sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Langkah marketplace pungut biaya jasa, apakah lumrah?

Pungutan biaya jasa aplikasi belanja online demi peningkatan layanan. 

Kartika Runiasari Qonita Azzahra
Kartika Runiasari | Qonita Azzahra Jumat, 12 Mei 2023 07:29 WIB
Langkah marketplace pungut biaya jasa, apakah lumrah?

Sudah beberapa bulan belakangan ini, Irvan (40) menyadari ada tambahan biaya jasa saat proses pembayaran belanja online di platform e-commerce. Karena nilainya yang tidak besar, bapak tiga anak ini pun tidak terlampau khawatir pungutan biaya jasa ini akan menambah beban pengeluaran saat belanja online.

“Enggak memberatkan sih, cuma seribu kok,” ujarnya saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (8/5).

Dia mengaku tidak keberatan dengan tambahan biaya jasa aplikasi yang dipungut platform e-commerce sepanjang nominalnya tidak terlalu besar. Biaya jasa aplikasi yang rendah ini, menurutnya, sangat penting mengingat pembeli sudah dibebani faktor lain seperti ongkos kirim.

“Jangan lupa saat searching barang di internet itu juga enggak gratis kan, kita pakai kuota internet,” tambahnya.

Belum lagi, kata dia, ada efek tambahan saat berbelanja atau mencari barang di platform e-commerce. Meski tidak berupa material, namun dia menilai hal ini menjadi ‘beban’ tersendiri yaitu adanya algoritma yang terekam di device calon pembeli. 

“Ini akan muncul sebagai iklan di media sosial pembeli,” ungkapnya.

Namun bagaimanapun, belanja online telah menjadi aktivitas rutin bagi warga Jakarta Timur ini. Pasalnya, di platform e-commerce lah calon pembeli bisa melakukan perbandingan harga barang dari satu toko ke toko lain dengan mudah dan praktis. 

“Jadi konsumen bisa mencari alternatif yang paling murah, apapun itu. Termasuk dengan hitungan ongkir, jadi selama ada barang yang sama dengan harga yang paling murah tentu akan diburu,” bebernya. 

Sponsored

Ilustrasi Pixabay.com.
 
Platform e-commerce memang telah mulai memungut biaya jasa kepada pelanggan sejak pertengahan tahun 2022 demi pengembangan teknologi dari platform belanja online. Tujuannya tak lain untuk meningkatkan performa pelayanan kepada para pelanggan. E-commerce Shopee misalnya, telah memberlakukan biaya layanan senilai Rp1.000 per transaksi mulai 23 Oktober 2022.

Kemudian, tertanggal 1 Agustus lalu, Tokopedia juga resmi membebankan biaya jasa aplikasi sebesar Rp1.000 untuk setiap transaksi produk fisik, baik melalui aplikasi maupun website kepada konsumen. Lalu per 2 Mei 2023, Tokopedia menerapkan biaya layanan Rp1.000 untuk setiap transaksi dengan metode pembayaran virtual account. Hal itu diungkapkan oleh Head of External Communications Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya dalam keterangan resmi, Rabu (3/5).

Dia menjelaskan biaya layanan adalah biaya atas penggunaan dan pemanfaatan layanan situs atau aplikasi dalam transaksi pembelian barang atau jasa oleh pengguna kepada Tokopedia. Selain biaya layanan, per 2 Mei 2023, marketplace besutan William Tanuwijaya ini juga menyesuaikan biaya jasa aplikasi untuk setiap transaksi produk fisik.

Menurutnya, pengenaan biaya ini bertujuan untuk pemeliharaan sistem serta peningkatan kualitas melalui situs atau aplikasi Tokopedia. Ekhel menjelaskan, transaksi dengan nominal antara Rp0 sampai Rp1 juta akan dikenakan biaya jasa aplikasi sebesar Rp2.000. Sementara itu, untuk transaksi di atas Rp1 juta, pengguna akan dikenakan biaya jasa aplikasi senilai Rp3.000. 

Lebih lanjut Ekhel menerangkan, biaya aplikasi tidak berlaku untuk transaksi beberapa produk, termasuk keuangan, digital, serta fitur beriklan TopAds, zakat, dan donasi. "Kecuali transaksi pembulatan emas atau donasi dan pulsa yang disertakan dalam pembelian produk fisik," tambahnya.

Hal serupa juga dilakukan marketplace Lazada. E-commerce dalam jejaring Alibaba Group ini memang tidak memungut biaya penanganan alias 0% untuk pesanan COD pertama sampai dengan ketiga kali. Adapun untuk pesanan COD ke-4 dan seterusnya dikenakan biaya penanganan 2% dari total pembelian dengan nilai maksimal Rp10.000

Demi keamanan transaksi

Lebih lanjut, menurut Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga, pungutan biaya jasa oleh aplikator ini masih terbilang wajar. “Asal tidak terlalu membebani konsumen, kenaikan biaya jasa ini hal yang sangat wajar mengingat investasi di sektor digital ini sangat mahal dan harus update, terlebih lagi untuk keamanan transaksi para penggunanya,” ungkapnya. 

Menurutnya, pengenaan biaya jasa aplikasi atau penanganan ini pun sudah melalui banyak pertimbangan, mulai dari harga barang hingga minat belanja masyarakat. Beban biaya jasa aplikasi ini pun memungkinkan pelanggan beralih ke platform niaga-el lainnya, tergantung pada seberapa elastis harga barang di suatu platform e-commerce.

"Semakin tinggi harga saya rasa semakin inelastis, yaitu tidak terpengaruh oleh platform fee. Tapi mungkin bagi barang dengan harga relatif rendah, maka semakin elastis atau semakin bisa pindah ke platform lainnya," ujarnya

Sementara itu, Ekonom sekaligus Kepala Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai e-commerce sudah mulai mengakhiri masa bakar uangnya dan berbalik untuk mendapatkan keuntungan. Strategi pungutan biaya jasa kepada konsumen, kata dia, menjadi cara lain bagi e-commerce untuk mendapatkan keuntungan, selain dengan memaksimalkan mitra offline.

Ilustrasi Pixabay.com.

"Tokopedia menggunakan strategi ini yang saya rasa bisa menjadi salah satu alternatif meningkatkan pendapatan. Walaupun saya rasa tetap akan bersaing promo juga dengan yang lain," jelas Huda.

Selain itu, marketplace yang menarik biaya jasa aplikasi baik kepada konsumen maupun penjual juga harus memastikan transparansi berapa besaran biaya yang akan mereka tarik dan juga akan digunakan untuk apa saja biaya tersebut nantinya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah. Ia menjelaskan biaya layanan saat transaksi di e-commerce diterapkan sebagai bagian dari strategi dari tiap-tiap perusahaan dalam upaya meningkatkan efisiensi demi mendorong profitabilitas dan kontinuitas bisnis perusahaan. 

Langkah ini juga dilakukan untuk meningkatkan beberapa aspek seperti pengalaman konsumen, layanan terbaik, inovasi, serta fasilitas apa saja yang dapat ditawarkan platform kepada konsumennya.

Apalagi, kegiatan belanja online telah menjadi kebiasaan masyarakat. Hal ini terbukti dari data terkait belanja online yang mana sepanjang 2022 hingga awal 2023 sendiri, sebanyak 178,9 juta warga Indonesia membeli barang secara online. Angka itu naik 12,8% secara tahun-ke-tahun (year on year/YoY).

“Penyesuaian ini seharusnya tidak mengurangi jumlah pengguna ataupun kepercayaan mereka. Selain kegiatan belanja online telah menjadi kebiasaan masyarakat, platform-platform e-commerce seperti Tokopedia pun pasti sudah memiliki pelanggan setia yang mengedepankan kenyamanan dan experience belanja di platform pilihan mereka,” jelas Piter kepada Alinea.id, Minggu (7/5).

Karenanya, dia menilai penerapan biaya oleh platform-platform e-commerce merupakan hal yang biasa dilakukan. Termasuk dalam hal layanan, jasa aplikasi maupun top up dompet digital.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.


 

Berita Lainnya
×
tekid