close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Arca yang berhasil diselamatkan dari kebakaran di Museum Nasional, Jakarta pada September 2023, dipamerkan di pameran “Menabuh Nekara, Menyiram Api” pada Oktober 2024./Foto Alinea.id/Fandy Hutari
icon caption
Arca yang berhasil diselamatkan dari kebakaran di Museum Nasional, Jakarta pada September 2023, dipamerkan di pameran “Menabuh Nekara, Menyiram Api” pada Oktober 2024./Foto Alinea.id/Fandy Hutari
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 30 September 2025 17:00

Apakah pulangnya artefak dari Belanda benar-benar kabar baik?

Prabowo mengatakan, Pemerintah Belanda setuju mengembalikan 30.000 jenis artefak hingga dokumen.
swipe

Pada Jumat (26/9) Pemerintah Belanda mengumumkan bakal segera mengembalikan sebanyak 28.000 keping fosil manusia purba Homo erectus koleksi ilmuwan Eugene Dubois yang kini dikelola Pusat Keanekaragaman Hayati Naturalis di Leiden, Belanda ke Indonesia.

Fosil Homo erectus berupa tempurung kepala dan tulang paha ditemukan pakar anatomi Belanda Eugene Dubois bersama timnya pada 1890-an di Trinil,  Ngawi, Jawa Timur. Saat itu, Dubois menyebutnya Pithecanthropus erectus atau manusia Jawa.

Dikutip dari Antara, penelitian Komite Koleksi Belanda menyimpulkan, ada kemungkinan fosil itu didapat dengan cara-cara yang melanggar kehendak warga setempat, sehingga memunculkan ketidakadilan. Maka, lembaga independen itu menetapkan, Pemerintah Belanda sama sekali tak berhak memiliki fosil tersebut.

Berapa banyak yang sudah dikembalikan?

Menurut Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), dilansir dari Antara, Indonesia sudah berhasil melakukan repatriasi atau pemulangan total 828 objek warisan budaya atau artefak dari Belanda.

Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan, repatriasi pada akhir 2024 itu adalah yang kelima kali, dengan pengembalian sebanyak 272 artefak, yang 68 di antaranya berasal dari Museum Rotterdam. Artefak itu mencakup keris, tombak, perhiasan, kain, dan artefak bersejarah lainnya.

"Kami berharap negara-negara lain yang memiliki artefak penting bagi sejarah Indonesia juga dapat ikut mengembalikan benda-benda budaya tersebut," kata Fadli setelah penandatanganan dokumen serah terima repatriasi objek warisan budaya Indonesia dari Belanda bersama Duta Besar Belanda untuk Indonesia Marc Gerritsen di Jakarta, Senin (16/12/2024), dikutip dari Antara.

Arca yang berhasil diselamatkan dari kebakaran di Museum Nasional, Jakarta pada September 2023, dipamerkan di pameran “Menabuh Nekara, Menyiram Api” pada Oktober 2024./Foto Alinea.id/Fandy Hutari

Usai kunjungannya ke Belanda, Presiden Prabowo Subianto pun menyatakan, Pemerintah Belanda setuju mengembalikan 30.000 jenis artefak hingga dokumen.

“Di Belanda, saya diterima dengan sangat baik oleh Raja dan Belanda (akan) mengembalikan 30.000 item artefak yang mereka bawa dari Indonesia, dikembalikan ke kita,” ujar Prabowo di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (27/9), dikutip dari Antara.

Menurut New York Times, berlian Lombok yang memukau—berbentuk heksagon rumit bermotif bunga dan daun emas—merupakan salah satu dari hampir 500 harta budaya Indonesia yang dirampas secara tak sah selama masa kolonial Belanda. Berlian itu menjadi yang pertama dikembalikan Belanda ke Indonesia pada Juli 2023.

“Puluhan ribu objek budaya Indonesia masih berada di museum-museum di Eropa, terutama di Belanda,” tulis New York Times.

Kala itu, persiapan Indonesia menyambut kembalinya warisan budaya berjalan seiring dengan mekanisme yang dibangun Pemerintah Belanda. Pada Februari 2021, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan—sekarang Menteri Kebudayaan—Indonesia membentuk tim repatriasi sebagai mitra dari panel Pemerintah Belanda yang dipimpin mantan duta besar Indonesia untuk Belanda.

Pada 2022, Pemerintah Indonesia secara resmi mengajukan permintaan kepada Belanda untuk mengembalikan delapan kelompok objek.

Semua warisan budaya yang dikembalikan bakal menjadi milik Indonesia, dengan Museum Nasional di Jakarta sebagai pengelola utama. Namun, Hilmar Farid—yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—melibatkan juga komunitas lokal.

“Museum perlu lebih terbuka dan mudah diakses untuk berbagai praktik,” ujar Hilmar, dikutip dari New York Times.

“Kita membutuhkan pendekatan yang lebih partisipatif agar masyarakat, termasuk yang bukan pengunjung museum tradisional, dapat berinteraksi dengan objek-objek ini dan kisah di baliknya.”

Pencarian artefak Indonesia sudah dimulai segera setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda pada 1949. Menurut ABC News, selama beberapa dekade setelahnya, beberapa pejabat Belanda sesekali menyerahkan benda-benda budaya penting dalam kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Beberapa museum juga pernah mengembalikan koleksi tertentu, misalnya 380 benda etnografi Papua pada 1975.

“Namun, upaya ini baru benar-benar terstruktur setelah Indonesia secara resmi menyerahkan daftar permintaan pengembalian artefak pada 2022, yang kemudian ditindaklanjuti Pemerintah Belanda dengan membentuk komite penasihat,” tulis ABC News.

Apakah kita mampu merawatnya?

New York Times menyebut, gerakan global untuk mengembalikan artefak yang dijarah pada masa kolonial Eropa dipicu janji yang dilontarkan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 2017, saat berpidato di Burkina Faso.

Sejak saat itu, Jerman, Belanda, Prancis, dan Belgia membuat pedoman nasional untuk memproses klaim dan mengembalikan artefak. Sebuah tonggak penting dalam proses ini terjadi pada 2022, saat Jerman mengembalikan 1.100 artefak Benin Bronzes kepada Nigeria. Akan tetapi, pengembalian ke negara asalnya tak jarang menimbulkan kontroversi.

“Keputusan Presiden Nigeria yang akan segera lengser untuk menyerahkan artefak yang dikembalikan kepada keturunan langsung penguasa asalnya menimbulkan kebingungan,” tulis New York Times.

Bekas kebakaran di Museum Nasional yang ditampilkan dalam pameran “Menabuh Nekara, Menyiram Api” pada Oktober 2024./Foto Alinea.id/Fandy Hutari

“Sejumlah kurator di Jerman khawatir benda-benda tersebut mungkin tidak akan dirawat atau dipamerkan dengan baik. Namun, Pemerintah Jerman menengaskan, pengembalian Benin Bronzes dilakukan tanpa syarat, sehingga Jerman tidak berhak menentukan bagaimana Nigeria mengelola kembali warisan budayanya.”

Bagaimana dengan Indonesia? Sejak 1961, menurut catatan ABC News, terjadi hampir 30 kasus pencurian artefak di museum. Termasuk kasus pencurian enam arca kuno di Museum Radya Pustaka Solo, Jawa Tengah pada 2007 lalu.

Paling anyar, kasus pencurian ratusan benda koleksi yang ada di gudang Museum Sulawesi Tenggara pada 2021 lalu. Benda-benda yang dicuri berjenis logam, seperti keris, ceret, pedang peninggalan Jepang, gong, serta baju adat. Menurut ABC News, di antara benda-benda yang dicuri berasal dari sekitar 1.500 artefak yang sudah dipulangkan dari museum Belanda pada 2019.

Belum lagi insiden, seperti kebakaran Museum Nasional pada September 2023 lalu. Dalam peristiwa itu, menurut Plt. Kepala Museum dan Cagar Budaya (MCB) Ahmad Mahendra, sebanyak 817 koleksi terdampak, seperti koleksi berbahan perunggu, keramik, terakota, dan kayu, serta miniatur dan replika benda prasejarah.

Menbud Fadli Zon meyakinkan, pemerintah mampu merawatnya. “Tentu saja kita memiliki kapasitas untuk memelihara dan melindungi benda-benda budaya yang telah kita pulangkan dari Belanda dan negara-negara lain,” tutur Fadli, dikutip dari ABC News.

Dia melanjutkan, museum-museum di Indonesia sedang berusaha untuk memastikan artefak yang telah lama dicari, tidak hilang.

"Kami juga telah mencoba menstandardisasi penyimpanan untuk museum kami, dan kami sedang dalam proses mengumpulkan dan memverifikasi semua data untuk koleksi di Museum Nasional," ujar Fadli.

"Kami berusaha mengumpulkan semua informasi tentang masa lalu kami, dan ini penting bagi identitas nasional kami. Itulah mengapa sangat penting semua benda itu ada di Indonesia. "

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan