PT Pertamina (Persero) mengimbau masyarakat pengguna liquified petroleum gas (LPG) nonsubsidi tidak beralih memakai LPG subsidi atau yang biasa dikenal dengan gas melon.
"Kami mengimbau agar pengguna LPG nonsubsidi tidak beralih ke LPG subsidi," papar Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Sub Holding Pertamina Commercial & Trading, Irto Ginting, kepada Alinea.id, Selasa (28/12).
Dirinya mengatakan, Pertamina akan terus melakukan pemantauan stok dan penyaluran LPG kepada masyarakat. Selain itu, mengedukasi agar penyaluran tepat sasaran.
"Kami juga terus akan melakukan edukasi untuk memastikan penyaluran LPG yang tepat sasaran. Ini akan dilakukan bersama-sama dengan seluruh stakeholder dan masyarakat," paparnya.
Sebelumnya, per Sabtu (25/12), Pertamina menaikkan harga LPG nonsubsidi berkisar Rp1.600–Rp2.600 per kg. Kebijakan itu membuat disparitas harga semakin jauh dengan LPG subsidi.
Irto menerangkan, kenaikan ini dalam rangka merespons tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang 2021. Pada November lalu, CPA mencapai US$847 per metrik ton, harga tertinggi sejak 2014 atau meningkat 57% sejak Januari silam.
"Penyesuaian harga LPG nonsubsidi terakhir dilakukan 2017. Harga CPA November 2021 tercatat 74% lebih tinggi dibandingkan penyesuaian harga empat tahun yang lalu," ucapnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, harga LPG yang dijual Pertamina saat ini masih terbilang kompetitif, yakni sekitar Rp11.500 per kg pada 3 November.
Jika dibandingkan negara lain, seperti Vietnam yang harganya sekitar sekitar Rp23.000 per kg, Filipina sekitar Rp26.000 per kg, dan Singapura sekitar Rp31.000 per kg, maka LPG yang dijual Pertamina masih lebih murah.
"Untuk Malaysia dan Thailand, harga LPG relatif rendah karena adanya subsidi dari pemerintah masing-masing," katanya.