sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Strategi bisnis dan investasi pada Tahun Tikus Logam 2020

Investor perlu memiliki strategi khusus untuk investasi dan bisnis pada Tahun Tikus Logam 2020.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Selasa, 07 Jan 2020 07:31 WIB
Strategi bisnis dan investasi pada Tahun Tikus Logam 2020

Tahun Tikus Logam 2020 menurut perhitungan kalender Tionghoa akan dimulai pada 25 Januari 2020. Sejumlah strategi mulai disusun untuk menghadapi iklim bisnis dan investasi sepanjang 2020.

Tikus Logam menurut ahli fengsui Ferry Wong merupakan tahun yang penuh dengan utang piutang, kealotan, dan keras kepala. Namun, tahun ini juga bisa tampak indah dan berkilau layaknya emas nan menggiurkan bagi banyak orang. Akibatnya, bakal terjadi perebutan hingga pertikaian.

Tak perlu khawatir, Ferry bilang sejumlah elemen bakal bernasib baik pada 2020. Elemen-elemen itu adalah tanah, logam, dan air. Sebaliknya, elemen kayu dan api kudu waspada pada Tahun Tikus Logam.

"Beberapa bisnis yang berkaitan dengan elemen tanah seperti pertanahan, properti, pertambangan, asuransi, pengolahan, dan makanan akan mengalami nasib baik," ujar Ferry ketika berbincang dengan reporter Alinea.id pada akhir 2019.

Selain elemen tanah, bisnis yang berkaitan dengan elemen logam seperti di bidang teknologi, teknoligi finansial, telepon selular, otomotif, mesin, komputer, perawatan kulit, kesehatan, dan perbankan, juga diprediksi bakal mereguk cuan.

Pun demikian dengan bisnis yang berkaitan dengan elemen air seperti distribusi, pengepakan, pengiriman, jasa penitipan, transportasi, komunikasi, minuman, minyak dan gas, bakal bernasib baik tahun ini.

Kondisi berkebalikan terjadi pada bisnis-bisnis berelemen kayu dan api yang diramalkan harus diwaspadai. Elemen kayu misalnya bisnis tekstil, fesyen, buku, publikasi, koran, majalah, kertas, perhutanan, perkayuan, dan mebel kayu.

"Sedangkan bisnis yang berkaitan dengan elemen api yang patut diwaspadai adalah hiburan, keuangan, saham, fesyen, energi, mainan, restoran, cafe, dan penerbangan," tuturnya.

Sponsored

Saat diterjemahkan ke dalam strategi bisnis dan investasi, Equity Analyst PT Artha Sekuritas Nugroho Fitriyanto, menilai Tahun Tikus Logam menjadi tahun penuh tantangan.

Tahun ini, kata dia, tren manufaktur global tengah tergelincir turun. Volume perdagangan internasional terkoreksi akibat ketegangan urat saraf perang dagang antara Amerika Serikat dan China

Terlebih, awal 2020, ketegangan muncul di Timur Tengah akibat perseteruan Amerika Serikat dan Iran. Hal itu tentu mengerek harga minyak mentah dunia. Namun, masih ada harapan perbaikan pada tahun ini.

"Potensi perbaikan didorong oleh fase pertama kesepakatan perdagangan AS-China, di mana kami percaya ini menjadi titik awal untuk kesepakatan dagang lanjutan dan mendorong perdagangan internasional menjadi lebih baik," kata Nugroho saat dihubungi terpisah.

Faktor pendorong berikutnya adalah adanya pelonggaran kebijakan moneter dunia. Tren suku bunga yang turun diharapkan Nugroho dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi global.

Harga komoditas utama Indonesia menurut Nugroho menjadi faktor pendorong berikutnya. Kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO), diproyeksi mampu menekan defisit neraca perdagangan Indonesia.

"Sehingga rupiah diproyeksi masih akan stabil pada 2020 dan dapat menopang kenaikan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)," urainya.

Setali tiga uang, analis Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata menilai pertengkaran kedua antara Negeri Paman Sam versus Negeri Tirai Bambu masih sangat mungkin terjadi.

"Pertengkaran kedua masih cukup terbuka dan akan tetap volatil sampai pemilihan presiden AS," tuturnya.

Sementara itu, Senior Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan, memandang kondisi ekonomi dalam negeri bakal menambah berat sentimen dari perang dagang AS-China.

"Tahun 2020 akan ada beberapa upaya dari pemerintah mendorong kegiatan bisnis dan kemudahan melakukan bisnis (ease of doing business), salah satunya lewat omnibus law," ujar Valdy pada kesempatan lain.

Emas batangan bertuliskan Tahun Baru 2020. / Pixabay

Peluang cuan

Dengan sentimen yang datang dari dalam maupun luar negeri, perencana keuangan profesional sekaligus Managing Director Finansialku Melvin Mumpuni, memandang investasi surat utang bakal meraup pundi-pundi untuk pada Tahun Tikus Logam. 

Alasannya menurut Melvin lantaran kemungkinan suku bunga acuan Bank Indonesia bakal kembali dipangkas. Artinya, imbal hasil investasi di dalam portofolio surat utang bakal terungkit.

"Kalau saham, banyak ekonom yang bilang akan terjadi perlambatan ekonomi. Perlambatan ekonomi ini menyebabkan banyak pendapatan perusahaan turun atau menyebabkan harga saham mereka turun," tutur Melvin secara terpisah.

Saat ekonomi melambat, kata Melvin, maka tak sedikit harga saham emiten-emiten blue chips berfundamental oke bakal terkoreksi. Nah, saat itulah waktu yang tepat bagi investor untuk masuk dan mengoleksi saham-saham blue chips dengan harga diskon.

Bagi investor yang tak ingin mengambil risiko besar, Melvin menyarankan agar mengambil instrumen investasi emas. Logam mulia, bagi Melvin merupakan instumen paling aman sebagai safe heaven ketika kondisi ekonomi global belum stabil.

Lantas, untuk porsi investasi menurut Melvin memiliki rumus 30-40-30 pada Tahun Tikus Logam. Artinya, sebanyak 30% dana akan dialokasikan untuk investasi pada instrumen yang sifatnya likuid, seperti emas, deposito, dan reksa dana pasar uang.

"Kemudian 40% alokasi investasi saya akan saya taruh di surat utang dan peer-to-peer lending (p2p lending), dan sisanya 30% di saham," kata Melvin menjelaskan.

Alokasi dana investasi diperoleh dari pendapatan sebesar 20%. Sedangkan, kewajiban berupa cicilan utang, tidak boleh lebih dari 35% dari total pendapatan bulanan. Namun, tentu proporsi itu bakal bergantung pada kebutuhan masing-masing individu investor.

"Contoh apabila pemula yang tak pernah berinvestasi dan ingin memulai, coba belajar dulu. Paling tidak, dia sudah tahu ke mana dia mau berinvestasi," ujarnya.

Jika ingin belajar investasi saham atau reksa dana, Melvin menyarankan pemula untuk membuka rekening dana nasabah terlebih dahulu. Kemudian, mulai berinvestasi dengan nominal kecil, misalnya menabung saham Rp500.000 atau reksa dana Rp100.000. Begitu sudah berjalan, Melvin menyarankan investasi tersebut harus mulai dioptimalkan dengan membuat target.

Khusus untuk strategi investasi reksa dana yang belakangan mengalami penurunan performa, Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich, menganjurkan sebaiknya investor menggabungkan antara jenis investasi dan karakter underlying reksa dananya.

"Misalnya reksa dana saham untuk jangka panjang, reksa dana pendapatan tetap untuk jangka menengah, dan reksa dana pasar uang untuk jangka pendek," kata Farash.

Farash pun mengatakan investor harus mempertimbangkan reksa dana yang underlying-nya berbasis saham likuid seperti LQ45 atau IDX30. Lalu, untuk reksa dana pendapatan tetap, investor bisa berinvestasi di Exchange Traded Fund (ETF), Surat Utang Negara (SUN), dan pasar uang.

Papan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). / Antara Foto

Pasar modal

Selanjutnya, untuk berinvestasi di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sektor apa saja yang perlu diperhatikan pada Tahun Tikus Logam 2020?

Nugroho Fitriyanto dari Artha Sekuritas melihat saham-saham di sektor pertambangan logam, perbankan, dan barang-barang konsumsi, cukup menarik pada 2020. Di sektor pertambangan menurut Nugroho yang memiliki prospek mujur adalah emas dan nikel.

"Kami suka di emas dan nikel utamanya karena kenaikan harga di mana hal ini turut mendukung pertumbuhan pendapatan dan peningkatan margin. Kenaikan harga nikel dan emas kita lihat akan berlanjut pada 2020," kata Nugroho.

Untuk sektor perbankan, Nugroho melihat pertumbuhan kredit masih bakal membaik pada 2020 seiring dengan proyeksi makro ekonomi yang positif. Meskipun demikian, Nugroho mengingatkan likuiditas perbankan saat ini terbilang masih cukup ketat.

Saham-saham dari sektor consumer, Nugroho mengatakan masih akan tumbuh positif karena didukung oleh penjualan eceran yang masih terkerek pada Tahun Tikus Logam 2020.

"Selain itu, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang naik tinggi pada November 2019 bisa kita pakai untuk memprediksi pola konsumsi masyarakat ke depannya," ujar dia. Nugroho pun optimistis pada 2020 IHSG akan mendarat di level 6.700.

Terpisah, analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji, melihat dari kebijakan pemerintah yang berupaya memajukan sumber daya manusia (SDM), saham-saham dari sektor consumer, finansial, dan properti bisa dipertimbangkan.

"Tahun 2020 konsumsi akan meningkat sehingga bisa mendorong sektor properti itu sendiri," katanya.

Nafan pun meyakini sektor properti bisa rebound setelah pada 2019 mengalami perlambatan. Hal tersebut, kata Nafan, tercermin dari kinerja pra penjualan yang perlahan menunjukkan perbaikan.

Selain itu, saham-saham di sektor telekomunikasi, kata Nafan, bisa dipertimbangkan. Sebab, sektor telekomunikasi mendukung digitalisasi di sektor-sektor lain, terutama perbankan. Nafan pun memberikan perkiraan rentang cukup tinggi untuk kinerja IHSG pada 2020, yaitu level 7.265.

Sementara Liza Camelia Suryanata dari Henan Putihrai Sekuritas, menyarankan investor untuk melirik saham-saham di sektor consumer.

Sementara untuk saham yang harus diperhatikan, ada pada sektor pertambangan karena cenderung bergerak volatil. Liza pun melihat untuk tahun 2020, kinerja saham sektor tambang masih cenderung susah payah untuk terangkat.

"Saham-saham sektor tambang cukup sensitif terhadap berita. Boleh dipakai untuk untuk jangka pendek atau trading pada saham yang memang news driven," ujarnya.

Dia memperkirakan rentang IHSG tahun 2020 terbilang cukup konservatif. Ia mengatakan IHSG akan berada pada rentang level 6.600, seperti pada level tertinggi IHSG tahun 2019.

Sementara itu Valdy Kurniawan dari Phintraco Sekuritas merekomendasikan untuk berinvestasi pada saham-saham blue chips terutama sektor perbankan dan konstruksi. Sebab, Valdy melihat fokus pemerintah masih berada di infrastruktur dan akan ada belanja APBN.

"Akan ada tambahan proyek, ditambah upaya pemerintah menarik investasi masuk ke Indonesia. Kalau investasi masuk ke Indonesia, realisasinya bentuk pabrik dan lain sebagainya yang butuh konstruksi," ujar dia.

Dengan begitu, lanjut Valdy, proyek-proyek tersebut akan membutuhkan pendanaan yang sumber terbesarnya masih berasal dari sektor perbankan.

Untuk saham di sektor consumer, Valdy melihat saham-saham tersebut bersifat defensif sehingga bisa digunakan untuk penyeimbang portofolio.

"Saham yang perlu dikasih perhatian lebih itu ada saham sektor komoditas. Kenapa, karena di situ ada banyak kebijakan yang masih dibahas," kata Valdy.

Apabila perdagangan global masih cenderung turun dan negatif, Valdy mengatakan harga komoditas juga masih akan terkontraksi. Kenaikan yang terjadi pada akhir 2019 disebabkan karena siklus berupa musim hujan.

"Sehingga, produksi menjadi turun, cadangan turun, hukum supply and demand terjadi," ucap dia.

Valdy pun memperkirakan IHSG akan berada pada rentang 6.800 tahun ini, apabila kebijakan pemerintah yang positif bisa didukung oleh kondisi ekonomi global yang baik.

Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). / Facebook Kementerian BUMN

Emiten BUMN

Hingga akhir tahun 2019, tercatat ada 20 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah menjadi perusahaan publik di PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, tidak ada perusahaan BUMN baru yang melantai di BEI sejak PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menggelar penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) pada 11 Februari 2011 dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. (SMBR) pada 28 Juni 2013.

Direktur Utama BEI Inarno Djajadi berharap pada 2020, ada lima perusahaan BUMN maupun anak usahanya yang bisa melantai di bursa.

Lalu, bagaimana dengan prospek saham-saham BUMN yang sudah ada di bursa?

Nugroho meramal untuk saham-saham BUMN yang masih menarik, berasal dari sektor pertambangan dan perbankan. Investor, kata Nugroho, bisa mencoba berinvestasi di saham PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. (ANTM) atau perbankan seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI).

"Untuk prospek anak usaha BUMN melakukan IPO, kami melihat yang berpotensi adalah yang saat ini memiliki utang cukup tinggi seperti emiten-emiten konstruksi," ujar Nugroho.

Nugroho melanjutkan, dengan IPO tersebut, diharapkan dapat memperbaiki struktur modal anak-anak usaha tersebut, serta mendapatkan permodalan yang cukup untuk melanjutkan proyek yang saat ini tengah berjalan.

Sementara itu, Direktur Anugrah Mega Investama Hans Kwee, melihat saham milik emiten semen seperti PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) akan cukup menggeliat karena sektor properti diperkirakan akan bangkit 2020.

Sementara untuk saham BUMN lainnya, Hans melihat selama ini pemerintah masih banyak melakukan intervensi kebijakan emiten-emiten BUMN.

"Pemerintah jangan terlalu intervensi kebijakan BUMN karena mereka perusahaan terbuka. Biarkan mekanisme pasar mengatur mereka," tuturnya. 

Berita Lainnya
×
tekid