sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jejak panggung Titi Qadarsih

Sepanjang kariernya di dunia hiburan, Titi tercatat pernah menjadi penyanyi, pemain teater, peragawati, penari, dan pemain film.

Fandy Hutari
Fandy Hutari Senin, 22 Okt 2018 17:16 WIB
Jejak panggung Titi Qadarsih

Aktris Titi Qadarsih meninggal dunia, Senin (22/10) siang, saat perjalanan pulang ke rumahnya di Cinangka, Sawangan, Depok, Jawa Barat. Kabar duka itu disampaikan putra sulungnya Indra Chandra Setiadi alias Indra Qadarsih melalui akun Instagram-nya.

Sepanjang kariernya di dunia hiburan, Titi tercatat menjamah berbagai bidang, mulai menjadi penyanyi, pemain teater, peragawati, penari, pengisi suara, hingga pemain film.

Anak politikus yang pandai menari

Titi merupakan anak dari Mohammad Sardjan, seorang politikus yang pernah duduk sebagai Menteri Pertanian dalam Kabinet Kesatuan III/Kabinet Wilopo pada 12 Agustus 1952 hingga 3 Maret 1956 dari Partai Masyumi.

Menurut Iin Nur Insaniwati dalam buku Mohamad Roem; Karier Politik dan Perjuangannya, 1924-1968, Sardjan merupakan salah seorang anggota Partai Sarekat Islam Indonesia (PSSI) yang dipecat pada 1937, karena membentuk kelompok oposisi bernama Barisan Penyadar Partai Sarekat Islam Indonesia (BP-PSII) di dalam organisasi PSII.

Bersama Agus Salim, A.M. Sangadji, dan Mohammad Roem, pada 23 Februari 1937, mereka mendirikan partai politik Pergerakan Penyadar. Di organisasi ini, Sardjan berposisi sebagai sekretaris.

Kondisi Titi Qadarsih di Rumah Sakit Fatmawati, sebelum meninggal dunia. (www.instagram.com/meiza_windy).

Sponsored

Sejak kecil, bakat Titi menjadi seorang penghibur sudah kelihatan. Dia pandai menari dan berdansa sejak belia.

Menurut pengakuannya di majalah Gamma volume 4 tahun 2002, Titi mengenal dansa sejak usianya baru dua tahun. Perempuan kelahiran Pare, Kediri, Jawa Timur 22 Desember 1945 itu mengenal dansa dari sejumlah teman ayahnya yang orang Belanda.

“Soal tari-menari bukan cerita baru baginya. Sewaktu kecil, kalau lihat asap ngepul, Titi suka menirukan lenggak-lenggok asap itu, dan ia sempat mempelajari balet klasik,” tulis Tempo edisi 10 Maret 1979.

Tempo edisi 10 Maret 1979 pun menulis, Titi kerap menjadi penari untuk mengiringi lagu Sam dari grup musik D’Lloyd pada akhir 1970-an. Dia pun pernah menjadi penari untuk video klip Gombloh berjudul “Apel” pada 1986.

Penyanyi hingga pemain film

Titi pun berbakat dalam dunia tarik suara. Pada 1964, bersama adiknya Sally dan temannya Wati Hartono, Titi membentuk grup vokal Salanti Sisters (Salanti Bersaudara). Namun, sebut majalah Selecta tahun 1969, grup vokal ini tak panjang usianya.

“Baru saja mulai menanjak populer, sudah bubar. Hingga kini tinggal duet Titi-Sally itu saja. Itupun munculnya hanya sekali-sekali,” tulis Selecta tahun 1969.

Pada 1966, Titi berambah ke seni peran. Dia bermain film pertama kali bersama komedian legendaris Bing Slamet dalam Hantjurnja Petualang (1966). Di film ini, dia berperan sebagai Mien, sekretaris pejabat (Bing Slamet) yang jujur.

Sepanjang kariernya di depan kamera, Titi bermain di 24 judul film. Film terakhirnya From London to Bali (2017).

Dalam kariernya sebagai pemain film, Titi pernah menyabet penghargaan Pemeran Pembantu Wanita Terbaik di ajang Festival Film Indonesia 1982, untuk film Jangan Ambil Nyawaku (1981).

Panggung teater juga menjadi dunia yang akrab bagi Titi. Perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia jurusan Bahasa Inggris (1962-1963) dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Indonesia (1963-1964) ini merupakan salah seorang pendiri Teater Koma, kelompok teater tenar yang dibentuk pada 1977.

Titi juga pernah bermain bersama Teater Penggemar Ibukota pada 1967, dengan cerita “Perhiasan Gelas” karya Tennesse Williams. Dia juga pernah menjadi anggota Teater Populer yang dipimpin Teguh Karya.

Salah satu pementasan teater yang tercatat di Tempo edisi 10 Maret 1979 adalah pertunjukan “Jangan Kirimi Aku Bunga” di Taman Ismail Marzuki pada 20 hingga 26 Februari 1979. Pertunjukan ini dimainkan oleh Yayasan Teater Nasional (Yatena), dan menurut Tempo, sukses dibanjiri penonton. Namun, di pertunjukan ini Titi hanya muncul sesaat.

Ibu dari mantan personel Slank Indra Qadarsih ini pun punya bakat lain, yang barangkali tak semua orang tahu. Di belakang kamera TVRI, tulis Tempo edisi 6 Juni 1987, Titi punya peran merias para penyanyi yang hendak rekaman.

Pada 1979, Titi pun membuka sekolah model Titi Modelling. Titi pun punya keahlian mengisi suara film (dubber). Tempo edisi 6 Juni 1987 menulis, Titi terbilang laris dengan profesi menjual suara itu. Selain dubber, dia pun terlibat dalam beberapa bagian “cuap-cuap” untuk lagu dangdut.

Titi pun pernah terlibat proyek rekaman cerita bersama dengan salah seorang personel Koes Plus Nomo Koeswoyo. Anak Nomo, yang juga terjun ke dunia tarik suara, Chicha Koeswoyo, membuat sebuah album kaset lagu dan cerita.

“Chicha yang menyanyi, saya yang bercerita,” kata Titi kepada Tempo, 6 Juni 1987.

Perempuan penerima Piala The Lovely Women dari Komite Kelestarian Lingkungan Hidup ini pun pernah menelurkan beberapa album, di antaranya Laki-Laki dan Om Yance.

Titi menghembuskan napas terakhir di usia 73 tahun, karena penyakit kanker usus yang menggerogotinya. Sebelum wafat, Titi sempat dirawat di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, selama dua minggu.

Berita Lainnya
×
tekid