close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Jakarta. Alinea.id/Firgie Saputra
icon caption
Ilustrasi Jakarta. Alinea.id/Firgie Saputra
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 23 Juni 2025 18:00

Beberapa fakta seputar Jakarta yang perlu kita tahu

Apakah kamu sudah tahu fakta-fakta berikut?
swipe

Pada 22 Juni 2025 kemarin, Jakarta merayakan hari jadinya yang ke-498 tahun. Nyaris setengah abad sudah ibu kota Indonesia ini berdiri. Banyak kisah yang perlu diketahui, yang mungkin sebagian dari Anda belum mengetahuinya.

Asal nama Jakarta

Nama ibu kota Indonesia ini berkali-kali berubah. Mulanya bernama Sunda Kelapa (397-1527). Menurut buku Djakarta Membangun (1972), Sunda Kelapa sekitar abad ke-14 masuk dalam wilayah Kerajaan Pajajaran, yang berpusat di wilayah yang sekarang menjadi Bogor, sebagai bagian dari bandar atau pelabuhannya. Saat itu, bandar Sunda Kelapa sudah berhubungan dagang dengan Portugis.

Lalu, Fatahillah atau Faletehan, seorang penyebar agama Islam di Jawa Barat dengan bantuan tentara Demak, merebut Sunda Kelapa dan mengusir orang-orang Portugis. Oleh Fatahillah, bandar Sunda Kelapa diganti nama menjadi Jayakarta—yang berarti kemenangan yang sempurna—pada 22 Juni 1527.

Kemudian, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di bawah Jan Pieterszoon Coen menguasai Jayakarta pada 1619. Jayakarta dibakar dan dihancurkan, lantas dibangun benteng dengan nama Batavia. Dari benteng itulah orang Belanda melebarkan sayap jajahannya di Indonesia. Kota pun diperluas ketika masa Hindia Belanda.

Saat Jepang menduduki Indonesia pada 1942, nama Batavia diganti menjadi Djakarta Tokubetusi atau Pemerintahan Kota Jakarta. Nama Jakarta digunakan setelah Indonesia merdeka pada 1945. Lalu, pada 1961 ada Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1961, sebagai penanda dibentuknya Pemerintahan Daerah Chusus Ibukota Djakarta Raya. Dan, dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964 dijelaskan tentang Jakarta sebagai ibu kota Indonesia dengan nama Jakarta.

Nama-nama tempat di Jakarta

Pemberian nama suatu tempat lazimnya mengandung sebab atau maksud tertentu. Nama tempat pun bisa berdasarkan topografi atau keadaan alam setempat. Di Jakarta, nama-nama tempat ada yang diambil dari keadaan alam, tumbuh-tumbuhan, kelompok etnis, profesi utama penduduknya, nama tokoh, serta nama sungai.

Nama tempat yang diambil dari keadaan alamnya, misalnya Ancol. Menurut Rachmat Ruchiat dalam buku Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta (2018), Ancol yang terletak di Jakarta Utara mengandung arti tanah rendah berpaya-paya. Dahulu, bila laut sedang pasang, air payau Kali Ancol berbalik ke darat, menggenangi tanah di sekitarnya, sehingga terasa asin. Orang-orang Belanda zaman VOC menyebut kawasan ini zoutelande atau tanah asin.

Contoh nama yang diambil dari tumbuh-tumbuhan adalah Cempaka Putih. Cempaka Putih di Jakarta Pusat diambil dari nama tanaman cempaka putih atau Michelia alba DC. Tanaman ini sudah beberapa abad silam menjadi penanda tempat tersebut. Pada 1867, kawasan itu milik Joan van Hoorn, yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal pada 1704-1709. Lalu, tanah itu dijual ke seorang pribumi.

Lalu, nama yang diambil dari kelompok etnis contohnya Kampung Melayu di Jakarta Timur. Kawasan itu disebut demikian karena pada paruh kedua abad ke-17 dijadikan tempat permukiman orang Melayu yang berasal dari Semenanjung Malaka (Malaysia) di bawah pimpinan Kapten Wan Abdul Bagus.

Kemudian, nama tempat dari profesi utama penduduknya, misalnya Pegangsaan di Jakarta Pusat. Menurut Rachmat, ada dugaan Pegangsaan diambil karena dahulu lokasi itu tempat angon atau pemeliharaan angsa. Ada pula dugaan dahulu tempat itu adalah pusat pengrajin barang-barang dari perunggu atau gangsa.

Muasal emas di ujung Tugu Monas

Tugu Monumen Nasional di Jakarta Pusat dikenal sebagai simbol Kota Jakarta. Bangunan ikonik ini didirikan pada 17 Agustus 1961. Namun, selesai dan baru diresmikan pada 1975. Ide dibuatnya Monas berasal dari Presiden Sukarno. Desainnya dikerjakan Friedrich Silaban, yang menang sayembara pembuatan monumen yang diadakan pada 1955 dan 1960. Arsitek lain yang terlibat adalah R.M. Soedarsono.

Konsepnya berasal dari Lingga dan Yoni, yang menurut filsafat Hindu melambangkan laki-laki dan perempuan, sebagai lambang kesuburan. Menurut Teguh Perwantari dalam buku Seri Bangunan Bersejarah: Monumen, emas yang dipasang di lidah api di puncak Tugu Monas berasal dari sumbangan seorang pengusaha Aceh bernama Teuku Markam. Dia menyumbangkan 28 kilogram emas untuk mewujudkan impian Sukarno.

Riwayat ondel-ondel

Ondel-ondel adalah kesenian khas masyarakat Betawi. Simbol Kota Jakarta ini pun kerap kali kita lihat mondar-mandir di jalanan untuk mengamen. Sampai-sampai membuat Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung gelisah dibuatnya. Maka, Pemprov DKI Jakarta berencana menerbitkan peraturan daerah untuk mengatur kesenian Betawi itu.

Belum ada bukti pasti yang mencatat siapa pencipta ondel-ondel dan sejak kapan kesenian itu dipentaskan. Menurut Kustopo dalam Mengenal Kesenian Nasional 6 Ondel-ondel (2019) ada yang mengatakan, ondel-ondel bermula dari orang-orangan sawah. Namun, pendapat itu tak memiliki dasar yang kuat. Ada juga yang menganggap, ondel-ondel sebagai tugu peringatan untuk menghormati leluhur seseorang yang telah meninggal. Hal ini dikaitkan dengan besarnya wujud ondel-ondel yang melambangkan nenek moyang mereka sebagai orang yang berjiwa besar dan sanggup melindungi anak cucunya.

Secara historis, catat Kustopo, ondel-ondel sudah ada sebelum 1600. Bukti tersebut tertulis dalam buku perjalanan yang ditulis seorang pedagang dari Inggris, W. Scot. Dia menulis, ada kebudayaan unik berbentuk boneka raksasa yang dipertunjukkan masyarakat Sunda Kelapa dalam sebuah upacara adat.

Catatan lain, ada di buku perjalanan karya wisatawan asal Amerika, E.R. Scidmore pada penghujung abad ke-19. Dia melaporkan, ada pertunjukan seni jalanan di Batavia berupa tarian yang diarak beramai-ramai. Kesenian itu sangat unik, memperlihatkan boneka raksasa yang menari-nari, diiringi musik seadanya.

Menurut cerita rakyat, ondel-ondel sudah ada sejak dahulu kala, yang digunakan untuk keperluan upacara adat tolak bala, guna mengusir wabah penyakit.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan