sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pasca-kecelakaan Ethiopian Airlines, AS: Boeing 737 Max 8 laik terbang

Saat banyak maskapai di dunia berbondong-bondong menerapkan larangan terbang bagi Boeing 737 MAX 8, AS mengambil langkah sebaliknya.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Selasa, 12 Mar 2019 10:50 WIB
Pasca-kecelakaan Ethiopian Airlines, AS: Boeing 737 Max 8 laik terbang

Kecelakaan mematikan kedua yang menimpa Boeing 737 MAX 8 dalam selang waktu kurang lebih lima bulan telah memperbarui kekhawatiran keselamatan yang dapat memengaruhi peruntungan Boeing.

737 MAX merupakan versi terbaru dari 737, pesawat terlaris yang pernah ada. Sejak memulai debutnya pada 2017, Boeing telah mengirim lebih dari 350 737 MAX dengan beberapa versi.

Lusinan maskapai di seluruh dunia menggunakan pesawat ini karena efisiensi bahan bakar dan utilitasnya untuk penerbangan jarak pendek dan menengah.

Boeing telah menerima lebih dari 5.000 pesanan untuk berbagai versi MAX. Daftar harganya dari US$100 juta hingga US$135 juta, dan maskapai penerbangan langganan akan mendapatkan diskon besar. 

Kecelakaan Boeing 737 MAX 8 pertama kali terjadi pada 29 Oktober 2018, ketika pesawat yang dioperasikan maskapai Lion Air tujuan Jakarta-Pangkal Pinang jatuh ke Laut Jawa. Insiden itu menewaskan 189 orang. 

Pasca-kecelakaan, Boeing bangkit kembali. Namun, tidak dipungkiri terdapat efek pada pesanan baru.

Kecelakaan mematikan kedua Boeing 737 MAX 8 pada Minggu (10/3) di Ethiopia, yang menewaskan 157 orang, bisa jauh lebih merusak jika penyelidik menemukan kesalahan dalam desain Boeing atau maskapai penerbangan.

Maskapai penerbangan di Ethiopia, Meksiko, China, Brasil, Indonesia, dan Singapura telah menerapkan larangan terbang sementara bagi Boeing 737 MAX 8. Maskapai Cayman Airways di Karibia, Comair di Afrika Selatan, dan Royal Air Maroc di Maroko juga mengambil langkah serupa.

Sponsored

Dalam pernyataan yang diunggah di Facebook pada Selasa pukul 10.54 waktu setempat, Singapore Airlines mengatakan bahwa per Selasa pagi seluruh armada 737 MAX 8s-nya yang berjumlah enam unit telah mendarat di Singapura dan tidak akan difungsikan sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Tetapi, 17 unit Boeing 737-800NGs tidak terpengaruh.

"Keamanan pelanggan dan kru adalah prioritas utama kami," sebut Singapore Airlines.

Namun, tidak ada tanda bahwa regulator Amerika Serikat yang berpengaruh, Federal Aviation Administration (FAA), akan mengumumkan kebijakan serupa.

Menteri Transportasi AS Elaine Chao mengatakan kementeriannya, yang menaungi FAA, sangat prihatin dan memantau perkembangan di terkait kecelakaan Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan Ethiopian Airlines. Dia menerangkan bahwa dirinya telah bertemu dengan penjabat Administrator FAA Dan Elwell untuk berdiskusi terkait situasi saat ini dan jalan yang akan ditempuh.

Chao tidak mengungkapkan apakah pihaknya akan menerapkan larangan terbang bagi seluruh Boeing 737 MAX 8.

"Tidak biasa bagi pihak berwenang untuk mengambil langkah larangan terbang, dan terserah pada masing-masing negara untuk menetapkan standar di mana pesawat tidak dapat terbang dan bagaimana pesawat dipelihara," kata Todd Curtis, seorang analis keselamatan penerbangan dari Airsafe.com Foundation.

FAA pernah menerapkan larangan terbang besar-besaran terhadap burung besi jenis Boeing 787 pada 2013 setelah beberapa kejadian di mana baterai ion lithium menimbulkan panas yang luar biasa. Boeing 787 sendiri tergolong baru pada saat itu. Maskapai United merupakan satu-satunya yang terdampak, enam pesawatnya di-grounded.

Pada Senin (11/3) malam, FAA merilis pernyataan yang menyebutkan bahwa sementara yang lain menggambarkan kecelakaan di Indonesia dan Ethiopia sama, mereka tidak. Mereka menegaskan bahwa Boeing 737 MAX 8 aman untuk terbang.

"Investigasi ini baru saja dimulai dan sampai saat ini kami belum diberi daya untuk menarik kesimpulan atau mengambil tindakan apapun," sebut pernyataan FAA.

FAA juga menuturkan bahwa selambat-lambatnya April, Boeing diharapkan akan menyelesaikan berbagai perubahan termasuk pelatihan baru bagi para pilot terkait teknologi anti-stall yang diduga berperan dalam kecelakaan Lion Air JT 610. 

Data yang dirilis oleh penyelidik Indonesia mengindikasikan bahwa pilot tidak berhasil mengendalikan sistem, yang berulang kali mengarahkan hidung pesawat ke bawah.

Kelompok konsumen, FlyersRights.org, mendesak FAA untuk melarang Boeing 737 MAX 8 terbang. 

"Sikap 'wait and see' FAA berisiko," kata presiden kelompok itu, Paul Hudson.

Namun, maskapai penerbangan AS mengulang keyakinan mereka bahwa pesawat itu aman.

American Airlines, yang mengoperasikan 24 MAX 8s mengatakan, mendasarkan penilaiannya pada pengumpulan data ekstensif seluruh armadanya, termasuk MAX 8.

"Kita memiliki kepercayaan penuh pada pesawat dan kru kita," tutur Wakil Presiden American Airlines Jill Surdeck lewat sebuah memo kepada karyawan.

Southwest Airlines merupakan maskapai AS yang mengoperasikan armada MAX  terbesar, yakni 34 MAX 8s. Juru bicaranya, Brian Parrish menjelaskan bahwa pihaknya tetap percaya diri dengan keselamatan mereka. 

Adapun United memiliki sekitar selusin MAX 9, yang sedikit lebih besar dari MAX 8.

Lusinan pesawat MAX tetap melintasi langit AS pada Senin. Tidak ada insiden yang terjadi. Penumpang yang diwawancarai di Hobby Airport di Houston mengetahui kecelakaandi Ethiopia, namun menegaskan dirinya tidak panik.

"Saya mengemudi di Houston setiap hari," kata Brian Browder, yang hendak berangkat ke Washington. "Itulah tempat yang harusnya dikhawatirkan. Mereka perlu menjelaskan dengan tepat apa yang terjadi dan mengapa."

Kelly Wells, seorang pekerja perawatan kesehatan dari Austin, meyakini kecelakaan kecil kemungkinan terjadi di Negeri Paman Sam.

"Para pilot sangat terlatih untuk menangani keadaan darurat. Saya berada di tangan yang cakap," jelas Wells sebelum terbang dengan maskapai Southwest yang juga mengoperasikan MAX.

Seorang lainnya, Peggy Chang Barber, menyatakan bahwa maskapai-maskapai penerbangan AS sangat waspada tentang pemeliharaan pesawat dan pelatihan pilot dan dia tidak akan khawatir kecuali ditemukan kesalahan pada pesawat.

Belum jelas apakah teknologi pesawat berperan dalam kecelakaan Ethiopian Airlines, atau apakah kecelakaan itu terkait dengan kecelakaan Lion Air.

"Bahkan jika Boeing harus melakukan perubahan perangkat lunak atau perangkat keras pada pesawat, "itu bukan apa-apa yang mereka tidak bisa lewati, tetapi itu akan menjadi proses yang mahal," kata Richard Aboulafia, seorang konsultan penerbangan. "Secara historis, (maskapai penerbangan) membatalkan pesanan karena kinerja yang menurun atau karena yang lain memberi mereka diskon, bukan karena keselamatan." (AP)

Berita Lainnya
×
tekid