Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan pentingnya penguatan sistem pengawasan dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam pengelolaan dana transfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab pengawasan yang lemah kerap terjadi dan mengganggu kondisi fiskal daerah serta pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Begitu APBN ditransfer ke APBD masing-masing maka kemudian ruang pengawasan tidak dilakukan,” jelasnya di Kompleks Parlemen, Selasa (29/4).
Sementara, dana transfer ini meliputi berbagai skema, mulai dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), hingga Dana Insentif Daerah (DID). Namun, keberadaan berbagai jenis dana tersebut kerap tidak disertai transparansi dan akuntabilitas yang memadai, terutama dalam implementasinya di lapangan.
Maka dari itu, ia ingin agar BUMD yang dimiliki pemerintah daerah bisa memprakarsai peningkatan pendapatan daerahnya masing-masing. Terlebih, ada sejumlah daerah yang memiliki kemandirian fiskal karena sokongan pendapatan dari BUMD, dan ada juga daerah yang justru dibebani karena keberadaan BUMD.
“Komisi II ingin agar BUMD yang dimiliki pemerintah daerah bisa memprakarsai peningkatan pendapatan daerahnya masing-masing,” ucapnya.