sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Temuan baru pada broken heart syndrome, upaya mencegah kematian karena patah hati

Broken heart syndrome pertama kali diidentifikasi di Jepang.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Senin, 21 Jun 2021 13:41 WIB
Temuan baru pada broken heart syndrome, upaya mencegah kematian karena patah hati

Nyawa manusia bisa direnggut dengan sebab berbagai penyakit. Namun, yang mungkin orang jarang ketahui bahwa mengalami patah hati juga bisa mengakibatkan kematian.

Patah hati tentu bukan hanya dalam percintaan, tetapi juga meliputi segala aspek kehidupan di mana seseorang merasa sangat kehilangan akan sesuatu yang dicintainya. 

Secara ilmu pengetahuan medis kematian akibat patah hati dikenal sebagai broken heart syndrome (sindrom patah hati). Ada juga istilah lain takotsubo cardiomypathy.  Nama tersebut dari bahasa Jepang yang berarti 'jebakan gurita'. Ini merujuk pada bagaimana masalah bisa berkembang.

Salah satu publik figur yang meninggal karena sebab broken heart syndrome adalah penyanyi senior Amerika Serikat, Debbie Reynolds (84). Debbie  meninggal pada 28 Desember 2016, berselang satu hari setelah putrinya, yang juga seorang aktris Amerika, Carrie Fisher (pemeran Princess Leia di film Star Wars) (60) meninggal karena serangan jantung.

Ya, faktanya seseorang bisa mati karena patah hati, meski kasus itu jarang terjadi. Broken heart syndrome bisa terjadi ketika seseorang mengalami perasaan emosional yang ekstrem atau traumatis. Kondisi itu memicu lonjakan hormon stres. Hormon ini pada akhirnya menjadi pemicu gagal jantung jangka pendek, yang mengancam jiwa.

Para peneliti baru-baru ini berhasil mengidentifikasi kenapa kasus kematian karena patah hati dapat terjadi. Mereka menemukan bahwa peristiwa yang membuat orang stres berat meningkatkan level dua molekul dalam sel jantung yang memiliki peran krusial terjadinya takotsubo kardiomiopati atau sindrom patah hati itu.  

Hasil penelitian yang dikemukakan Imperial College London ini merupakan satu langkah maju dalam menyibak misteri bagaimana broken heart syndrome terjadi. Ini bisa menjadi pintu masuk untuk penanganan medis yang dapat menurunkan risiko kematian kepada penderita.

Broken heart syndrom terjadi ketika otot jantung tiba-tiba melemah dan bilik jantung kiri berubah bentuk. Mulanya, para ilmuwan sempat dibuat bingung oleh pemicu biologis untuk sindrom takotsubo. 

Sponsored

"Tetapi mereka sekarang telah menghubungkannya dengan microRNAs -16 dan -26a (dua molekul dalam sel jantung) yang mengatur bagaimana gen didekode dan diaktifkan selama periode stres," tulis laporan itu seperti dikutip Dailymail, Senin (21/6).

Dua molekul dalam sel jantung yang memiliki peran krusial terjadinya  broken heart syndrome itu berkaitan erat dengan depresi, waswas dan stres. Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Cardiovascular Research disebutkan juga bahwa stres yang berkepanjangan bisa memicu terjadinya sindrom ini.  

Orang yang mengalami sindrom patah hati itu memiliki gejala yang mirip-mirip serangan jantung dan hal itu mengakibatkan rasa sakit pada dada, sulit bernafas dan ujungnya jantung berhenti berdetak. 

Broken heart syndrome pertama kali diidentifikasi di Jepang

Kondisi yang pertama kali diidentifikasi di Jepang pada 1990 ini, menjadi penyebab kematian 2,500 orang di Inggris setiap tahun. Rata-rata adalah wanita di usia pascamenopause. 

"Tokutsubo syndrome adalah masalah serius, tetapi sampai saat ini bagaimana itu terjadi masih misteri. Kami tidak mengerti bagaimana sebagian orang bisa mengalami hal seperti ini ketika mereka mengalami perasaan guncangan emosional, sementara yang lain tidak," ujar Profesor Sian Harding penulis utama dari Imperial College London.

Harding juga menjelaskan bahwa studi ini menegaskan bahwa pengalaman stres sebelumnya, dan microRNA yang terkait dengannya, dapat mempengaruhi seseorang untuk mengembangkan broken heart syndrome dalam situasi stres di masa depan. 

"Stres datang dalam berbagai bentuk dan kami membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memahami proses stres kronis ini,” imbuhnya.

Profesor Metin Avkiran, direktur medis asosiasi di British Heart Foundation, mengakui pengetahuan saat ini belum betul-betul memadai untuk mengurai penyebabnya. Sebab itu penelitian yang dilakukan Imperial College London itu menjadi langkah penting untuk lebih memahami broken heart syndrome.
 
'Penelitian ini tidak hanya langkah penting menuju pemahaman yang lebih baik tentang penyakit misterius ini, tetapi juga dapat memberikan cara baru untuk mengidentifikasi dan mengobati mereka yang berisiko.

"Kami sekarang membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah obat yang memblokir microRNA ini bisa menjadi kunci untuk menghindari broken heart syndrome." Namun untuk saat ini dunia medis belum dapat menentukan metode perawatan untuk mencegah serangan sindrom ini berulang.

Berita Lainnya
×
tekid