Kata abracadabra atau abrakadabra kerap diucapkan sebelum sesuatu yang ajaib terjadi—sebuah perubahan, trik, atau sekadar ilusi. Kini menjadi simbol universal keajaiban, asal-usul kata ini ternyata jauh lebih tua dari yang dibayangkan.
Lebih dari 1.800 tahun lalu, abracadabra pertama kali muncul dalam tulisan Quintus Serenus Sammonicus, tabib sekaligus guru bagi calon kaisar Romawi, Geta dan Caracalla. Dalam buku Liber Medicinalis (Kitab Pengobatan), Serenus menyarankan penggunaan jimat berisi kata itu sebagai penawar demam—salah satu penyakit mematikan pada masa sebelum antibiotik ditemukan.
Ia menganjurkan agar kata abracadabra ditulis di atas selembar perkamen, lalu disusun dalam bentuk segitiga terbalik—hurufnya berkurang satu di setiap baris—dan dikalungkan di leher pasien.
Penelitian terbaru menunjukkan variasi kata abracadabra juga muncul dalam papirus Mesir berbahasa Yunani dari abad ke-3 Masehi, serta naskah Koptik abad ke-6. Dalam tradisi sihir Yunani, bentuk segitiga menurun itu melambangkan “gugus anggur” atau “bentuk hati”—cara menuliskan mantra lisan untuk melemahkan nama roh jahat yang dianggap penyebab penyakit.
Sejarawan bahasa Elyse Graham dari Stony Brook University menjelaskan, abracadabra termasuk kata apotropaic—yaitu ucapan untuk menolak keburukan. Asal katanya masih diperdebatkan. Ada yang menelusurinya dari bahasa Ibrani ebrah k’dabri yang berarti "aku mencipta saat aku berbicara, sementara lainnya mengaitkannya dengan frasa Aram avra gavra yang bermakna "aku akan menciptakan manusia”.
Ahli naskah kuno Don Skemer dari Princeton University menilai asal-usul yang paling masuk akal adalah dari frasa Ibrani ha brachah dabarah (“nama yang diberkati”).
“Nama-nama ilahi dianggap sumber kekuatan supranatural yang melindungi dan menyembuhkan,” ujarnya seperti dikutip dari National Geographic, Jumat (24/10).
Selama berabad-abad, abracadabra digunakan sebagai jampi penyembuh. Naskah Yahudi abad ke-16 di Italia mencatat penggunaannya sebagai jimat penangkal demam. Penulis Inggris Daniel Defoe bahkan menyinggungnya dalam A Journal of the Plague Year sebagai jampi penangkal wabah di London abad ke-17.
Simbol sulap
Namun, memasuki abad ke-19, maknanya bergeser. Abracadabra mulai muncul di panggung teater dan pertunjukan sulap, diucapkan oleh para pesulap sebagai pemantik keajaiban semu.
Pada awal abad ke-20, okultis Aleister Crowley mempopulerkan versi baru—abrahadabra—dalam Liber Al Vel Legis. Ia menganggap kata itu sebagai lambang era baru kemanusiaan, hasil tafsir numerologi dari tradisi mistik Qabalah.
Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, peran sihir sebagai penyembuh pun memudar. “Dulu kita butuh sihir untuk banyak hal, tapi kini kita punya obat yang lebih baik,” kata Graham. Kini, abracadabra hidup kembali di panggung hiburan—lebih sebagai tontonan dan permainan ilusi.
Namun daya tariknya belum sirna. “Kata yang terdengar misterius memberi kekuatan pada penyihir,” ujar Graham. “Kalau kata itu tak lagi misterius, mungkin ia takkan terdengar ajaib.”


