sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ombudsman dorong pemerintah lakukan perbaikan regulasi BPJS Ketenagakerjaan

Ombudsman memberikan waktu selama 30 hari kerja untuk melaksanakan tindakan korektif sejak diterimanya LAHP.

Gempita Surya
Gempita Surya Rabu, 06 Jul 2022 20:29 WIB
Ombudsman dorong pemerintah lakukan perbaikan regulasi BPJS Ketenagakerjaan

Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menilai, ada kesenjangan antara BPJS Ketenagakerjaan dengan pekerja yang terdaftar sebagai peserta program dari lembaga tersebut. Ini berkaitan dengan maladministrasi pelayanan BPJS Ketenagakerjaan yang ditemukan Ombudsman.

Menurut Hery, sosialisasi dan edukasi terkait program BPJS Ketenagakerjaan seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) masih sangat minim di kalangan peserta program.

"Peserta banyak tidak tahu, bagaimana cara klaim, berapa besar dana yang dia miliki, JHT-nya segala macam. Nah ini yang terputus, yang tidak sampai level pekerja di grassroot itu," kata Hery usai konferensi pers laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (6/7).

Lemahnya pembinaan dan pengawasan terhadap program BPJS Ketenagakerjaan ini merupakan permasalahan sistemik. Hal ini merujuk pada regulasi dasar yang mengatur program BPJS Ketenagakerjaan.

"Yang kami cermati ini problemnya sistem. Bukan semata-mata oleh BPJS sendiri, tapi sistem yang dari UU BPJS, PP 45/2015, PP 46/2015, dari Permenaker-nya," ujar Hery.

Selain itu, ketidakpatuhan dan terbatasnya jumlah pengawas ketenagakerjaan menyebabkan terjadinya pembiaran. Hery menilai, hal ini merugikan pekerja.

Untuk itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan regulasi secara menyeluruh.

"Problem sistemik inilah yang kami lihat, bahwa ini harus diselesaikan secara perbaikan regulasi yang menyeluruh dari level undang-undang, PP, Permen, kemudian peraturan direksi ketenagakerjaan itu sendiri," terangnya.

Sponsored

Hery turut menyoroti masalah terkait pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Ia menyebut, sanksi yang dijatuhkan atas ketidakpatuhan pemberi kerja yang sudah mendaftarkan pekerjanya lebih berat daripada pemberi kerja yang belum mendaftarkan pekerjanya ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

Menurutnya, pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan perlu ditindak tegas dan diberikan sanksi yang setara.

“Seharusnya bagi pelanggaran berupa tidak menjalankan kewajiban mendaftarkan pekerja sebagai Peserta BPJS dapat diberikan sanksi yang setara berupa denda dan pidana,” tegasnya.

Upaya perbaikan regulasi tersebut didorong dalam tindakan korektif yang diberikan Ombudsman kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Untuk itu, Ombudsman meminta Menko Bidang Perekonomian membuat perencanaan dan penyiapan peraturan pemerintah terkait program PBI terhadap pekerja yang berstatus penyandang masalah sosial sesuai amanat Pasal 19 ayat 5 huruf d UU 24 Tahun 2011.

Kemudian, Menko Bidang Perekonomian diminta menyusun perencanaan bagi penyempurnaan regulasi, yakni revisi Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Menko Bidang Perekonomian juga diminta untuk merevisi atau mengusulkan kepada DPR untuk merevisi Pasal 17 dan Pasal 55 UU BPJS yang mengatur sanksi administrasi bagi pelaku usaha yang tidak mendaftarkan pekerja ke BPJS ketenagakerjaan.

"Ombudsman memberikan waktu selama 30 hari kerja untuk melaksanakan tindakan korektif sejak diterimanya LAHP, dan Ombudsman akan melakukan monitoring terhadap perkembangan pelaksanaannya," pungkas Hery.
 

Berita Lainnya
×
tekid