sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Marketing the next level ala medsos, engagement adalah kunci!

Marketing atau pemasaran di era digital dan media sosial menekankan pada pentingnya interaksi brand dengan audiensnya.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Senin, 06 Jun 2022 17:32 WIB
Marketing the next level ala medsos, engagement adalah kunci!

Saling mengirim hadiah jelang hari raya menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia, tak terkecuali para public figure. Namun, alih-alih mengirim hampers berupa makanan atau barang-barang spesial, Youtuber Arief Muhammad memberikan hadiah lain dari biasa: motor Vespa!

Tidak tanggung-tanggung, konten kreator ini membagikan 100 unit motor Vespa jelang hari raya Idulfitri 2 Mei lalu. Bapak dua anak ini menyasar rekan-rekannya sesama public figure, komedian, selebritas, dan follower di media sosial.

Sebut saja Raffi Ahmad, Ernanda Putra, Marshel Widianto, Bintang Emon, Vincent Rompies, Surya Insomnia, Ananda Omesh, dr Tirta dan sejumlah nama besar atau influencer lainnya. Pada salah satu konten Youtube-nya, ArMuh, demikian ia akrab disapa, mengantar langsung satu unit Vespa ke rumah Raffi Ahmad di Andara, Jakarta Selatan.

“Kita mau bagi-bagi Vespa ke teman-teman soalnya kita mau bikin klub Vespa baru,” jelas ArMuh kepada Raffi Ahmad.

Motor Vespa tersebut spesial dan tidak dijual karena dipesan khusus hingga 100 unit, hanya untuk dibagikan. Motor scooter limited edition ini, kata ArMuh, sempat ditawar oleh calon pembeli seharga Rp350 juta. 

Usut punya usut, hampers motor Vespa ini adalah bagian dari gimik marketing ArMuh bersama Dimas Mairyan, founder brand fashion Prepp Studio. Brand fashion pria ini sendiri sudah diakuisisi ArMuh pada 2020 lalu. 

Gimik marketing ini bertujuan tak lain untuk meningkatkan engagement akun medsos Prepp Studio yang baru meluncurkan Prepp Scooter Club milik kedua pria muda ini. Sebelumnya, ArMuh juga viral karena aksi ikoy-ikoyan, sebuah selebrasi pemberian giveaway secara random kepada para pengikutnya. 

 

Sponsored
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by PREPP STUDIO (@preppstudio)

 

Pria dengan akun Twitter @Poconggg ini juga sempat menghebohkan jagat medsos karena baliho raksasa foto dirinya bergaya ala calon pejabat. Lalu, apakah marketing the next level giveaway Vespa ini cukup sepadan dengan cost yang dikeluarkan? 

Akun Twitter @myskill_id membedah strategi marketing ArMuh tersebut. Meski tidak  mendulang cuan dalam waktu dekat pascakampanye diluncurkan, akun ini menilai aksi ini cukup membuat engagement rate bisnis ArMuh melonjak.

“Emangnya balik modal? Kita jawab pakai data ya? Selama campaign ini berjalan, followers preppstudio naik 500K+, Engagement rate juga dapet boostingan banget > 10%,” beber admin.

Kini, akun Preppstudio sudah memiliki 1,7 juta followers yang tidak lepas dari peran para influencer atau konten kreator lain. Alhasil, giveaway 100 Vespa pun viral dan engagement atau interaksi ArMuh dengan audiensnya pun semakin intens.

Kampanye ini juga sukses dijalankan ArMuh secara perlahan. Misalnya, pada 21 Maret ArMuh memposting unggahan Instagram story bersama Dimas Mairyan dan Vespa Indonesia. “Coba kalian tebak, Prepp Studio bakal ngapain?” pancing ArMuh yang memiliki followers 5,3 juta di Instagram.

Lalu pada akhir Maret, ArMuh terlihat beberapa kali mem-posting video produk Vespa. “The Iconic T-026 Preppstudio Special Edition “Mencari tuannya”. Absen dulu siapa yang mau?” pancingnya lagi.

Ia pun sempat memberikan drama plot twist: batal giveaway satu unit Vespa kepada followers-nya. Ternyata bukan 1 unit saja yang dibagikan gratis melainkan 100. Jika diasumsikan harga Vespa Rp55-60 juta per unit, maka 100 buah Vespa membutuhkan dana sekitar Rp6 miliar. Biaya ini pun bisa saja lebih rendah jika ArMuh memiliki perjanjian kerja sama dengan pihak Vespa Indonesia dan pembelian dalam jumlah banyak.

Ciptakan diferensiasi

Pakar Marketing Yuswohady menilai cara yang dilakukan Arief Muhammad bisa viral karena memiliki diferensiasi yang mencolok. Giveaway bukan barang sembarangan, namun motor seharga puluhan juta.

“Arif Muhammad followers-nya kan udah gede jadi kalau dia kasih Vespa itu sudah ada perhitungan pasti modal akan balik, kalau follower belum banyak ya enggak berani ngasih hadiah yang besar,” kata dia saat berbincang dengan Alinea.id, Kamis, (2/6). 

Ilustrasi Pixabay.com.

Sebagai konten kreator, lanjutnya, cara ini memang perlu dipertimbangkan sebagai investasi dalam strategi digital marketing kedepannya. Bukan tidak mungkin konten kreator bisa menggandeng pihak lain maupun korporasi untuk menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR).

Jadi dalam konten bertema bagi-bagi, sang kreator tetap dapat membawa branding positif bagi dirinya namun tidak perlu keluar modal secara menyeluruh. Pun dalam membagikan giveaway, konten kreator bisa membuat produksi konten yang tentu akan mendatangkan cuan dari sisi views dan engagement.

“Dan brand akan semakin kuat makanya tim kreatif Deddy Coubuzier, Arief Muhammad, Raffi Ahmad, dan lain-lain itu harus kuat ide-idenya karena kalau di sosmed kuncinya orang noleh atau enggak,” sebutnya.

Lebih lanjut, Yuswohady menjelaskan giveaway sebenarnya bukan barang baru dalam dunia marketing. Giveaway sudah ada sejak zaman 'purbakala' sebelum era media sosial. Misalnya, dengan menjanjikan beli dua produk gratis satu atau lainnya. Namun, saat era medsos, giveaway menjadi kosakata baru yang lazim diucapkan demi menggaet follower.

Influencer atau selebritas di sosmed jelas nyari traffic atau follower, itu jadi currency untuk dia dapat iklan atau tarif endorse lebih baik,” tambah dia. 

Namun, untuk mendapatkan hal ini kreativitas konten kreator dipertaruhkan. Kuncinya adalah bagaimana membuat atensi publik tercurah pada konten-konten mereka yang viral. Baik itu video mereka sendiri atau menunggangi viralitas yang tersaji di jagat maya atau dikenal ‘riding the wave’.

Giveaway jadi semacam alat untuk menciptakan virality tetapi dengan cara menciptakan sesuatu yang aneh-aneh, enggak harus mahal, yang penting beda,” saran Yuswohady.

Namun, konten viral ini cenderung tidak bisa diulang. Karena itu, konten kreator wajib memperbaharui idenya agar membuat mata audiens tetap tertuju padanya. “Kuncinya kreativitas, semua konten kreator di-push untuk menciptakan konten menarik, semua berlomba-lomba akan luar biasa (medsos),” sebutnya.

Social selling

Pertumbuhan penjualan secara daring diperkirakan meningkat lebih dari 40% pada tahun 2021. Hal ini diungkapkan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) yang melihat peningkatan ini sejalan dengan pergeseran gaya hidup masyarakat ke arah digital dan semakin berkembangnya digitalisasi sistem pembayaran.

"Pertumbuhan e-commerce dari 2020 ke 2021 bertumbuh cukup signifikan, dua digit. Estimasi lebih dari 40%. Kita masih menunggu data finalnya tetapi kami yakin pertumbuhannya di atas 40% year-on-year," ujar Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga dalam Market Review IDX Channel, Jumat (21/1) lalu.

Sementara McKinsey Indonesia melansir pasar e-commerce Indonesia mencapai US$8 miliar pada tahun 2018 silam, di mana US$3 miliar diantaranya berasal dari media sosial. Laporan berjudul "The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia's Economic Development" yang dirilis Agustus 2018 lalu juga mengungkap prediksi McKinsey yang menyebutkan pasar e-commerce Indonesia tahun 2022 akan tumbuh menjadi US$55 miliar US$65 miliar atau tumbuh delapan kali lipat dibanding 2018.

Selain itu, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan populasi pengguna internet terbesar di dunia. Menurut laporan We Are Social, terdapat 204,7 juta pengguna internet di tanah air per Januari 2022. Jumlah itu naik tipis 1,03% dibandingkan Januari tahun sebelumnya yang sebanyak 202,6 juta.

Data ini menunjukkan kian besarnya ceruk pasar e-commerce di tanah air. Praktisi bisnis Rhenald Kasali melihat sejauh ini telah berkembang strategi social selling di tengah pertumbuhan e-commerce. Cara ini merupakan bentuk upaya penjualan secara ‘halus’ dengan pendekatan interaksi dengan audiens (engagement).

“Karena marketing yang hebat itu tidak dirasakan audiens sebagai jualan, marketing harus influence, persuasif, dan kalau anda keliatan jualan orang kabur karena ada udang di balik batu,” katanya dalam channel Youtubenya berjudul “Social Selling, Sisi Lain Kekuatan Social Media. Alat untuk memperkuat dan membuat netizen ngiler”.

Jika biasanya penjualan dilakukan di toko secara offline maupun online di marketplace hingga media sosial, social selling tidak hanya koar-koar berjualan. Penjual akan mengisi akun medsosnya, kata Rhenald, dengan konten yang berbau viral, sesuai momen, hingga postingan bernada positif seperti quotes.

“Jadi social selling membangun meaningful connection yang ujungnya penjualan, bukan membombardir pesan enggak sesuai target,” tambah dia.

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by @cicichaniaa

 

Cara ini, menurut dia, sukses dilakukan oleh beberapa konten kreator. Sebut saja akun Instagram @cicichaniaa yang viral dengan kucing kesayangannya, Pororo. Ia kerap memposting kesehariannya bersama kucing-kucing miliknya. 

Wanita yang berbisnis pakaian kucing ini juga mengajak Pororo live sale beberapa kali. Ia bisa menghasilkan omzet Rp30 sampai Rp42 juta dari 1.500 pieces baju kucing yang dijualnya hanya dalam waktu beberapa jam.

Ada pula Tante Lala, konten kreator asal Manado, Sulawesi Utara yang dikenal karena gaya marah-marahnya. Keunikan personal branding itu membuatnya memiliki jutaan followers di media sosial dengan pendapatan bisa mencapai Rp500 juta per bulan.

Begitu pula dengan beauty vlogger Tasya Farasya  yang sukses membangun brand miliknya, MOP Beauty dan coffee shop Golden Black. Brand kosmetik milik wanita berdarah Arab ini bisa habis terjual hingga 1,3 juta buah produk.

 “(Produk-produk) ini enggak bisa dijual kalau enggak ada social selling. Mereka tahu bagaimana berkomunikasi melakukan engagement, ini yang mendistruksi pasar antara in store dan dunia online,” sebut Rhenald.

Karenanya, menurut Guru Besar FEUI ini, di era digital ini konsumen ke depannya akan membutuhkan sistem penjualan yang hybrid, perpaduan penjualan di toko dan online secara bersamaan.

Berita Lainnya
×
tekid