Rifky Ardiansyah, salah seorang generasi Z yang hobi naik gunung, mengatakan dia pertama kali mendaki pada 2010. Berawal dari ajakan seorang teman. Gunung pertama yang didakinya adalah Gunung Gede di Jawa Barat dari Jakarta.
“Awalnya cuma ikut-ikut aja, teman ngajakin naik gunung. Eh, ternyata seru juga,” kata Rifky kepada Alinea.id, Selasa (1/7).
Gunung pertama yang dia daki itu, membuka matanya pada sebuah dunia yang tenang, sunyi dari hiruk-pikuk kota, dan bebas dari polusi. Rifky menyebut, sensasi berada di gunung sangat berbeda dari rutinitas harian di kota besar.
“Pengalaman paling seru itu ya nikmatin ketenangan. Suasananya adem, tentram banget,” ucap Rifky.
Sebagai seorang pendaki yang cukup berpengalaman, Rifky menekankan pentingnya persiapan sebelum mendaki, terutama bagi pemula. Salah satu yang wajib menurutnya adalah surat keterangan sehat dari dokter, yang harus diperoleh satu hari sebelum keberangkatan.
“Dengan surat itu, kita tahu kondisi tubuh kita, benar-benar siap atau enggak,” tutur Rifky.
Tak hanya itu, latihan fisik juga tak boleh dianggap remeh. “Minimal seminggu sebelumnya sudah mulai joging, biar fisik enggak kaget,” kata Rifky.
Untuk perlengkapan, Rifky menyarankan agar pendaki pemula tidak asal berangkat. Obat-obatan pribadi, kotak P3K, dan peralatan mendaki, seperti jaket, matras, dan tenda harus masuk daftar utama.
“Itu wajib. Semua ada fungsinya,” ujar Rifky.
Dalam memilih gunung, Rifky menyarankan para pemula untuk tidak langsung menargetkan gunung dengan medan atau ketinggian ekstrem. “Lihat dulu mdpl-nya (meter di atas permukaan laut). Kalau masih awal-awal, cari yang tidak terlalu tinggi, supaya tubuh bisa beradaptasi dulu,” ucap Rifky.
Kini, mendaki gunung bukan lagi sekadar hobi baginya, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Gunung telah menjadi tempat pelarian sekaligus perenungan bagi Rifky.
“Di atas sana, kita belajar banyak hal—kesabaran dan kebersamaan,” tutur Rifky.
Mendaki gunung menjadi salah satu hobi baru bagi generasi Z. Mengutip Canvas 8, hal itu bermula dari rasa kesepian generasi Z pasca-pandemi. Sebanyak 52% dari generasi Z di Amerika Serikat dan 60% generasi Z di Inggris misalnya, melaporkan mengalami perasaan kesepian, dengan beberapa menggunakan aplikasi pertemanan daring untuk mengatasi perasaan tersebut.
“Akan tetapi, menyadari cara terhubung lewat sarana digital tidak banyak membantu meredakan kesepian mereka, generasi Z kini menemukan kembali hobi yang secara tradisional dikaitkan dengan generasi yang lebih tua,” tulis Canvas 8.
“Mendaki gunung muncul seabgai salah satu hobi yang mengatasi kesepian generasi Z secara langsung.”
Laporan Sport England Active Lives—sebuah survei yang mengukur tingkat aktivitas masyarakat di seluruh Inggris—menyebut, partisipasi dalam jalan kaki di perbukitan dan gunung telah meningkat 40% sejak 2015-2016, lebih banyak daripada aktivitas lainnya yang diukur dalam survei itu.
Di aplikasi media sosial TikTok, bahkan ada 4,1 juta video yang diberi tagar #hiking. Video-video ini semakin populer dan berpengaruh seiring dengan semakin tumbuhnya kecintaan generasi Z untuk ke luar ke alam bersama teman-temannya.
Dalam laporan IDN Times disebut, generasi Z cenderung mencari pengalaman luar ruangan dan alam, termasuk mendaki gunung, untuk mencari pengalaman mendalam dan membenamkan diri dalam kultur serta sejarah lokal.
Menurut Naufal Sallahudin Adani dan Vinda Maya Setianingrum dari Universitas Negeri Surabaya dalam laporan penelitiannya di Jurnal Ilmu Komunikasi (2024), generasi Z yang aktif mendaki gunung memanfaatkan platform Instagam untuk berbagi pengalaman dan membangun identitas diri.
“Tren ini mencerminkan bagaimana hobi mendaki gunung digunakan sebagai sarana ekspresi diri dan interaksi sosial,” tulis Naufal dan Vinda.