

Kidal dikaitkan dengan gangguan disleksia, autisme, dan skizofrenia

Penggunaan tangan kiri atau kidal yang dominan untuk aktivitas sehari-hari, seperti menulis, makan, atau menyisir rambut, telah dikaitkan dengan berbagai gangguan, termasuk disleksia, autisme, dan skizofrenia. Hal ini diungkapkan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Bulletin berjudul “Handedness in Mental and Neurodevelopmental Disorders: A Systematic Review and Second-Order Meta-Analysis”.
Preferensi untuk menggunakan tangan tertentu dibentuk oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Kecenderungan ini muncul sejak awal perkembangan, bahkan sebelum kelahiran.
Selain itu, preferensi tangan ini terkait erat dengan lateralitas otak, khususnya di area yang mengatur fungsi bahasa. Para peneliti menyimpulkan bahwa keterkaitan antara kidal dan gangguan mental berakar pada proses perkembangan otak awal yang sama, yang juga menentukan fungsi bahasa.
Dikutip dari Neuroscience News, temuan menunjukkan, individu kidal atau yang memiliki kemampuan tangan campuran (bisa menggunakan kedua tangan) lebih umum ditemukan pada pasien dengan gangguan neurologis tertentu, seperti gangguan spektrum autisme. Hal ini diyakini terjadi karena perkembangan otak yang memengaruhi kidal juga relevan dengan gangguan tersebut.
“Bahasa, seperti halnya kidal, memiliki lokasi yang sangat sepihak di otak. Oleh karena itu, masuk akal jika perkembangan keduanya dan gangguan yang terkait dapat saling berhubungan,” kata peneliti dari Institut Ilmu Saraf Kognitif di Universitas Ruhr Bochum yang juga salah seorang penulis studi, Julian Packheiser dalam Neuroscience News.
Dikutip dari Psypost, para peneliti menduga, kecenderungan menggunakan tangan tertentu mungkin mencerminkan perbedaan neurokognitif yang relevan dengan kondisi ini.
Setiap meta-analisis mencakup perbandingan antara individu yang didiagnosis dengan gangguan tertentu dan kelompok kontrol yang sehat, dengan data tentang preferensi tangan (kanan, kiri, atau campuran).
Para peneliti melakukan meta-analisis tingkat kedua, menggabungkan data dari 10 meta-analisis yang dipublikasikan sebelumnya tentang kidal pada berbagai gangguan mental dan perkembangan saraf, seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, autisme, depresi, disleksia, diskalkulia, disabilitas intelektual, post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma, pedofilia, gagap, dan skizofrenia.
Mereka memperbarui setiap meta-analisis dengan studi yang dipublikasikan hingga April 2024, menghasilkan total 402 dataset yang mewakili 202.434 individu (36.902 kasus dan 165.532 kontrol).
Mereka menganalisis tiga klasifikasi penggunaan tangan yang berbeda: tidak kidal, kidal, dan campuran. Tim menggunakan rasio peluang untuk mengukur kemungkinan kidal atipikal pada populasi klinis dibandingkan dengan kontrol.
Mereka juga melakukan analisis moderator potensial termasuk status perkembangan saraf, asosiasi bahasa, dan usia timbulnya kondisi. Para peneliti juga mencatat variabel penting, seperti usia, jenis kelamin, metode klasifikasi preferensi tangan, serta lokasi geografis studi.
Dalam berbagai penelitian, ditemukan individu dengan gangguan mental atau perkembangan saraf lebih sering memiliki preferensi tangan yang tidak biasa dibandingkan individu yang sehat. Preferensi tangan yang tidak biasa ini mencakup kidal atau penggunaan tangan secara campuran.
Hasil penelitian menunjukkan, orang dengan kondisi tersebut memiliki kemungkinan sekitar 1,5 kali lebih besar untuk tidak menggunakan tangan kanan sebagai tangan dominan, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat. Temuan ini menyoroti hubungan menarik antara preferensi tangan dan kondisi kesehatan mental maupun perkembangan saraf.
Ketika melihat secara khusus pada kidal dan penggunaan tangan campuran, keduanya ternyata lebih umum pada individu dengan gangguan klinis. Penggunaan tangan campuran bahkan menunjukkan hubungan yang paling kuat.
Namun, kecenderungan ini berbeda-beda tergantung pada jenis gangguannya. Misalnya, skizofrenia, gangguan spektrum autisme, dan disabilitas intelektual memiliki hubungan yang lebih jelas dengan preferensi tangan yang tidak lazim.
Peneliti juga menemukan pola menarik saat mengeksplorasi faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi hubungan ini. Gangguan perkembangan saraf—seperti ADHD, autisme, disleksia, diskalkulia, disabilitas intelektual, dan gagap—cenderung lebih sering dikaitkan dengan preferensi tangan yang tidak lazim.
Selain itu, kondisi yang berkaitan dengan kesulitan bahasa memiliki kaitan lebih erat dengan penggunaan tangan yang tidak dominan. Hal ini mendukung teori, gangguan pada asimetri otak dapat memengaruhi fungsi bahasa dan motorik.
Pada kondisi non-perkembangan saraf, seperti skizofrenia dan PTSD, individu dengan usia rata-rata awal timbulnya penyakit juga menunjukkan peningkatan penggunaan tangan yang tidak dominan. Pola-pola ini mengindikasikan bahwa perkembangan otak dini memiliki peran penting dalam menentukan dominasi tangan sekaligus kerentanan terhadap kondisi kejiwaan tertentu.
Menariknya, dikutip dari Study Finds, tidak semua kondisi kejiwaan menunjukkan hubungan dengan kidal. Depresi, diskalkulia (ketidakmampuan belajar matematika), dan pedofilia tak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal kidal dibandingkan dengan kelompok kontrol.
“Pada orang yang mengalami depresi, yang rata-rata terjadi pada usia sekitar 30 tahun, kami tidak dapat menunjukkan adanya hubungan apa pun,” kata Julian Packheiser dalam Neuroscience News.
Meski temuan ini bisa memengaruhi cara dokter menilai kondisi perkembangan saraf, para peneliti memperingatkan agar tidak menafsirkan secara berlebihan. Sebab, walau signifikan secara statistik, temuan ini tak cukup substansial untuk menggunakan tangan kidal saja sebagai diagnosis.
“Banyak orang kidal tidak pernah mengalami masalah kesehatan mental, dan banyak orang dengan kondisi ini tidak kidal,” kata para peneliti, dikutip dari Study Finds.


Berita Terkait
Apakah kemampuan humor diwariskan secara genetik?
Para ilmuwan mengakhiri perdebatan 60 tahun tentang otak manusia
2 area otak yang bisa mengendalikan pilihan saat kelelahan mental
Benarkah orang kidal lebih kreatif?

