Tren podcast atau siniar, menurut The Guardian, berkembang pesat saat pandemi Covid-19. Jumlah podcast, terutama di Amerika Serikat, melonjak. Mengisi kekosongan dalam kehidupan profesional podcaster dan kehidupan sosial pendengar.
“Pandemi memberikan keuntungan pada podcast: pengalaman bersama dari lockdown membuat podcaster terasa lebih relevan daripada sebelumnya,” tulis The Guardian.
Pernahkah merasa mengenal dekat dengan podcaster, padahal sekalipun kita belum pernah bertemu?
Menurut peneliti dari Sekolah Seni, Media, dan Teknologi Kreatif di Universitas Salford Karl Turgut Maloney Yorganci dan dosen senior di Radio Studies di Universitas Salford Leslie Grace McMurtry dalam hasil riset mereka yang diterbitkan Journal of Radio & Audio Media (November, 2024), pendengar terasa dekat dengan podcaster karena terbentuknya hubungan parasosial.
The Guardian menulis, istilah parasosial pertama kali diciptakan sosiolog Donald Horton dan Richard Wohl pada 1956. Hubungan parasosial, dikutip dari PsyPost, merujuk pada keterkaitan emosional satu arah yang dibentuk oleh audiens terhadap tokoh media dan figur publik lainnya.
Hubungan ini muncul ketika merasa seolah-olah mereka mengenal seseorang—terutama figur publik—secara pribadi, meski seseorang itu tak tahu keberadaan mereka.
Profesor madya komunikasi di School of Communication, Universitas Chapman, Rebecca Tukachinsky Forster, dalam Psychology Today menulis, seorang penikmat media menjadi begitu terhubung secara mendalam dengan figur publik yang sebenarnya tidak mereka kenal karena garis batas antara yang nyata dan tidak nyata jauh lebih kabur daripada yang terlihat.
Menurut Forster, representasi media tentang realitas adalah fenomena yang relatif baru dalam istilah evolusi. Otak manusia belum berevolusi—setidaknya untuk saat ini—untuk memproses representasi media secara berbeda dari bagaimana dia diprogram untuk memproses hal-hal nyata di lingkungan kita.
“Singkatnya, manusia secara alami cenderung melihat orang-orang di media sebagai nyata, mengaburkan garis antara aktor dan karakter yang mereka perankan, selebritas dan pribadi mereka di luar layat. Hal ini memungkinkan penonton untuk membentuk hubungan yang secara psikologis nyata, meski secara imajinatif dan satu arah,” tulis Forster.
Hal itu juga berlaku bagi pendengar dengan podcaster favorit mereka. Disebut PsyPost, Yorganci dan McMurtry memilih 10 orang berusia 25 hingga 34 tahun yang secara rutin mendengarkan podcast yang dibawakan komedian stand-up. Peserta direkrut lewat media sosial dan diwawancarai melalui platform konferensi video.
Wawancara dilakukan secara semi terstruktur, memungkinkan peserta berbagi pemikiran dan pengalaman mereka terkait pembawa acara podcast favorit mereka. Peneliti lalu menganalisis transkrip wawancara untuk mengidentifikasi tema dan pola umum.
Analisis para peneliti mengungkap, pendengar memandang pembawa acara podcast favorit mereka autentik berdasarkan tujuh karakteristik utama, yakni keseharian, kedekatan, kesamaan, kebebasan, spontanitas, ketidaksempurnaan, dan pengakuan. Setiap karakteristik ini berkontribusi pada perkembangan hubungan parasosial dengan menciptakan rasa mengenal podcaster atau membangun perasaan persahabatan.
“Temuan itu menunjukkan, podcast menciptakan rasa keintiman yang unik antara podcaster dan pendengarnya,” tulis PsyPost.
Misalnya, dalam karakteristik keseharian, pendengar menggambarkan podcaster favorit mereka sebagai orang biasa yang berbagi pengalaman yang sama. Tak seperti selebritas, pembaca acara podcast dianggap apa adanya, tidak dibuat-buat. Membahas aspek kehidupan yang biasa, dengan bahasa yang santai dan mudah dimengerti. Hal ini membantu pendengar merasa, podcaster adalah bagian dari mereka.
“Percaya kalau Anda memiliki kesamaan dengan podcaster dan memandang mereka sebagai sosok yang biasa serta mudah terhubung, bisa memupuk rasa persahabatan terhadap mereka, begitu pula perasaan terhubung dalam momen bersama,” kata Yorganci kepada PsyPost.
“Memandang podcaster bebas mengekspresikan diri, mengakui ketidaksempurnaan mereka, dan membuat pengakuan pribadi dapat menciptakan kesan benar-benar mengenal mereka.”