sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Asal usul gosip, apa beda wanita dan pria dalam bergosip

Gosip tidak mempunyai konotasi negatif sampai berabad-abad sebelum perburuan penyihir di Eropa.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Senin, 11 Des 2023 13:09 WIB
Asal usul gosip, apa beda wanita dan pria dalam bergosip

Apa gambaran yang terlintas ketika istilah "gosip" diucapkan? Sekelompok wanita berbicara diam-diam? Ada banyak definisi sepanjang sejarah, namun "gosip" umumnya tidak dapat diterima di hampir setiap budaya.

Meskipun gosip dianggap tidak pantas secara moral, para ilmuwan berpendapat gosip mempunyai peranan penting dalam fungsi dunia. Misalnya, beberapa percakapan intim mungkin mengungkap kebenaran yang telah lama tersembunyi alih-alih menyebarkan rumor buruk karena dinamika gosip mungkin memiliki berbagai tingkatan sebagai sebuah konsep dalam hal karakteristik evolusi dan perkembangan.

Asal usul kata 'gosip'

Gosip diketahui menciptakan suasana keharmonisan dalam lingkungan sosial dan meredakan konflik di masa lalu. Selama Abad Pertengahan, kata gosip (godsibb, yang berarti ayah baptis, ibu baptis atau kerabat dalam bahasa Inggris Kuno) digunakan untuk menggambarkan wanita yang mendukung wanita saat melahirkan. Konotasinya positif meski digunakan dalam khotbah gereja.

Seiring berjalannya waktu, karena cara masyarakat memandangnya, istilah gosip memperoleh arti dari seorang kenalan, seorang teman, dan kemudian "siapa pun yang mengenal atau melakukan pembicaraan kosong". Saat ini, istilah tersebut telah menjadi nama yang diberikan kepada orang tertentu dan tindakan bergosip.

Pembicaraan wanita

Gosip tidak mempunyai konotasi negatif sampai berabad-abad sebelum perburuan penyihir di Eropa. Belakangan, gosip menjadi istilah untuk tuduhan santet, menyebabkan kata tersebut menjadi klise negatif sebagai "pembicaraan perempuan". Banyak perempuan yang dipaksa memakai kekang hanya setelah berbicara satu sama lain dan bahkan ada yang dijatuhi hukuman mati.

Namun, pada abad ke-17 dan ke-18, kata "gosip" juga diartikan sebagai cara pria mengobrol di kedai kopi Inggris. Para lelaki melakukan percakapan intelektual di kafe-kafe ini, yang merupakan tempat pertemuan para lelaki terpelajar dan kaya. Hal ini memperkuat persepsi bahwa laki-laki berpidato serius, sedangkan perempuan menyebarkan rumor.

Sponsored

Bukankah laki-laki bergosip?

Menurut penelitian, hubungan pria dengan gosip berbeda dengan wanita. Sepanjang sejarah, perempuan dipandang sebagai sumber utama gosip.

Sebuah penelitian mengungkapkan 67% pencarian Google untuk kata "gosip" menampilkan gambar perempuan, 7% laki-laki, dan hanya 31% yang menampilkan gambar laki-laki dan perempuan. Meskipun hal ini memperkuat persepsi laki-laki tidak bergosip, penelitian menunjukkan laki-laki dan perempuan bergosip pada tingkat yang sama.

Ketika laki-laki berbicara tentang pengalaman mereka bergosip di tempat kerja, mereka biasanya memulai dengan mengatakan, “Saya bukan orang yang suka bergosip, tapi...” dan kemudian mereka melanjutkan pembicaraan tentang bagaimana mereka menggunakan gosip secara strategis dan politis.

Ungkapan alternatif seperti "obrolan di toko", "obrolan pasca-pertemuan", dan "obrolan santai" digunakan untuk mengalihkan makna gosip bagi laki-laki.

Daripada bertanya, “Ada gosip baru?” mereka lebih suka bertanya, “Bagaimana kabarnya?” Meskipun pertanyaannya berbeda, namun tujuannya sama.

Mentransfer informasi yang berguna

Psikolog evolusioner Robin Dunbar berpendapat bahwa bahasa berevolusi berkat gosip. Secara historis, ini merupakan cara untuk menyampaikan informasi yang berguna secara sosial tentang siapa yang dapat atau tidak dapat Anda percayai.

Selain itu, gosip telah mengalami perubahan yang lambat namun besar selama 25 tahun terakhir. Hal ini menjadi penting sebagai topik penelitian dalam dunia komunikasi dan bisnis, sementara para peneliti berusaha untuk menghilangkan konotasi negatifnya.

Terutama gerakan #MeToo yang berasal dari AS, mengubah persepsi terhadap gosip. Gerakan ini memainkan peran utama dalam menciptakan lingkungan yang aman secara psikologis tanpa rasa takut dan diskriminasi serta memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri dengan nyaman.

Ketika gosip tidak lagi menjadi masalah, kebenaran di balik masalah tersebut terungkap.

Bisa menjadi 'sinyal peringatan'

Gosip juga memungkinkan diskusi mengenai kekhawatiran tentang perilaku tidak etis atau tidak profesional. Misalnya, tidak mudah bagi siapa pun untuk membicarakan pelecehan seksual, namun akan lebih mudah untuk membagikan informasi ini dengan judul gosip. Hal ini dapat menjadi “sinyal peringatan dini” ketika ada masalah yang tidak boleh diabaikan.

Tentu saja, hanya karena gosip mengungkap informasi penting bukan berarti itu merupakan perilaku yang "baik". Hal ini dapat merusak harkat dan martabat seseorang atau institusi. Bergosip tentang seseorang dan menyebarkan informasi palsu juga bisa menjadi salah satu bentuk penindasan. Dalam agama Islam, bergosip bahkan memiliki hukum tersendiri, dan tidak dibolehkan. Ini merujuk pada pembicaraan negatif yang tidak disukai objek yang digosipkan.

Apakah etis menerapkannya di tempat kerja?

Gosip di tempat kerja berada dalam kategori yang sangat berbeda. Mengatakan hal-hal negatif tentang rekan kerja atau berbicara di belakang mereka akan mengarah pada lingkungan yang negatif. Namun bergosip adalah cara untuk mengekspresikan emosi positif dan negatif dan dapat menjadi respons emosional terhadap ketidakadilan sosial.(Dailysabah)

Berita Lainnya
×
tekid