sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Arab Saudi dan UEA janji tetap solid soal Yaman

Hubungan kedua sekutu ini dikabarkan retak menyusul penarikan pasukan UEA dari Yaman.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Senin, 26 Agst 2019 14:16 WIB
Arab Saudi dan UEA janji tetap solid soal Yaman

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab pada Senin (26/8) berjanji untuk menjaga koalisi mereka dalam melawan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, UEA telah mengumumkan penarikan pasukannya dari Yaman.

Komunike bersama itu diumumkan ketika Houthi meluncurkan setidaknya enam rudal balistik dan dua serangan pesawat tanpa awak ke Arab Saudi di tengah kabar keretakan Riyadh dan Abu Dhabi.

Pernyataan yang disampaikan oleh kantor berita UEA dan Arab Saudi menyebutkan, upaya politik, militer, bantuan dan pembangunan kedua negara akan berlanjut. Disampaikan pula bahwa keduanya menolak dan mengutuk tuduhan dan kampanye pencemaran nama baik yang menargetkan UEA sejak keputusannya pada Juni untuk mulai menarik pasukannya dari Yaman.

UEA belum secara terbuka mengakui berapa banyak pasukannya yang ditarik dari Yaman. Namun, para pejabat Yaman menuturkan bahwa kekuatan pasukan UEA turun sebanyak 75% dari sekitar 10.000 tentara.

Penarikan pasukan UEA terjadi di tengah ketegangan yang meningkat antara Iran dan AS pascaruntuhnya kesepakatan nuklir Iran 2015. Ini dinilai menunjukkan kekhawatiran Abu Dhabi soal pecahnya konflik bersenjata sehingga penting menyiagakan pasukan di dalam negeri.

Pasukan UEA sendiri tidak terlibat langsung dalam pertempuran di garis depan. Mereka mengorganisir pasukan lokal dan menangani operasi intelijen di selatan Yaman.

Penarikan pasukan UEA dari Yaman memicu cercaan dari kalangan intelektual Arab Saudi.

Dalam beberapa hari terakhir, Menteri Luar Negeri Bahrain, yang negaranya memiliki hubungan dekat dengan Arab Saudi juga melibatkan diri dalam situasi tersebut. Via Twitter dia mengatakan bahwa darah yang tumpah akibat perang Emirat tidak terhapus oleh pernyataan yang menyangkalnya.

Sponsored

Sinyal bagi Arab Saudi?

Kemitraan Arab Saudi dan UEA disebut yang terdekat di Timur Tengah. Kedekatan keduanya bermula dari beberapa dekade lalu, dibentuk oleh antipati terhadap Iran dan kesamaan sebagai penganut Suni.

Jadi, ketika Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) melancarkan perang melawan pemberontak Houthi empat tahun lalu, tidak mengherankan jika UEA bergabung. Kedua negara juga telah memelopori embargo terhadap Qatar dan mendukung sanksi Amerika Serikat terhadap Iran.

Arab Saudi dan UEA secara finansial juga menyokong Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi. Ada kedekatan pribadi yang disebut terjalin antara MBS dan Putra Mahkota UEA Pangeran Mohammed bin Zayed.

Tetapi keretakan dinilai mulai muncul dalam aliansi itu ketika perang di Yaman menuju jalan buntu dan terdapat perbedaan taktik dalam menghadapi perilaku Iran di Teluk. Bukan tidak mungkin renggangnya hubungan kedua sekutu akan membuat sakit kepala AS, yang sudah frustasi dengan pertengkaran Arab Saudi Cs dan Qatar.

Tujuan awal perang Yaman adalah untuk menumpulkan pengaruh Iran lewat pemberontak Houthi. Tapi, Operation Decisive Storm, telah memicu bencana kemanusiaan yang besar.

UEA dianggap telah menyimpulkan bahwa perang di Yaman tidak dapat dimenangkan dan terlalu mahal untuk terus dilanjutkan. Mereka mulai menarik pasukannya di Yaman pada Juli, meski tetap berkomitmen untuk melancarkan perang kontraterorisme terhadap afiliasi Al Qaeda dan ISIS di Yaman.

Kehadiran militer UEA di Yaman memang tidak besar, namun memiliki pengaruh besar dengan faksi-faksi di selatan sementara Arab Saudi bekerja sama dengan pemerintahan Yaman yang diakui secara internasional.

Bulan lalu, seorang pejabat senior UEA menggambarkan penarikan pasukan sebagai pergerakan strategis dan mengatakan bahwa UEA telah melatih sekitar 90.000 tentara di Yaman.

"Komitmen kami di Yaman tetap. Kami adalah bagian dari koalisi. Diskusi mengenai penarikan pasukan telah berlangsung selama lebih dari setahun," ungkap pejabat itu.

Namun, para analis melihat langkah UEA itu sebagai sinyal kepada MBS bahwa sudah waktunya untuk mengakhiri perang. (The Washington Post dan CNN)

Berita Lainnya
×
tekid