close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi tengkorak manusia purba./Foto mafnoor/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi tengkorak manusia purba./Foto mafnoor/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Sabtu, 01 November 2025 11:49

Out of Africa hingga East Asia: Dari mana kita semua berasal?

Teori out of Africa masih diperdebatkan hingga kini oleh sejumlah ilmuwan.
swipe

Saat berbicara untuk membuka konferensi internasional Persatuan Ilmuwan Prasejarah dan Protosejarah Inter-Regional Conference 2025 di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (28/10), Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengajukan teori soal persebaran manusia di dunia.

“Manusia purba Nusantara bisa berekspansi melalui jalur laut, tak hanya berjalan menyusuri benua, seperti yang selama ini didiskusikan dalam teori out of Africa. Gagasan out of Nusantara menjadi semakin kuat dengan adanya bukti-bukti ini, persebaran manusia purba tidak hanya bersifat satu arah dari Afrika, melainkan dapat bermula justru dari wilayah Nusantara,” kata Fadli, dikutip dari Kompas.com.

Sebagai bukti, Fadli mencontohkan kehidupan Homo erectus yang ditemukan Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Bukti lainnya, temuan peradaban kuno di berbagai wilayah Indonesia, seperti lukisan naratif berusia sekitar 51.200 tahun di Gua Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.

Salah satu bukti paling kuat, kata Fadli, dapat ditemukan di Gua Liang Kobori di kawasan karst Muna, Sulawesi Tenggara. Lukisan-lukisan di gua ini menggambarkan perahu, kegiatan perburuan laut, dan penggembalaan hewan.

“Ini menunjukkan bahwa manusia awal di Nusantara sudah mampu mengarungi lautan dan memiliki tradisi maritim. Lukisan-lukisan purba tersebut merekam memori visual dunia maritim Austronesia yang kelak turut membentuk identitas kepulauan Asia Tenggara dan Indo-Pasifik,” tutur Fadli.

Rekonstruksi Pithecanthropus erectus yang disumbangkan Dubois kepada Pemerintah Belanda pada 1931./Foto Het volk, 1 Desember 1931.

Teori out of Africa

Teori out of Africa, yang disinggung Fadli, menyatakan manusia modern (Homo sapiens) berasal dari Afrika dan kemudian bermigrasi keluar, menyebar ke seluruh dunia, menggantikan spesies homonid lainnya.

Hipotesis out of Africa tentang asal-usul manusia modern muncul pada pertengahan tahun 1980-an. Saat itu, dikutip dari Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) para ahli paleoantropologi seperti Gunter Brauer di Jerman dan Chris Stringer di Inggris mulai menunjukkan, meski jarang ditemukan, fosil-fosil tertua yang menyerupai manusia modern berasal dari wilayah Afrika bagian selatan dan timur.

Dari temuan tersebut, lahir gagasan tentang asal-usul tunggal dari Afrika bagi manusia modern. Hipotesis ini kemudian mendapat dukungan kuat dari penelitian sistematika molekuler. Perbandingan DNA mulai menunjukkan hasil yang sejalan dengan temuan sebelumnya, berdasarkan studi protein, yaitu Afrika merupakan sumber utama populasi manusia modern di seluruh dunia.

Mengutip BBC, teori out of Africa meyakini Homo sapiens berkembang pertama kali di Afrika, lalu menyebar ke seluruh dunia antara 100.000 dan 200.000 tahun silam.

“Implikasi dari argumen ini adalah semua orang modern pada akhirnya merupakan keturunan Afrika,” tulis BBC.

Teori lainnya, yang bertentangan dengan out of Africa adalah teori multi-regional, yang meyakini Homo sapiens berevolusi secara bersamaan di berbagai belahan dunia dari pemukim Homo erectus asli. Artinya, orang-orang di China merupakan keturunan dari populasi Homo erectus di sana, sedangkan orang Australia mungkin merupakan keturunan dari populasi Homo erectus di Asia Tenggara.

Penelitian pada 2007 yang dilakukan ilmuwan dari Cambridge University dan Anglia Ruskin University, menguatkan teori out of Africa. Para peneliti melakukan survei genetik terhadap penduduk asli Australia, yakni Aborigin, yang berasal dari kelompok kecil kolonis yang sama dengan tetangga mereka di Nugini.

Para ilmuwan menganalisis DNA mitokondria (mtDNA) dan DNA kromosom Y dari penduduk Aborigin Australia serta masyarakat Melanesia di Nugini. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan berbagai pola DNA manusia purba.

Hasil penelitian menunjukkan, suku Aborigin dan Melanesia punya kesamaan genetik yang kuat dengan kelompok manusia modern pertama yang keluar dari Afrika sekitar 50.000 tahun lalu.

Di tahun 2007 pula, muncul penelitian yang terbit di PNAS. Penelitian yang dipimpin ahli paleobiologi dari Centro Nacional de Investigacion Sobre la Evolucion Humana atau Pusat Penelitian Nasional Evolusi Manusia di Spanyol, Maria Martinon-Torres itu menemukan, nenek moyang orang Eropa modern mungkin tak sepenuhnya berasal dari migrasi out of Africa.

Berdasarkan analisis terhadap lebih dari 5.000 gigi milik anggota genus Homo yang hidup pada masa Pleistosen dan akhir Pliosen dan kerabat dekatnya, Australopithecus, para peneliti menemukan, banyak pemukim awal justru berasal dari Asia.

“Para peneliti tidak menyangkal migrasi (dari Afrika) itu terjadi, tetapi mereka menilai perpindahan manusia melintasi Eurasi mungkin jauh lebih berpengaruh dibandingkan migrasi dari Afrika,” kata antropolog fisik di University of Washington, Erik Trinkaus kepada Scientific American.

Ilustrasi kerangka manusia./Foto stux/Pixabay.com

Menantang teori out of Africa

Pada 2002 lalu, temuan penanggalan fosil Hominid  Liujiang di China menantang teori out of Africa. Mengutip Xinhua News Agency, dengan menggunakan metode penanggalan terbaru, para ilmuwan menemukan, Hominid Liujiang telah hidup di China selatan antara 70.000 hingga 130.000 tahun lalu, bukan 30.000 tahun, sebagaimana diperkirakan sebelumnya.

Temuan tersebut memperkuat teori evolusi lokal, yakni manusia modern di China berkembang dari populasi yang sudah ada di wilayah tersebut, bukan semata hasil migrasi dari Afrika. Fosil Hominid Liujiang ditemukan pada 1958 di sebuah gua di Liujiang, Guangxi, China selatan—termasuk salah satu kerangka manusia modern paling lengkap di Asia Timur.

“Fosil Liujiang membuktikan bahwa manusia telah hidup di China selatan antara 70.000 hingga 130.000 tahun lalu, atau bahkan lebih awal, sehingga kemungkinan migrasi dari Afrika menjadi tidak relevan,” kata ahli paleontologi Wang Wei.

Sementara itu, pada Desember 2024 ahli biologi evolusi dari China Huan Shi mengusulkan evolusi dimulai di Asia Timur, di mana menurutnya fosil-fosil sebelum garis waktu Afrika telah ditemukan. Bukti keragaman genetik merupakan inti teori out of East Asia, berdasarkan pada konsep yang disebut maximum genetic diversity (MGD) atau keragaman genetik maksimum—yang menyatakan spesies kompleks lebih mungkin memiliki keragaman genetik yang lebih sedikit.

Dikutip dari Daily Mail, Huang mengatakan, karena populasi Asia Timur memiliki keragaman genetik paling sedikit, kemungkinan besar mereka adalah nenek moyang manusia yang sebenarnya.

“Orang Eropa kuno juga ditemukan jauh lebih dekat dengan orang Asia Timur,” kata Huang. “Baik dalam hal susunan genetik ayah maupun ibu.”

Dengan logika ini, kata Huang, temuan arkeologis manusia purba yang punya kemiripan genetik paling banyak, baik satu sama lain maupun dengan ras manusia masa kini yang lebih luas, merupakan kandidat yang paling mungkin untuk asal usul spesies tersebut.

Jika teori out of Africa benar, Huang mengatakan, DNA dari spesimen Eropa berusia 45.000 tahun akan lebih cocok dengan DNA Afrika kuno.

“DNA kuno (aDNA) dari manusia modern tertua yang ditemukan di Eropa kembali menunjukkan kemiripan yang lebih dekat dengan orang Asia daripada orang Afrika,” ujar Huang.

Out of Africa telah berulang kali dibantah oleh aDNA.”

Menurut Huang, analisis tengkorak Dali yang sangat lengkap, yang ditemukan pada 1978 di Dali, Shaanxi, China menunjukkan usianya 360.000 tahun. Saat diteliti para ahli dari Texas A&M University dan Chinese Academy of Sciences pada 2017, ditemukan banyak kesamaan karakteristik dengan manusia modern.

Pada 2016, Huang dan timnya pertama kali memaparkan teori out of East Asia pada konferensi akademis internasional. Namun, dia belum dapat menemukan jurnal akademis di luar China yang bersedia menerbitkan teorinya.

“Kami mencoba mengirimkan makalah ke banyak jurnal dan ditolak, jadi kami menyerah,” kata Huang.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan