close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi peta dunia./Foto fotoblend/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi peta dunia./Foto fotoblend/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 19 Mei 2025 06:21

Orang Asia adalah penjelajah terjauh di Bumi

Penelitian ini menganalisis data urutan DNA dari 1.537 orang yang mewakili 139 kelompok etnis beragam.
swipe

Orang Asia melakukan migrasi prasejarah terpanjang manusia dan membentuk lanskap genetik di Amerika. Temuan itu merupakan hasil dari penelitian yang dipimpin ilmuwan dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, melibatkan 48 peneliti dari 22 institusi di Asia, Eropa, dan Amerika, diterbitkan di jurnal Science baru-baru ini bertajuk “From North Asia to South America: Tracing the longest human migration through genomic sequencing.”

Dikutip dari Eurekalert.org, manusia prasejarah ini menjelajah Bumi lebih dari 100.000 tahun yang lalu, melintasi lebih dari 20.000 kilometer dengan berjalan kaki dari Asia Utara ke ujung paling selatan Amerika Selatan.

Perjalanan ini memakan waktu beberapa generasi, selama ribuan tahun. Di masa silam, kondisi daratan berbeda, dengan es yang menjembatani bagian-bagian tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya rute tersebut.

Penelitian ini menganalisis data urutan DNA dari 1.537 orang yang mewakili 139 kelompok etnis beragam. Para peneliti menelusuri perjalanan migrasi purba yang dimulai di Afrika, berlanjut di Asia Utara, dan berakhir di Tierra del Fuego di Argentina, yang dianggap sebagai batas akhir migrasi manusia di Bumi.

Dengan membandingkan pola nenek moyang bersama dan variasi genetik yang terakumulasi dari waktu ke waktu, tim peneliti dapat melacak bagaimana kelompok terpecah, berpindah, dan beradaptasi dengan lingkungan baru. Pola-pola ini memungkinkan para peneliti untuk merekonstruksi rute migrasi kuno dan memperkirakan kapan populasi yang berbeda bercabang.

Rute yang direkonstruksi memberikan gambaran rinci tentang bagaimana manusia purba mencapai ujung terjauh Amerika. Kelompok perintis ini mengatasi tantangan lingkungan ekstrem untuk menyelesaikan perjalanan mereka selama ribuan tahun. Informasi utamanya adalah para migran awal ini tiba di ujung barat laut Amerika Selatan, Panama dan Kolombia sekarang, sekitar 14.000 tahun silam.

Dari titik masuk ini, populasi terbagi menjadi empat kelompok utama: satu tetap di lembah Amazon, sedangkan yang lain bergerak ke timur ke Gran Chaco (wilayah dataran rendah di antara Bolivia timur, Paraguay, Argentina utara, dan sebagian dari negara bagian Mato Grosso di Brasil), dan ke selatan ke ladang es Patagonia (membentang di Argentina dan Cili) melintasi lembah pegunungan Andes (dataran tinggi sepanjang pantai barat Amerika Selatan).

“Kelompok-kelompok ini menjadi terisolasi di wilayah geografis mereka sendiri, mengembangkan karakteristik genetik yang unik dari waktu ke waktu,” ujar profesor madya di Asian School of the Environment NTU sekaligus salah satu penulis studi, Kim Hie Lim kepada IFL Science.

Menurut dia, menariknya, kelompok yang bermigrasi paling jauh, yakni ke Patagonia, menunjukkan tingkat keragaman genetik terendah.

“Para migran tersebut hanya membawa sebagian kecil dari kumpulan gen dalam populasi leluhur mereka melalui perjalanan panjang. Dengan begitu, berkurangnya keragaman genetik juga menyebabkan berkurangnya keragaman dalam gen yang berhubungan dengan kekebalan tubuh, yang bisa membatasi fleksibilitas populasi untuk melawan berbagai penyakit menular,” kata Kim Hie Lim dalam Eurekalert.org.

“Hal ini dapat menjelaskan mengapa beberapa masyarakat lokal lebih rentan terhadap penyakit atau penyakit yang dibawa para imigran di kemudian hari, seperti para penjajah Eropa.”

Meski penelitian ini tidak mengidentifikasi kapan manusia pertama kali menginjakkan kaki di Amerika, namun skala waktu yang dibeberkan sejalan dengan pandangan umum kalau manusia kemungkinan besar hadir di seluruh Amerika sekitar puncak Zaman Es terakhir, sekitar 26.000 hingga 19.000 tahun silam.

Para peneliti mencatat, informasi ini hanya dapat diperoleh karena mereka memiliki banyak data tentang orang Asia. Pekerjaan mereka memanfaatkan proyek GenomeAsia100K, yang merupakan upaya pertama untuk memetakan keragaman populasi Asia.

“Populasi Asia sangat kurang terwakili dalam penelitian genetik, meski mereka merupakan bagian besar dari populasi dunia dan punya tingkat keragaman genetik yang tinggi. Varian genetik yang terkait dengan penyakit dapat berbeda di antara populasi karena latar belakang genetik mereka yang unik. Jika orang Asia tidak disertakan dalam penelitian ini, mereka mungkin tidak memperoleh manfaat sepenuhnya dari temuan tersebut,” tutur Kim Hie Lim dalam IFS Science.

Profesor NTU yang juga penulis senior studi ini, Stephan Schuster mengatakan, penelitian ini menunjukkan, keragaman genom manusia yang lebih besar ditemukan pada populasi Asia, bukan Eropa, seperti yang telah lama diasumsikan karena bias pengambilan sampel dalam proyek pengurutan genom skala besar. Dia menuturkan, orang Asia merupakan 50% dari umat manusia, tetapi hanya terlibat dalam 6% studi ilmiah.

“Hal ini membentuk kembali pemahaman kita tentang pergerakan populasi historis dan meletakkan dasar yang lebih kuat untuk penelitian masa depan tentang evolusi manusia,” kata Schuster, dikutip dari The National News.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan