sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kebijakan DNI menuai kritik, akankah ditunda?

Pemerintah telah merencanakan payung hukum untuk penerapan DNI terhadap penanaman modal asing (PMA) bisa selesai pada 26 November 2018

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Jumat, 23 Nov 2018 21:30 WIB
Kebijakan DNI menuai kritik, akankah ditunda?

Simpang siur implementasi kebijakan perluasan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang bisa dikuasai asing, masih terus berlanjut. Para pengusaha satu suara protes dan merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan ini. Akankah penerapan DNI ini ditunda?

Menanggapi itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengaku, sudah melakukan komunikasi dengan Kamar Dagang Industri (Kadin) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Hasilnya, masih ada ketidakjelasan pada mereka. 

"Kemarin kita telah jelaskan kepada Kadin dan Hipmi panjang lebar. Tetapi katanya masih kurang penjelasan, ya tidak apa-apa. Ada acara di Solo pada 27 November, nanti saya datang. Kami akan jelaskan," ujar Darmin di kantornya, Jumat (23/11). 

Peranan pelaku usaha sangat penting untuk bisa merealisasikan kebijakan tersebut. Apalagi pemerintah telah merencanakan payung hukum untuk penerapan DNI terhadap penanaman modal asing (PMA) bisa selesai pada 26 November 2018. Padahal sekarang sudah 23 November.

Kalau sudah begini, apa mungkin penerapan aturan DNI  ini akan ditunda?  Darmin tidak menanggapi itu. Tetapi yang pasti, setelah proses sosialisasi,  Darmin akan melanjutkan hasil konsolidasi ini ke Presiden Joko Widodo. 

Itulah sebabnya dia menegaskan. tidak tepat menjadikan kondisi ini sebagai perseteruan 'siapa yang menang dan kalah'. "Kami harapkan dari Kadin dan Hipmi bukan cuma mau menang-menangan, terbuka. Jika benar ya dibenarkan. Kalau salah, kita salahkan." jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri ( Kadin) Indonesia Rosan Roeslani menyambangi Kantor Darmin Nasution, guna membicarakan lebih lanjut mengenai perluasan DNI ini. 

Rossan menyampaikan masih ada perbedaan persepsi megenai pengertian dari sektor industri yang ada di dalam 54 bidang usaha di dalam DNI. 

Sponsored

"Kami berdiskusi mengenai UMKM, karena listnya panjang dan juga menyampaikan bahwa itu belum tersosialisasikan dengan baik. Ternyata mereka (pemerintah) sudah menerangkan, kebijakan tidak mereduksi UMKM," kata Rosan, Kamis (22/11). 

Oleh karena itu, Rossan akan melakukan pertemuan lagi dengan beberapa asosiasi pengusaha untuk mengumpulkan usulan yang terbaik terhadap kebijakan perluasan DNI ini.  Khususnya terkait dengan kebijakan DNI bisa dikuasai asing 100% yang dianggap terlalu membebankan pengusaha. 

"Iya sosialisasi dulu. Konteks kami asosiasi, memberikan masukan konstruktif. Bagaimana semua pelaku usaha terlindungi dengan baik," paparnya. 

Rossan pun tidak mempermasalahkan soal kebijakan Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang lain, seperti perluasan Tax Holiday dan penyimpanan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di dalam negeri. 

Senada dengan itu, Ketua Badan Otonom HIPMI Ajib Hamdani menyatakan, akan mendorong kebijakan DNI, asalkan relaksasi tersebut bisa melindungi UMKM.  "Kalau relaksasi DNI tidak dorong UMKM, kami akan terus memberikan usulan," tegasnya. 

Kebijakan ini jangan sampai membuat kegaduhan ekonomi, sebab pelaku usaha butuh insentif fiskal dan moneter. Juga kemudahan hukum dan legal, bukan investasi asing yang masuk ke UMKM. 

Kata Pengamat soal Paket Kebijakan Ekonomi XVI

Pengamat ekonomi memandang Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XVI yang baru-baru ini diluncurkan oleh pemerintah, akan menimbulkan risiko kepada perekonomian Indonesia.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menjelaskan, liberalisasi dengan membuka pintu masuk bagi investor asing di 25 sektor bisa berdampak negatif bagi perekonomian masyarakat di Indonesia. 

"Investor boleh masuk, tapi harusnya ada sharing dengan pemain lokal dan saham pengendali di pengusaha lokal, bukan 100% diberikan ke asing," ujar Bhima saat dihubungi Alinea.id, Rabu (21/11). 

Hal itu tentunya berisiko pada pertumbuhan ekonomi yang semakin tidak inklusif, karena hanya dikuasai investor skala besar. Apabila ada keuntungan dari investor, maka keuntungan tersebut akan dikirimkan kepada negara induknya. 

Hal itu juga yang akhirnya membuat neraca pembayaran Indonesia terus mengalami tekanan. Pendapatan investasi defisit US$31,2 miliar, karena transfer modal ke luar negeri. 

Repatriasi modal keluar negeri ujungnya merugikan rupiah dalam jangka panjang.

Sebelumnya, pemerintah melalui PKE X pada 2016 telah membuka ruang untuk inevestasi asing cukup besar. Ada 101 bidang usaha yang diperluas bagi investor asing. 

"Tapi 51 bidang usaha buktinya tidak diminati oleh investor. Loh kenapa sekarang makin diperluas? Saya bingung logikanya. Dampak dibukanya DNI kepada asing juga tidak berpengaruh pada investasi yang masuk," kata Bhima. 

Dampak dibukanya DNI kepada asing tidak berpengaruh pada investasi yang masuk. Pertumbuhan realisasi investasi tidak signifikan.  Bahkan pada kuartal III-2018 lalu, investasi asing langsung atau FDI terperosok minus 20,2% dibanding posisi yang sama pada 2017. 

"Jadi saya heran, resep pemerintah menarik investasi dengan relaksasi DNI, tidak nyambung dengan investasi yang masuk. Kok resep gak manjur dicoba lagi dipergunakan ke-16," papar Bhima. 

Oleh karena itu, Bhima menyarankan agar pemerintah bisa melihat pada akar masalah yang struktural. Perizinan memulai usaha juga dirasa masih sulit. 

Seperti diketahui, Indeks Kemudahan Berbisnis 2018 (Ease of Doing Business Index) yang dirilis Bank Dunia menunjukkan, hingga saat ini Indonesia masih berada di peringkat 144 dari 190 negara dalam indikator memulai bisnis. "Itu yang harus diselesaikan dulu, baru investor akan masuk. Ini paket saya bilang setengah matang, tidak ada yang spesial dan prematur," paparnya. 

Senada, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman, mengatakan, kebijakan paket ekonomi XVI memang patut diapresiasi.  Namun, terobosan seperti itu juga perlu diikuti oleh reformasi serupa, yakni kemudahan memulai bisnis. 

"Fase ini sangat krusial. Mencerminkan wajah bisnis di Indonesia. Sekali lagi, perbaikan birokrasi di fase ini juga penting untuk mendukung efektivitas terobosan lain yang dilakukan pemerintah," ujar Ilman. 
 

Berita Lainnya
×
tekid