sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Meramal ekonomi Indonesia di tahun pemilu

Pelbagai tantangan dan peluang diramal akan menghampiri Indonesia di tahun pemilu.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Rabu, 06 Des 2023 20:57 WIB
Meramal ekonomi Indonesia di tahun pemilu

Tahun 2024 segera datang hanya dalam hitungan hari. Pelbagai tantangan dan peluang pun diramal akan menghampiri Indonesia nanti.

Menurut ramalan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), tinggi-rendah pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024 akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan geopolitik dunia. Dari sisi perekonomian global, khususnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa lain yang sudah mulai bangkit, namun belum cukup kuat, ditambah perekonomian China yang anjlok membuat pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan bakal melambat.

“Yang kami sulit untuk memprediksi adalah tensi geopolitik. Ukraina-Rusia, Israel-Palestina, ini juga akan memberikan warna terhadap bagaimana ekonomi global tahun ini dan tahun depan akan tercapai,” kata Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto, dalam gelaran Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024, Rabu (6/12).

Karena berbagai kondisi yang tidak menentu ini, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023 sebesar 2,9% dan melemah di 2024 menjadi 2,7%. Dana Moneter Internasional (IMF) di sisi lain, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 tetap sebesar 3%, sedangkan di tahun depan turun menjadi 2,9%.

Dari sisi Indonesia, perlambatan ekonomi sudah terlihat di kuartal III kemarin,. Produk domestik bruto (PDB) domestik hanya sebesar 4,94% secara tahunan (yoy). Capaian ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi di kuartal sebelumnya yang mencapai 5,17% (yoy).

“Jadi ini di bawah ekspektasi, karena APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) menghendaki target pertumbuhan kita 5,3% dan sepanjang 2023 kita enggak pernah mencapai level 5,3%. Tertinggi hanya 5,17%,” ujar Eko.

Dari sisi pengeluaran, ekonomi Indonesia hanya ditopang oleh konsumsi domestik yang masih tumbuh di level 5,06%. Sedangkan konsumsi pemerintah, justru menyumbang penurunan, karena tumbuh negatif di angka minus 3,76%.

Pada saat yang sama, kinerja dunia usaha dan inflasi yang tumbuh moderat, cenderung melemah, tidak mampu mendongkrak perekonomian nasional untuk tumbuh lebih tinggi. Hal ini kemudian diperparah dengan akselerasi belanja negara yang gagal dilakukan pemerintah.

Sponsored

“Setelah evaluasi dari Indef di 2023 dan sedikit me-review di 2022, kami melihat sejumlah indikator ini secara umum ekonomi 2024 tidak setinggi dari asumsi makro. Karena tantangannya cukup banyak,” beber Eko.

Tidak hanya itu, Indef pun melihat kenikmatan windfall alias berkah dari melambungnya harga-harga komoditas dunia segera berakhir. Dampaknya, nilai ekspor Indonesia bisa terus merosot di tahun 2024. Karenanya, Indef memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024 ada di angka 4,8% atau lebih rendah dari target pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Undang-Undang APBN 2024 yang sebesar 5,2%. Kemudian, inflasi diperkirakan berada di kisaran 3,2%, sedikit lebih tinggi dari asumsi makro pemerintah yang sebesar 2,8%.

“Secara umum, 4,8% di bawah dari target pemerintah dan ini terkesan pesimis. Tapi di balik pesimisme itu tetap saja di dalam tahun pemilu, ada sektor yang bergerak lebih kencang daripada tahun yang tidak ada pemilu,” imbuhnya.

Makanan dan minuman terkerek

Menurut Eko, sektor-sektor yang bisa terdongkrak lebih tinggi karena adanya Pemilu 2024 yakni makanan dan minuman; pakaian, alas kaki dan perawatan; transportasi dan komunikasi; restoran dan hotel; serta perlengkapan rumah tangga.

Meski begitu, hajatan demokrasi lima tahunan ini tidak memberikan dampak besar pada kinerja industri manufaktur.

“Proyeksi Indef ini menggambarkan kalau ekonomi Indonesia di tahun 2024 tidak mudah, karena dari target 5,2%, kami perkirakan belum bisa dicapai dengan kondisi ekonomi global dan domestik saat ini,” tegasnya.

Karenanya, untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tumbuh, di tengah ancaman ketidakpastian global, menurut Eko, penting bagi pemerintah untuk merancang kebijakan fiskal yang tepat. Di saat yang sama, pemerintah juga perlu mengoptimalkan ruang defisit fiskal, melalui akselerasi belanja pemerintah.

“Defisit pemerintah perlu dioptimalkan untuk mendorong perekonomian. Mudah-mudahan belanja pemerintah tidak lagi menumpuk di akhir tahun,” lanjut dia.

Sementara itu, pemerintah tetap optimistis dapat mencapai pertumbuhan ekonomi di level 5,2% di tahun pemilu nanti. Sejalan dengan ekonomi yang masih akan tumbuh, inflasi diperkirakan akan berkisar di level 2,5%.

Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Adriansyah bilang, keyakinan ini didukung oleh fundamental perekonomian nasional yang masih relatif lebih baik dibandingkan banyak negara di dunia. Selain itu, meski pertumbuhan ekonomi China, yang merupakan mitra dagang utama Indonesia melemah, namun masih ada negara-negara mitra dagang lainnya, salah satunya India. Di mana negara ini diperkirakan tetap akan tumbuh di tahun depan.

“Perekonomian India dan negara-negara Asean yang menjadi mitra dagang Indonesia akan tetap tumbuh pada 2024 dan berpotensi menopang kinerja ekspor kita,” katanya.

Sementara itu, untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan, seperti mengimplementasikan Undang-Undang Cipta Kerja dan mereformasi perizinan usaha berbasis risiko. Pada saat yang sama, untuk menjaga inflasi, khususnya inflasi dari harga pangan bergejolak (volatile food), pemerintah juga telah meluncurkan berbagai upaya untuk menjaga stabilisasi harga pangan.

“Bantuan sosial (bansos) akan tetap disalurkan untuk menjaga daya beli masyarakat, salah satunya melalui penyaluran bantuan beras kepada 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pada 2024,” tutur Ardiansyah.

Berita Lainnya
×
tekid