sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Trump, Presiden AS ketiga yang hadapi pemakzulan

DPR AS telah meloloskan dua pasal yang digunakan untuk memakzulkan Donald Trump. Prosesnya kemudian akan berlanjut di Senat.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Kamis, 19 Des 2019 10:13 WIB
Trump, Presiden AS ketiga yang hadapi pemakzulan

Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat ketiga yang dimakzulkan pada Rabu (18/12), setelah DPR menuduhnya menyalahgunakan kekuasaan dan menghalangi kerja Kongres. Upaya menyingkirkan Trump mengobarkan ketegangan partisan di seluruh Negeri Paman Sam. 

DPR yang dikuasai Demokrat telah meloloskan pasal penyalahgunaan kekuasaan dengan dukungan 230:197. Kemudian, mereka melanjutkan pemungutan suara atas pasal kedua pemakzulan dengan tuduhan menghalangi kerja Kongres dan lagi-lagi berhasil lolos dengan dukungan 229:198.

Upaya DPR untuk menyingkirkan Trump masih harus melalui persidangan di Senat yang dikuasai Republikan. Persidangan di Senat dijadwalkan berlangsung bulan depan.

Sementara DPR berproses memakzulkannya, Trump sibuk berkampanye di Battle Creek, Michigan.

"Sementara kita menciptakan lapangan kerja dan berjuang untuk Michigan, kaum radikal kiri di Kongres dipenuhi dengan rasa iri, kebencian, dan kemarahan," kata Trump.

Gedung Putih merilis pernyataan yang mengatakan bahwa Trump yakin dia akan sepenuhnya dibebaskan dalam persidangan Senat.

Tidak ada presiden dalam sejarah 243 tahun AS yang berhasil dimakzulkan. Butuh dukungan suara dua pertiga anggota Senat untuk melengserkan presiden atau dengan kata lain setidaknya 20 Senator Republikan harus bergabung dengan Demokrat untuk melawan Trump. Namun, dilaporkan tidak ada yang mengindikasikan mereka akan melakukannya.

Trump, yang tengah mengincar periode keduanya di Gedung Putih lewat Pemilu 2020, menyebut pemakzulan sebagai percobaan kudeta oleh Demokrat yang berusaha membatalkan kemenangannya dalam Pemilu 2016.

Sponsored

Pemimpin mayoritas Senat AS Mitch McConnell sendiri telah menyatakan tidak ada kesempatan untuk melengserkan Trump ketika persidangan digelar nanti.

Pasal pertama yang telah diloloskan Senat menuduh Trump menyalahgunakan kekuasaannya dengan menekan Ukraina untuk menyelidiki saingan politiknya yang juga mantan Wakil Presiden Joe Biden. Sementara, pasal kedua menyebut Trump menolak bekerja sama dalam penyelidikan pemakzulan, menahan bukti dokumenter dan melarang para pembantunya bersaksi.

Trump telah membantah melakukan kesalahan dan menyebut penyelidikan untuk memakzulkan dirinya, yang diluncurkan oleh Ketua DPR Nancy Pelosi pada September, sebagai "perburuan penyihir".

Ketua DPR Nancy Pelosi membuka debat pada Rabu dengan mengatakan, "Selama berabad-abad rakyat AS telah berjuang dan mati untuk membela demokrasi ... tapi sangat menyedihkan sekarang visi pendiri kita berada di bawah ancaman dari tindakan yang datang dari Gedung Putih. Jika kita tidak bertindak sekarang, kita lalai dalam melakukan tugas kita."

Saat debat di DPR berlangsung, Trump mentwit, "Kebohongan mengerikan oleh kelompok radikal kiri ... Ini adalah serangan pada Amerika, dan serangan pada Partai Republik."

Ada pun Republikan di DPR menuduh Demokrat berusaha menggunakan proses yang tidak adil dan curang untuk membatalkan Pemilu 2016.

"Persoalan di DPR hari ini semata-mata didasarkan pada kebencian mendasar terhadap presiden kita. Itu palsu, sebuah perburuan penyihir dan sama dengan kudeta terhadap presiden AS yang terpilih," kata Republikan Mike Rogers.

Pemilu yang membuat Trump terpilih telah mempolarisasi AS, memecah keluarga dan teman serta mempersulit politikus di Washington untuk menemukan jalan tengah ketika dihadapkan pada tantangan yang mendesak seperti kebangkitan China dan perubahan iklim.

Pemungutan suara di DPR AS dilakukan di tengah kampanye Pemilu 2020, yang akan mengadu Trump dengan sejumlah politikus senior Demokrat termasuk Biden, yang telah berulang kali mengkritik perilaku Trump semasa menjabat dan berjanji untuk menyorotnya sebagai isu utama.

Sebelum Trump, Andrew Johnson, Richard Nixon dan Bill Clinton juga dihadapkan pada pemakzulan. Namun, Johnson dan Clinton batal dilengserkan karena gagal memenuhi kriteria persetujuan dua pertiga di Senat. Sementara Nixon memilih mengundurkan diri sebelum proses pemakzulan dirinya terkait skandal Watergate. (Reuters dan BBC)

Berita Lainnya
×
tekid