sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menjaring untung dari bisnis jasa titip daring

Bisnis jasa titip membantu orang untuk mendapatkan barang yang diinginkan, dan mendatangkan keuntungan menggiurkan bagi penyedianya.

Laila Ramdhini
Laila Ramdhini Kamis, 06 Sep 2018 17:26 WIB
Menjaring untung dari bisnis jasa titip daring

Perkembangan teknologi bukan hanya menghapus jarak antarmanusia. Namun, juga memudahkan orang untuk memperoleh barang yang diinginkan, tanpa hari beranjak dari tempat duduk.

Jaringan internet membuat segalanya menjadi praktis. Belanja dengan perantara media sosial, makin digemari orang.

Sejumlah orang menangkap peluang, memanfaatkan media sosial untuk menawarkan jasa titip (jastip). Tentu saja, hal ini memudahkan orang. Mereka tak perlu repot-repot mencari barang di toko fisik, dan tak perlu menjelajah di toko daring.

Barangkali, penyedia jastip ini mirip "om jin", yang siap mengabulkan permintaan pelanggan untuk memperoleh barang yang diinginkan. Praktis. Tinggal menyebutkan barang yang diinginkan, transfer, barang pun hadir di depan mata dalam hitungan hari.

Bermula dari kebosanan

Keuntungan yang diraup penyedia jastip pun menggiurkan. Bahkan, hanya modal "dengkul" mereka bisa mendapatkan keuntungan fantastis.

Salah satu penyedia jastip adalah Devi Fajar. Dia memulai bisnis ini pada 2014. Mulanya, Devi iseng. Dia merasa bosan di rumah, ketika cuti hamil dari kantornya.

Kemudian, Devi pergi belanja. Hobi Devi memang belanja barang-barang bermerek di sekitar Jakarta.

Sponsored

Dalam perjalanan, dia berpikir, sebagai orang yang tinggal di kota besar, tentu saja gampang mendapatkan barang yang diinginkan. Namun, bagaimana dengan orang-orang, terutama seorang ibu, yang tinggal di desa-desa?

Ide Devi membuka usaha jastip akhirnya muncul. Dia menyediakan jastip untuk ibu-ibu yang ingin membeli keperluan bagi buah hatinya. Devi memfokuskan barang-barang keperluan bayi dan balita, seperti pakaian, sepatu, dan mainan.

Dia juga menyediakan jastip untuk aksesoris, seperti topi, bandana, dan kacamata. Seluruh barang ini bermerek, dan hanya bisa didapatkan di kota besar seperti Jakarta.

“Akhirnya aku jual barang yang dibeli dari store di Jakarta dengan merek ternama, seperti H&M, Mothercare, Stradivarius, dan Zara. Merek seperti ini kan tidak bisa ditemukan di kota lain,” kata Devi kepada Alinea, Kamis (6/9).

Teknik menjual barang jastip cukup mudah. Biasanya, penjual akan menentukan terlebih dahulu barang-barangnya yang akan dijual. Kemudian, foto barang diunggah ke akun instagram atau situs khusus. 

Detail barang, seperti ukuran dan harga, dicantumkan di sana. Meski demikian, ada juga barang yang bisa dipesan khusus oleh pembeli.

Ada penyedia jastip yang sudah menyematkan ongkos layanannya ke harga barang. Ada pula yang menghitungnya terpisah, dengan cara menyebut tarif layanannya. Devi memilih cara yang kedua, dengan ongkos layanan yang dipukul raya Rp25.000 per barang.

Barang yang dijual Devi melalui akun instagram-nya @abestall sangat diminati pelanggan. Hingga kini, akun @abestall milik Devi sudah diikuti 72.500 orang. Pembelinya pun terpencar, dari Sabang sampai Marauke. 

“Dengan jastip ini, bukan hanya hobi saya yang tersalurkan, tapi juga ada kepuasan batin, saat orang titip barang dan saya berhasil beliin. Mereka semua kan jauh dari Jakarta,” kata Devi.

Dari usaha jastip, Devi meraup untung sekitar Rp1,5 juta hingga Rp3 juta per hari. Jika ditotal, Devi bisa mengantongi Rp75 juta per bulan.

Untuk mengakomodir pesanan pelangganan, Devi mempekerjakan lima orang, dengan masing-masing tiga orang sebagai admin (mengelola media sosial dan belanja). Sementaram dua orang lainnya bagian packing (mengepak sampai mengirim barang). 

Alhamdulillah bisa jadi lapangan kerja buat orang lain. Lagipula kalau tidak ada yang bantu, saya juga kewalahan. Soalnya sehari bisa ada pesanan 75 sampai 100 items (barang) bahkan lebih,” ujarnya.

Selain @abestall, Devi juga punya @modestall, akun instagram yang menerima jastip barang untuk dewasa. Namun, Devi mengaku keuntungan yang didapat lebih besar dari @abestall.

Dari statistik kunjungan ke akun instragam-nya, Devi mencatat lebih dari 65% berasal dari Jabodetabek. Sisanya, dari seluruh daerah di Indonesia. Dari jumlah pesanan yang diterimanya, Devi melayani lebih dari 50% ke luar kota.

Berawal dari hobi jalan-jalan

Cerita lain datang dari Rizkika Latania, yang akrab disapa Rara. Dia punya dua akun instagram yang ditujukan dengan sasaran berbeda. 

Akun @lataniacollection dimanfaatkan untuk jastip barang kebutuhan bayi dan balita, seperti jepitan rambut, tas sekolah, hingga sepatu. Sementara, akun @stopoverproject menyediakan jastip berbagai macam barang yang banyak diminati anak muda, seperti aksesori dan makanan.

Hobi Rara berlibur ke tempat baru, memunculkan ide untuk membuka jastip barang. Lewat akun @stopoverproject, Rara menawarkan barang yang bisa dibelinya saat melancong ke Bali, Singapura, sampai Thailand. Ragam barang yang dipilih, yakni makanan, kosmetik, botol minum, tas, dan pakaian. 

“Awalnya berpikir kenapa sih nggak memanfaatkan perjalanan liburan dan sisa ruang di koper buat buka jasa titip, ternyata banyak yang minat beli,” kata Rara kepada Alinea, Kamis (6/9).

Keuntungan yang didapat Rara pun cukup besar. Untuk sekali jastip dengan perjalanan tiga hari dan kapasitas separuh koper saja, Rara bisa mengambil keuntungan sedikitnya Rp2 juta. 

Rara membanderol jastip yang berbeda untuk setiap jenis, dengan kisaran Rp5 ribu hingga Rp50 ribu per barang. Tingkat kesulitan mendapatkan barang, ukuran, berat, dan materialnya amat menentukan besaran ongkosnya.

Meski terlihat menggiurkan, bisnis jastip ini juga punya risiko, terutama jika membuka jastip untuk perjalanan ke luar negeri. Sebab, penyedia jastip pasti akan menghadapi pemeriksaan barang dari kantor imigrasi yang ada di bandara setempat. Regulasi yang diterapkan mereka tentu bermacam-macam.

Rara sempat apes saat membuka jastip ke Bangkok. Dia dan koleganya yang dititipi lotion tidak memasukkannya ke dalam koper bagasi, tapi malah membawanya di tas jinjing. Akhirnya, barang tersebut terjegal random security checking, karena merupakan cairan dengan ukuran di atas 100 mililiter.

“Sial banget itu, kami harus membuangnya. Jadi di dalam bandara beli lagi deh dengan harga yang lebih mahal,” katanya.

Sejumlah hal yang perlu diperhatikan

Dari berbagai pengalaman yang didapatkan penyedia jastip, berikut ini ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam membuka bisnis jastip.

Pertama, pastikan jenis, harga, dan ukuran barang. Semakin kecil jenis barang, maka semakin banyak untung yang bisa didapat. Biasanya jenis kosmetik lebih banyak diminati dan mendatangkan keuntungan.

Kedua, perhitungkan kapasitas koper. Jangan sampai barang yang dibawa melebihi kapasitas yang ada.

Ketiga, beli kuota internet yang mencukupi. Ketika akan menjual barang daring, maka dibutuhkan jaringan internet yang cepat. Jangan sampai kehabisan kuota di tengah jalan.

Keempat, hindari jastip dengan barang berupa cairan atau yang mudah rapuh. Terakhir, cari teman bisnis yang suka jalan dan belanja.

Berita Lainnya
×
tekid