dana mencapai Rp10 triliun. Alinea.id/HT.

Berita Lainnya
×
tekid