sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dari mukena hingga sajadah mini: Inovasi fesyen agar tak lupa salat saat traveling

Mukena dan sajadah travel laris manis diburu konsumen termasuk saat Ramadan.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Senin, 17 Apr 2023 19:09 WIB
Dari mukena hingga sajadah mini: Inovasi fesyen agar tak lupa salat saat traveling

Indonesia kembali menjadi negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia pada 2022. Menurut The Royal Islamic Strategic Center (RISSC), populasi muslim di Indonesia mencapai 237,56 juta jiwa, diikuti oleh Pakistan dan India yang masing-masing memiliki penduduk muslim sebanyak 213,26 juta jiwa dan 206,11 juta jiwa.Sementara berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk muslim hingga akhir tahun kemarin mencapai 241,7 juta jiwa. Jumlah itu setara dengan 87,02% dari populasi tanah air yang mencapai 277,75 juta jiwa.

Data tersebut memberikan angin segar bagi industri halal nasional, khususnya fesyen. Pasalnya, dengan jumlah penduduk muslim yang sangat banyak dan bahkan diperkirakan masih akan terus bertumbuh, pangsa pasar pun masih luas dan peluang masih terbuka lebar. Apalagi, belum lama ini perusahaan teknologi periklanan global The Trade Desk (NASDAQ TTD) menemukan bahwa 88% masyarakat Indonesia berencana untuk berbelanja pada bulan Ramadan 2023.

“Lebih dari 53% responden berencana untuk membelanjakan uang Tunjangan Hari Raya (THR) secara daring, daripada menabungkannya,” kata General Manager Indonesia The Trade Desk Purnomo Kristanto, dalam keterangannya kepada Alinea.id, pekan lalu.

Dalam survei yang melibatkan 2.000 penduduk usia dewasa pada November 2022 lalu itu, tercatat 61% responden memilih untuk membeli pakaian dan aksesori yang dapat menunjang penampilannya saat Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah. Kemudian disusul oleh produk kesehatan dan perawatan pribadi yang mencapai 52% dan produk kosmetik dan parfum sebanyak 49%.

“Perempuan menjadi pembelanja daring terbesar selama bulan Ramadan, terlebih generasi milenial, yaitu sebesar 69%. Kemudian laki-laki sebesar 47%, serta orang tua sebesar 45%,” imbuh Purnomo.

Kegiatan konsumtif masyarakat selama Ramadan pun tercermin juga dalam hasil survei terbaru lembaga riset YouGov. Di mana dari 2.067 responden berusia lebih dari 18 tahun, 58% di antaranya memilih untuk membelanjakan uang THR yang didapat. Jumlah yang sama dari responden juga memutuskan untuk menabung dana tersebut. Kemudian diikuti oleh penggunaan untuk donasi atau membayar zakat sebanyak 54%, memberikan hadiah kepada teman dan keluarga sebanyak 47%, membayar hutang atau cicilan 29%, dan menginvestasikan uang THR 27%.

Selanjutnya, 25% responden memilih mengalokasikan dana THR untuk biaya selama mudik. Sedangkan 24% berencana menggunakan dana THR untuk berlibur. “Dari responden yang berencana membelanjakan THR-nya, 82% berencana membeli pakaian, 75% membeli makanan, 53% membeli roti Lebaran dan hampers, 46% akan membeli skincare dan produk kecantikan. Kemudian ada yang berencana membeli sepatu 41%, tas 25%, elektronik dan gadget 24%,” tulis YouGov, dalam laporannya, Jumat (31/3) lalu.

Sementara itu, jenis pakaian yang dibeli tidak hanya terbatas pada pakaian muslim atau gamis wanita dan baju koko pria saja, melainkan juga produk fesyen muslim lainnya. Seperti perlengkapan salat yang meliputi mukena untuk perempuan dan kopiah bagi laki-laki.

Sponsored

Seorang pria melakukan ibadah salat. Pixabay.com.

Desainer Lisa Fitri mengungkapkan, ihwal perlengkapan salat, khususnya mukena, di tahun ini memiliki tren berbahan parasut atau silk. Tren ini sekaligus juga menjawab kebutuhan para perempuan muslim sekarang yang membutuhkan sesuatu termasuk alat salat yang ringkas, sehingga mudah dibawa kemana-mana dan dimasukkan ke tas yang minimalis.

“Jadi kayak mukena traveling masih banyak diminati. Karena tidak hanya untuk keperluan luar kota saja, tapi juga untuk aktivitas sehari-hari, seperti buat dibawa ke kantor, hangout, dan sebagainya. Walaupun bentuknya besar dan panjang, tapi bisa dilipat menjadi kecil,” jelasnya, kepada Alinea.id, Minggu (16/4).

Untuk menangkap berbagai peluang tersebut salah satu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) asal Bandung, Jawa Barat Alif Modern Wear pun mengembangkan bisnisnya dengan berdasarkan tren yang ada. Brand Manager Alif Modern Wear Nurulliani bilang, meski sempat mengalami kesulitan di awal membuka usaha, jenama fesyen muslim ini mampu bertahan dan bersaing dengan jenama-jenama lainnya. Padahal, Alif Modern Wear dapat dikatakan masih seumur jagung, karena baru didirikan pada pandemi 2020 lalu.

 

 

“Sejak awal berdiri kami sudah fokus berjualan di online, lewat media sosial, website kami sendiri dan juga mulai masuk ke e-commerce,” jelas Nurul, saat dihubungi Alinea.id, Jumat (14/4).

Dengan strategi ini, produsen mukena dan sajadah serta hijab ini pun berhasil mencatatkan penjualan yang cukup besar. Khusus untuk mukena berukuran mini, bahkan mampu menyentuh penjualan hingga lebih dari 1.000 paket setiap bulannya.

“Sejak berjualan di marketplace, mukena kami juga banyak dipesan dari daerah-daerah di luar Jawa. Pesannya pun juga bukan dalam jumlah sedikit,” imbuhnya.

Sementara itu, untuk melengkapi kebutuhan ibadah khususnya di bulan Ramadan, Alif Modern Wear merilis koleksi motif Hanami yang menggunakan parasut premium Korea. Selain itu juga berinovasi dengan merilis mukena couple ibu dan anak hingga hampers yang tampilannya lebih maksimal dibandingkan tahun sebelumnya.

Di saat yang sama, untuk memperluas jangkauan pasarnya, Alif Modern Wear juga menjual mukena travel size-nya di vending machine mukena yang terletak di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta dan Trans Studio Mall, Bandung. Inovasi ini, lanjut Nurul, juga sebagai alternatif pembelian mukena Alif Modern Wear karena sampai saat ini produk-produk dari brand-nya ini hanya dipasarkan secara daring dan tidak memiliki toko offline.

"Kami berharap di bulan suci ini, Alif semakin lebih dikenal sebagai brand yang memenuhi kebutuhan ibadah saat kapan dan dimanapun. Karena selain melengkapi alat sholat, niat beribadah juga jadi hal utama dalam menjalani keseharian, tak terkecuali saat berpuasa,” ucapnya.

Sama halnya dengan mukena, sajadah yang masuk dalam set alat ibadah juga memiliki tren serupa, yaitu berukuran minimalis. Berangkat dari keprihatinan akan banyaknya anak muda yang seringkali lupa untuk membawa alat salat kemana-mana, padahal gadget selalu di genggaman, membuat Direktur PT. Suminar Margaria Fashindo Annisa Herdyana menciptakan mukena dan sajadah yang dapat dilipat menjadi ukuran kecil.

Bahkan, karena inovasinya itu, pemilik brand DS Modest itu berhasil mendapat penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai pencipta rekor baru ‘mukena dengan lipatan terkecil’ atas produk DS Mukena atau yang dulu bernama Karita Jogjakarta pada 2007. 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by DS MODEST (@ds.modest)

 

“Pada saat itu, ukuran mukena masih relatif besar memakan tempat jadi menyulitkan untuk dibawa. Akhirnya muncullah keinginan untuk menciptakan mukena yang berukuran kecil ketika dilipat dan sangat ringan,” jelasnya, saat dihubungi Alinea.id, belum lama ini.

Untuk kemasan mukena, Annisa bilang ukurannya adalah 10,5 x 7,5 x 3 cm dengan berat 1,5 ons dan bisa dilipat menjadi 9 lipatan. Sementara untuk sajadah yang juga pernah mendapat MURI sebagai ‘sajadah dengan sistem gulung terkecil’ memiliki ukuran 12 cm x 2,5 cm. Dengan ukurannya yang kecil ini membuat sajadah mudah digenggam dan praktis dibawa kemanapun.

"Sampai saat ini, brand DS dengan nama akun Instagram @ds.modest sudah mendistribusikan produknya di 22 toko ritel di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur," kata Annisa.

Dari segi harga, Annisa tidak muluk-muluk. Ia berpegang teguh pada tagline-nya, yaitu ‘mudahkan ibadahmu’. Berangkat dari sini, ia memberi range pilihan alat ibadah yang dapat dibeli mulai dari Rp149.000 untuk alat ibadah travel dan Rp59.000 untuk sajadah genggam. Namun, untuk konsumen yang ingin lebih eksklusif DS mukena juga menyediakan sepaket isi mukena dan sajadah di harga Rp1 juta.

Tak hanya DS Modest, brand Sujud, juga mengusung alat salat dengan tema minimalis dan praktis. Dimas Ambara salah satu pendiri Sujud bilang, berbekal kegagalan dari bisnis-bisnis sebelumnya, dia dan sahabatnya Muhammad Yogi Ramadhan pun memutuskan untuk berbisnis sajadah setelah melakukan berbagai riset.

Berbeda dengan sajadah kebanyakan yang cenderung berukuran besar dan tebal, Sujud membuat sajadah yang bisa dilipat, praktis dan mudah dibawa seukuran dompet dan saku. “Sajadah adalah alat ibadah yang musti dibawa seorang muslim saat beribadah. Itu sebabnya, kami berusaha memproduksi sajadah dengan kualitas tinggi untuk memenuhi tuntutan pasar,” kata Yogi, yang juga CTO Sujud, kepada Alinea.id, Rabu (12/4).

Sementara itu, meski baru berdiri sejak Februari 2020, namun setiap bulannya sajadah Sujud dapat terjual hingga lebih dari 500 lembar per bulan dan omzet mencapai Rp200 juta. Tidak hanya itu, sajadah portable ini pun juga telah menjangkau 30 negara di dunia.

 

 

Yogi bilang, kesuksesan itu tak lain karena strategi pemasaran digital yang dilakukan Sujud. Sehingga tak heran, Sujud mampu menyentuh pasar milenial dengan mudah. Tidak hanya itu, untuk menyokong promosi produk, Yogi dan Dimas pun tak ragu untuk menggaet pemengaruh (influencer).

“Meskipun sajadah termasuk salah satu pernak-pernik yang islami, namun dalam pembuatannya kami juga memberikan kebebasan bagi para pelanggan untuk memesan sesuai dengan motif maupun model yang mereka inginkan,” imbuhnya.

Setelah sukses dengan produk sajadah travel-nya, kini Sujud juga mengembangkan produk lain seperti Sarung Batik, Mukena Travel, Hijab Bergo, hingga Syar’i Sport Jacket. Di mana keseluruhan produk tersebut menyasar para traveller.

Berita Lainnya
×
tekid