Kenapa perempuan menikah dengan pria yang usianya jauh lebih tua?
Pernikahan antara seorang kakek bernama Tarman, 74 tahun, dengan gadis berusia 24 tahun, Sheila, di Pacitan, Jawa Timur beberapa waktu lalu mendapat sorotan publik. Selain perbedaan usia yang terlampau jauh, Tarman juga disebut-sebut memberikan mahar yang fantastis, yakni cek senilai Rp3 miliar dan satu unit mobil.
Lahir pada 2001, Sheila sendiri masuk dalam kategori generasi Z. Sedangkan Tarman, kelahiran 1951 yang masuk kategori generasi baby boomer.
Terlepas dari isu miring yang dialamatkan ke Tarman, yang disebut mantan narapidana kasus penipuan dan diduga memberi cek mahar palsu, apakah alasan seorang perempuan menikah dengan pria yang usianya sangat jauh? Apakah sekadar tertarik dengan iming-iming harta?
New York Post menulis, perempuan generasi Z dikenal lebih progresif dan terbuka dalam menyuarakan pandangan mereka. Akibatnya, banyak perempuan muda mengaku kesulitan menemukan pasangan yang memiliki pandangan serupa, dan akhirnya justru lebih sering menjalin hubungan dengan pria yang usianya beberapa tahun lebih tua.
“Data mendukung fenomena ini. Hanya 56% gen Z yang melaporkan pernah menjalin hubungan romantis saat remaja, dibandingkan 78% generasi boomer. Angka ini bukan sekadar menurun, tetapi anjlok drastis,” tulis New York Post.
Tren yang muncul sebagai respons terhadap hal ini adalah hubungan gen-blend atau hubungan antargenerasi. Menurut aplikasi kencan Bumble, tren ini sedang meningkat pesat, dengan 63% penggunanya menyatakan mereka tak keberatan berkencan dengan seseorang di luar kelompok usianya.
Kepada British GQ, pakar hubungan dari Seeking.com, Emma Hathorn menjelaskan, media sosial berperan besar dalam mengubah cara pandang masyarakat terhadap hubungan yang berbeda dari kebiasaan.
“Platform seperti TikTok memberi kita akses pada berbagai model hubungan yang sebelumnya mungkin tak pernah kita lihat di lingkungan sosial kita,” kata Hathorn.
“Paparan seperti ini mengubah ekspektasi dan cara kita memandang hubungan.”
Dengan kata lain, generasi Z mulai memahami bahwa cinta bukan hanya tentang usia — tetapi tentang kesamaan nilai dan cara pandang.
“Menjalin hubungan dengan seseorang yang lebih tua atau lebih muda memberi kesempatan untuk belajar dari pengalaman dan latar belakang budaya yang berbeda. Masa muda membawa perspektif segar, sementara pengalaman menawarkan kebijaksanaan,” tutur Harthorn.
Penyebab
Sementara itu, pakar hubungan dari Savethatspark.com, Lisa Welsh, kepada Citizen mengatakan, perempuan muda lebih sadar dan selektif dalam memilih siapa yang mereka kencani, termasuk dalam hal sekecil foto yang mereka unggah di Instagram.
“Mereka mencari kedewasaan, stabilitas, dan kejelasan arah hidup. Mereka ingin pasangan sejalan dengan tahan kehidupan mereka. Dan, sering kali, itu berarti pria yang lebih tua,” ujar Welsh.
Belum lagi, perempuan gen Z menyadari pilihan pasangan di antara teman sebayanya semakin terbatas. Menurut Welsh, banyak perempuan muda menemukan pria seusia mereka masih dalam tahap mencari jati diri, sedangkan pria yang lebih tua sudah melewati fase itu.
“Perempuan gen Z menginginkan komunikasi yang jelas dan kestabilan emosi,” katanya. “Mereka mencari nilai-nilai yang sejalan.”
Berbagai “penyakit” dalam dunia kencan modern, seperti ghosting, kurangnya komitmen, hingga hubungan yang hanya untuk bersenang-senang, membuat banyak perempuan generasi Z lelah secara emosional.
“Kelelahan berkencan itu nyata bagi perempuan gen Z,” ujarnya.
“Mereka lelah dengan ketidakjelasan. Pria yang lebih tua cenderung lebih tegas dalam mencari komitmen dan tidak suka membuang waktu.”
Selain itu, dahulu perempuan diharapkan untuk menikah dengan pria yang usianya tak jauh berbeda dan tetap berada dalam batasan “usia yang pantas”. Namun, aturan itu kini tak lagi relevan bagi generasi Z.
“Wanita Gen Z tidak terlalu peduli dengan harapan masyarakat,” kata Welsh.
“Mereka lebih fokus pada apa yang benar-benar cocok dan membuat mereka bahagia. Mereka membuat keputusan kencan berdasarkan kebutuhan pribadi, bukan sekadar mengikuti tradisi.”
Penulis buku The Social Psychology of Attraction and Romantic Relationships, Madeleine Fugere menjelaskan, ketertarikan perempuan pada pria yang lebih tua bukan sekadar klise budaya, melainkan punya dasar psikologis dan evolusioner.
“Ada bukti ilmiah yang menunjukkan, bukan hanya perempuan muda yang tertarik pada pria lebih tua, tetapi juga pria yang lebih tua tertarik apda perempuan lebih muda. Sebuah kondisi yang saling menguntungkan,” ujar Fugere kepada Grazia Daily.
Menurut Fugere, preferensi ini muncul di hampir sebuah budaya, yang menunjukkan fenomena tersebut bersifat hampir universal. Pola ini, kata dia, berlanjut sepanjang hidup seseorang.
“Seiring bertambahnya usia, pria tetap lebih menyukai pasangan yang lebih muda, sedangkan perempuan terus menyukai pasangan yang lebih tua hingga sekitar usia 70 tahun,” ucap Fugere.
Dari sisi evolusi, Fugere menjelaskan, kecenderungan ini memiliki dasar biologis. “Bagi pria, hal ini berkaitan dengan memastikan calon pasangan masih subur. Sementara bagi perempuan, faktor yang dipertimbangkan biasanya adalah sumber daya yang dimiliki pria yang lebih tua, seperti penghasilan dan stabilitas,” tuturnya.
“Pria yang lebih tua umumnya sudah lebih matang dan mapan, dan hal itu sering kali dianggap menarik oleh perempuan.”
Terlepas dari itu, ada sesuatu yang perlu pula dipertimbangkan. Penelitian yang dilakukan demografer asal Jerman, Sven Drefahl menemukan, pria berusia 50 tahun yang menikahi perempuan 16 tahun lebih muda punya risiko kematian 4% lebih rendah per tahun. Sebaliknya, perempuan yang menikah dengan pria 16 tahun lebih muda justru punya risiko kematian 40% lebih tinggi.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Demography pada 2010 itu mengambil sampel di Denmark. Menurut CNY Health, penelitian itu tak menjelaskan secara pasti mengapa perempuan yang lebih tua meninggal lebih cepat. Namun, ada kemungkinan, perempuan yang menikah dengan pria lebih muda cenderung menentang norma sosial, yang mungkin lebih sering terlibat dalam perilaku berisiko.
“Mereka juga mungkin mengalami isolasi sosial karena perbedaan usia yang dianggap ‘tidak biasa’, sehingga menimbulkan tekanan psikologis dari pandangan masyarakat,” tulis CNY Health.
Sebaliknya, pria tua yang menikah dengan perempuan lebih muda mendapat perubahan positif yang dibawa pasangan mereka. Misalnya, mereka menemukan sumber semangat baru setelah kehilangan atau perceraian.
“Perubahan ini bisa merangsang sisi sosial dan emosional sang suami. Selain itu, istri yang lebih muda sering kali membawa gaya hidup dan kebiasaan sehat ke dalam rumah tangga,” tulis CNY Health.


