Presiden Xi Jinping pada Selasa (18/12) memperingatkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mendikte pembangunan ekonomi China. Hal tersebut disampaikannya saat Partai Komunis menandai 40 tahun kebijakan reformasi dan keterbukaan.
Dalam pidatonya di Great Hall of People, Presiden Xi berjanji untuk terus maju dengan reformasi ekonomi. Namun, dalam kesempatan yang sama dia menegaskan bahwa Beijing tidak akan menyimpang dari sistem satu partai atau menuruti perintah dari negara lain.
"Panji besar sosialisme selalu terbang tinggi di atas tanah China," ungkap Xi. "Kepemimpinan Partai Komunis China adalah fitur paling penting dari sosialisme dengan karakteristik China dan keuntungan terbesar dari sistem sosialis dengan karakteristuk China."
Peringatan reformasi yang disahkan di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping pada 18 Desember 1978 digelar di tengah perang dagang dan perseteruan diplomatik China dengan Amerika Serikat.
Di sela-sela KTT G-20 di Buenos Aires, Argentina, pada 30 November-1 Desember, Beijing dan Washington telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata 90 hari sementara kedua pihak berusaha menegosiasikan sebuah solusi atas perang dagang. AS menargetkan pengurangan defisit perdagangan besar-besaran serta reformasi yang lebih dalam di China untuk menghentikan dugaan pencuriaan kekayaan intelektual.
Tanpa merujuk langsung ke Amerika Serikat, Xi menekankan bahwa China tidak menimbulkan ancaman ke negara mana pun.
"Tidak seorang pun dalam posisi untuk mendikte kepada rakyat China apa yang harus dan tidak seharusnya dilakukan," kata Xi. "Kita harus tegas dengan mereformasi apa yang seharusnya dan dapat kita ubah, kita harus dengan tegas pula tidak mereformasi apa yang tidak seharusnya serta tidak dapat diubah."
Sementara Xi menjanjikan lebih banyak reformasi, dia tidak membahas hal yang spesifik.
Amerika Serikat dan Eropa telah lama mengeluhkan hambatan yang masih ada untuk sepenuhnya memasuki pasar besar China, sementara perusahaan Tiongkok menikmati manfaat dari ekonomi Barat yang terbuka.
Reformasi ekonomi China dinilai sukses menarik ratusan juta orang keluar dari kemiskinan dan mengubah Negeri Tirai Bambu sebagai raksasa ekonomi kedua di dunia. Meski demikian, saat ini China menghadapi utang yang menggunung dan ekonomi yang melambat. Tahun lalu mereka tumbuh 6,9% dan pemerintah memperkirakan tahun ini hanya akan mencapai sekitar 6,5%.
Peringatan 40 tahun kebijakan reformasi dan keterbukaan juga diwarnai dengan pemberian medali kepada lebih dari 100 individu yang diakui partai sebagai kontributor utama untuk pembangunan negara, mulai dari orang-orang yang terlibat dalam reformasi pedesaan hingga pengentasan kemiskinan. Pendiri Alibaba Jack Ma dan legenda NBA Yao Ming adalah dua dari banyak tokoh yang meraih medali.
Menurut Hurun Report, China kini memiliki miliarder terbanyak di dunia. Jumlahnya mencapai 620 orang.
Meski pun transformasi ekonomi terus bergulir, namun itu tidak membawa perubahan pada sistem politik yang dikendalikan Partai Komunis. Pihak berwenang dengan keras menindak keras protes Tiananmen pada 1989 dan aktivis mengeluhkan isu HAM dalam beberapa tahun terakhir.
"Reformasi dan keterbukaan membiarkan Partai Komunis mempertahankan kediktatorannya ... Menurut saya China sekarang adalah kapitalisme negara di bawah kediktatoran satu partai atau kapitalisme yang dijalankan partai," tutur analis politik Wu Qiang.
Menurut Wu Qiang, perang dagang dengan Amerika Serikat bisa menjadi peluang bagi China untuk memberlakukan lebih banyak perubahan. "Jika Partai Komunis cukup pintar, mereka dapat mengubah situasi ini menjadi titik awal reformasi kedua dan membuka serta mengubah peran partai dan negara."
Reformasi ekonomi di bawah Deng Xioping dimulai di pedesaan, lewat privatisasi tanah dan membongkar komune, dengan cepat menyebar ke kota-kota. Waspada terhadap basis kekuatan lawan di Shanghai yang secara ekonomis sangat kuat, Deng Xiaoping memilih wilayah selatan yang ekstrem sebagai kelinci percobaan untuk reformasinya.
Sejumlah kota di selatan, termasuk Shenzhen, yang berbatasan dengan Hong Kong dan masih merupakan desa nelayan ditetapkan sebagai Zona Ekonomi Khusus pertama China yang menjadi pusat kekuatan dan model bagi wilayah lain.
Shenzhen kini telah menjadi pusat teknologi global. Raksasa internet China Tencent dan perusahaan telekomunikasi Huawei memilih kota itu untuk markas mereka.
Tingkat kemiskinan di kalangan penduduk pedesaan dilaporkan turun menjadi 3,1% tahun lalu dari 97,5% 40 tahun lalu. (AFP)