sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tingkat ketimpangan gini ratio di Indonesia membaik

Tingkat ketimpangan pengeluaran di Indonesia semakin membaik dengan koefisien gini (gini ratio) 0,389 dari sebelumnya 0,391 poin.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Senin, 16 Jul 2018 21:01 WIB
Tingkat ketimpangan gini ratio di Indonesia membaik

Tingkat ketimpangan pengeluaran di Indonesia semakin membaik dengan koefisien gini (gini ratio) 0,389 dari sebelumnya 0,391 poin.

Koefisien Gini atau Indeks Gini merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai Koefisien Gini berkisar antara 0 hingga 1. Koefisien Gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, pada Maret 2018 tingkat ketimpangan penduduk Indonesia yang diukur oleh Rasio Gini adalah adalah 0,389. Menurun 0,002 poin sejak September 2017.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, angka tersebut menurun sebesar 0,002 poin, jika dibandingkan dengan Rasio Gini September 2017 yang sebesar 0,391 poin. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Rasio Gini Maret 2017 yang sebesar 0,393 poin, turun sebesar 0,004 poin. 

Gini ratio di daerah perkotaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,401, turun dibandingkan dengan September 2017 sebesar 0,404, dan Maret 2017 sebesar 0,407. 

Sementara itu, tingkat ketimpangan di daerah perdesaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,324, naik sebesar 0,004 poin jika dibandingkan dengan Maret 2017 dan September 2017 yang sebesar 0,320. 

"Gini ratio di pedesaan menjadi meningkat, karena mereka itu kan termasuk 40% lapisan ke bawah. Karena itu, upaya ke depan, inflasi harus terjaga sehingga tidak membuat upah harian turun. Konsumsi kenaikan pendapatannya juga lumayan tinggi," jelas Suharyanto di kantor BPS, Senin (16/7).

Dijelaskan Suharyanto, untuk menurunkan gini ratio dan kemiskinan merupakan masalah multi dimensional, yang artinya tidak ada kebijakan tunggal untuk bisa bisa menurunkan angka statistik tersebut. Karena harus melihat, bukan hanya sosial, ekonomi, bahkan ke depan menyangkut terhadap lingkungan. 

Sponsored

Dia menilai, pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tak cukup menurunkan rasio gini lantaran tidak menyentuh masyarakat kelas bawah. Artinya, sektor padat karya, seperti pertanian, industri, dan perdagangan harus tumbuh tinggi agar bisa dinikmati banyak orang.

"Jadi, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas itu perlu. Karena kalau itu terjadi, dampaknya ke bawah. Mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Harus diarahkan ke sana dan memberikan kesempatan pada mereka di bawah," ujarnya. 

Pada Maret 2018, distribusi pengeluaran pada kelompok 40% terbawah sebesar 17,29%. Artinya pengeluaran penduduk berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,47%, yang artinya berada pada kategori ketimpangan sedang. 

Sementara untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,15%, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah.

Provinsi yang mempunyai Rasio Gini pada Maret 2018, tertinggi tercatat di Provinsi D.I Yogyakarta, yaitu sebesar 0,441 sementara yang terendah tercatat di Provinsi Bangka belintung dengan Gini Ratio sebesar 0,281. 

Tercatat, sebanyak delapan provinsi dengan angka Rasio Gini lebih tinggi dari Nasional, di antaranya Provinsi D.I Yogyakararta (0,441), Sulawesi Tenggara (0,409), Jawa Barat (0,407), Gorontalo (0,403), Sulawesi Selatan (0,397), Papua Barat (0,394), Sulawesi Utara (0,394), dan DKI Jakarta (0,394). 


Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid