Kenapa anjing suka mengejar kucing?
Idiom “seperti anjing dan kucing” kerap dilontarkan untuk dua orang yang sering bertengkar. Idiom itu berasal dari agresi anjing terhadap kucing. “Permusuhan” anjing dan kucing terlihat juga dalam serial kartun Tom & Jerry—di mana Tom kerap dikejar karakter anjing bernama Spike yang melindungi Jerry. Namun, saat ini, barangkali kita jarang sekali melihat kucing dan anjing di keseharian yang terlibat dalam perkelahian.
Lalu, apakah kucing dan anjing musuh alami? Bisa jadi, di masa silam demikian. Peneliti kehormatan di sekolah kedokteran hewan University of Bristol, John Bradshaw dalam The Guardian menjelaskan, kucing awalnya dianggap pengganggu. Sebaliknya, anjing sudah didomestikasi atau dipelihara jauh lebih dahulu oleh nenek moyang kita yang hidup sebagai pemburu dan peramu, setidaknya 15.000 tahun silam.
Sementara kucing mulai hidup dekat dengan manusia sekitar 10.000 tahun silam. Mulanya, terjadi secara alami dan kebetulan. Saat itu, manusia mulai menyimpan makanan, yang menarik banyak tikus. Kehadiran tikus menjadi masalah, dan kucing datang untuk memangsa tikus. Manusia lalu membiarkan kucing tetap tinggal karena merasa terbantu mengendalikan hama.
Selama 4.000 tahun pertama, tak ada bukti kuat manusia benar-benar menyukai kucing, selain hanya dimanfaatkan untuk mengusir tikus. Menurut Bradshaw, bukti kalau manusia mulai menyayangi kucing baru muncul pada masa Mesir kuno. Saat itu, kucing bahkan diberikan pemakaman khusus lengkap dengan persembahan, seperti semangkuk susu.
Singkatnya, karena tak mendapat perhatian dan perlakuan yang sama seperti anjing, kucing harus berjuang keras untuk bertahan hidup. Ketika berebut sisa makanan, anjing biasanya menang, terutama jika ada manusia di sekitar yang membantu. Dalam kondisi seperti ini, kucing mengandalkan kelincahan dan kecerdikannya untuk tetap aman.
Ancaman lain, anjing yang lapar bisa menjadi bahaya mematikan bagi anak kucing. Saat induk kucing pergi berburu, anak-anaknya berisiko diserang. Maka, induk kucing akan berusaha menyembunyikan sarangnya sebaik mungkin dan mengajarkan anak-anaknya untuk sangat takut pada anjing di sekitar mereka.
“Dari sinilah terbentuk sejarah panjang persaingan dan permusuhan antara kucing dan anjing,” tulis Bradshaw di The Guardian.
“Hingga kini, naluri itu masih ada. Anjing tetap punya dorongan mengejar kucing, dan kucing jika terpojok atau merasa cukup kuat akan berusaha melawan.”
Meski begitu, menurut profesor psikologi di University of British Columbia, Stanley Coren di Psychology Today bagi anjing, apa pun yang berbulu dan bergerak cepat bisa memicu reaksi untuk mengejarnya. Tak hanya kucing. Misalnya, tupai, kelinci, atau tikus yang berlari akan dikejar seperti kucing.
“Ini murni naluri alami, karena anjing memang diciptakan untuk mengejar benda yang bergerak cepat,” kata Coren.
“Bahkan, dorongan ini kadang meluas ke hal-hal yang bukan hewan. Beberapa anjing bisa mengejar anak-anak yang bermain skateboard, orang yang berlari, atau bahkan mobil yang melintas, meski jelas-jelas itu bukan kucing maupun hewan lainnya.”
Lambat-laun, permusuhan kucing dan anjing “mereda” setelah proses domestikasi. Menurut Bradshaw, otak mereka telah banyak berubah usai dipelihara manusia. Periode sosialisasi menjadi masa-masa yang penting bagi kucing dan anjing.
“Di masa ini, anak kucing dan anak anjing belajar mengenali induknya, memahami perilaku sesama spesies, dan yang paling penting, belajar kalau manusia bukan ancaman,” tulis Bradshaw.
“Menariknya, periode ini juga bisa dipakai untuk membuat kucing dan anjing berteman. Jika anak kucing dibesarkan bersama anjing yang ramah, atau sebaliknya, mereka akan menganggap satu sama lain sebagai keluarga.”
Tampaknya memang pemeliharaan kucing dan anjing cukup berhasil untuk membuat mereka tak berseteru. Penelitian yang diterbitkan di jurnal PLOS One pada 2020 yang melibatkan 1.270 orang yang memelihara anjing dan kucing menemukan, sebesar 68,5% anjing dan kucing terkadang tidur bersama. Lalu, sebesar 62,4% anjing dan kucing sering bermain bersama.
“Kami juga menemukan, beberapa bahasa tubuh mereka, seperti posisi ekor, sering ditafsirkan berbeda oleh kedua spesies,” tulis para peneliti.
“Namun, sebagian besar anjing dan kucing tetap menunjukkan respons yang tenang dan santai saat berinteraksi satu sama lain.”


