close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi seseorang tengah melamun./Foto Clay Banks/Unsplash.com
icon caption
Ilustrasi seseorang tengah melamun./Foto Clay Banks/Unsplash.com
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 29 April 2025 06:23

Mind blanking: Saat pikiran kosong sesaat

Mind blanking adalah kondisi saat otak mengalami "offline" sejenak.
swipe

Ada banyak yang yang terjadi di dalam otak kita. Namun, ada kalanya pikiran kita menjadi kosong. Pikiran kosong atau mind blanking merupakan pengalaman yang umum, misalnya terjadi saat perasaan mengantuk atau hilang sepenuhnya kesadaran. Saat itu, pikiran kita mandek sesaat.

Para peneliti dari Universitas Sorbonne di Prancis, Universitas Monash di Australia, dan Universitas Liege di Belgia dalam hasil riset berjudul “Where is my mind? A neurocognitive investigation of mind blanking” di jurnal Trends in Cognitive Sciences (2025) menemukan, frekuensi mind blanking sangat bervariasi antarindividu, tetapi rata-rata seseorang mengalaminya sekitar 5% hingga 20% dari waktu.

“Kami berusaha untuk lebih memahami mind blanking dengan meninjau 80 artikel penelitian yang relevan, termasuk beberapa penelitian kami sendiri di mana kami merekam aktivitas otak peserta yang melaporkan mereka ‘tidak memikirkan apa pun’,” kata peneliti dari GIGA Research di Universitas Liege, Athena Demertzi, dikutip dalam situs Eurekalert.

Dikutip dari Discover Magazine, saat kita terjaga, pikiran kita berpindah dari satu kondisi mental ke kondisi mental lain, dengan mayoritas kondisi mental ini dicirikan oleh “isi”. Isi adalah topik yang ada di pikiran kita—hal-hal dan ide yang menjadi fokus kondisi mental kita.

Meski pikiran kita biasanya beralih dengan mulus dari satu kondisi mental ke kondisi mental lain, ada beberapa contoh di mana pikiran kita tiba pada kondisi mental tanpa isi. Hal ini yang disebut mind blanking.

Disebut Demertzi, mengutip dari El Pais, para peneliti mencoba menghubungkan kasus-kasus umum dalam “pikiran kosong”—seperti celah-celah kecil yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari—dengan jenis-jenis pengalaman tanpa isi lainnya yang terjadi selama tidur atau praktik meditas. Dia dan timnya berusaha mengidentifikasi fenomena yang mungkin terkait.

Para peneliti menggunakan dua teknik pencitraan berbeda yang merekam aktivitas otak, yakni pencitraan resonansi magnetik fungsional dan elektroensefalogram pada orang-orang yang diminta untuk “mengosongkan pikiran” mereka.

Meski mengakui kekosongan mental spontan tidak sama dengan kekosongan yang diinduksi, mereka menemukan, pola-pola tertentu muncul yang berbeda dari kondisi mental lainnya. Ada semacam penonaktifan sirkuit kompleks yang menghubungkan berbagai area otak.

“Ketika pikiran tiba-tiba kosong, itu mungkin karena kelelahan dan sebagian otak merasa mengantuk. Saat Anda masih terjaga, mungkin sebagian jaringan otak Anda bekerja kurang efisien,” kata Demertzi.

Untuk memperkuat gagasan ini, mereka melihat ritme seperti tidur—yang disebut gelombang lambat—muncul dalam elektroensefalogram yang dapat mengganggu pemrosesan informasi normal.

“Dari perspektif jaringan, hal ini terkait dengan konektivitas berlebih, yang juga dapat mengganggu proses kognitif. Pikiran dapat mengalami semacam kegoyahan, yang menyebabkan kekosongan sesaat,” ujar Demertzi.

Mengenai seberapa sering hal itu terjadi, tidak ada data pasti, tetapi selama uji laboratorium, kelambatan ini muncul lebih dari 10% dari waktu saat beberapa fungsi kognitif dilakukan. Meski semua orang mengalami kelambatan ini, tetapi anak di bawah umur dan mereka yang memiliki attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan hiperaktivitas defisit perhatian cenderung mengalaminya lebih sering.

Penelitian itu juga menemukan, pengalaman umum yang didefinisikan sebagai mind blanking meliputi penurunan perhatian, masalah memori, dan berhentinya percakapan batin; mind blanking cenderung terjadi di akhir tugas perhatian yang panjang seperti ujian dan usai kurang tidur atau latihan fisik intens, tetapi juga merupakan kondisi wajar saat terjaga.

Selanjutnya, mind blanking termasuk bagian dari deskripsi klinis gangguan kecemasan umum; selama mind blanking, detak jantung dan ukuran pupil menurun, dan otak menunjukkan kompleksitas sinyal yang lebih rendah; selama kekosongan, ditemukan gangguan dalam pemrosesan sensorik di gelombang elektroensefalogram lambat seperti tidur, peningkatan aktivitas naural di area korteks posterior juga dapat menyebabka mind blanking; serta ada deaktivasi di girus frontal inferior, area Broca, korteks motoris tambahan, dan hippocampus.

Peneliti dari Institute for Advanced Studies in the Humanities di Universitas Edinburgh, Adriana Alcaraz mengatakan, ada beberapa teori tentang kekosongan pikiran ini. “Salah satunya adalah otak berada dalam kondisi istirahat atau sebagaimana disebut dalam ilmu saraf, dalam kondisi default,” ucap Alcaraz dalam El Pais.

Keadaan default ini sesuai dengan keadaan yang dialami otak saat kita tidak melakukan apa pun. Dan biasanya dikaitkan dengan momen-momen penyimpangan.

“Teori lain menunjukkan, jenis keadaan otak yang terjadi selama pikiran kosong mirip dengan apa yang terjadi selama keadaan meditasi atau bahkan saat kita tertidur,” ujar Alcaraz.

Yang terjadi dalam skenario ini adalah otak memasuki kondisi konvektivitas rendah. Namun, ada juga teori yang menyatakan, ketika pikiran kosong, otak kita berada dalam kondisi dasar kewaspadaan. “Otak diaktifkan, tetapi tidak memproses apa pun,” tutur Alcaraz.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan