Pernah merasa bersalah karena ingin menekan tombol snooze sekali lagi di pagi hari? Jangan buru-buru menyalahkan diri sendiri — terutama jika kamu seorang perempuan. Ternyata, keinginan untuk tidur lima menit lebih lama bisa saja punya alasan ilmiah yang sah!
Menurut Sleep Foundation yang berbasis di Amerika Serikat, perempuan memang memiliki kebutuhan tidur yang sedikit berbeda dibandingkan laki-laki. Bukan hanya soal jumlah jam tidurnya, tapi juga cara tubuh mereka melewati setiap tahap tidur.
Dan menariknya, saat kekurangan tidur, perempuan justru cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dalam fase tidur nyenyak dibandingkan laki-laki. Ini menunjukkan bahwa tubuh perempuan bisa jadi lebih “haus” tidur berkualitas — dan lebih sensitif jika kekurangan istirahat.
Tidur dan Hormon: Hubungan yang Rumit
Seiring hidup perempuan berjalan, tubuhnya akan mengalami banyak perubahan hormonal — dari pubertas, menstruasi, kehamilan, hingga menopause. Semua fase ini bukan hanya memengaruhi suasana hati, tapi juga berpengaruh besar terhadap kualitas tidur.
Menurut Dr. Shikha Garg, spesialis Obstetri dan Ginekologi dari Aster Royal Clinic, secara rata-rata perempuan mungkin membutuhkan 12 hingga 20 menit tidur ekstra setiap malam dibandingkan laki-laki. Kedengarannya sepele, tapi dalam jangka panjang, tambahan menit ini bisa berdampak signifikan terhadap kesehatan.
Ritme sirkadian perempuan juga cenderung lebih awal — artinya, secara alami tubuh mereka ingin tidur dan bangun lebih cepat. Ini karena kadar melatonin (hormon pengatur tidur) cenderung lebih tinggi.
Mengapa Tidur Bisa Jadi Masalah Besar untuk Perempuan?
Fluktuasi hormon adalah biang kerok utama. Saat menstruasi, misalnya, perempuan bisa mengalami nyeri haid, sakit kepala, atau kembung — semua hal yang membuat tidur jadi kurang nyaman. Bagi sebagian perempuan, rasa sakit ini bisa mengganggu tidur hingga beberapa malam setiap bulan.
Kehamilan membawa tantangan lain. Banyak ibu hamil mengeluhkan Restless Leg Syndrome (RLS), yaitu dorongan tak tertahankan untuk menggerakkan kaki di malam hari. "Asupan magnesium dan vitamin E di malam hari bisa membantu meringankan gejala ini,” saran Dr. Garg.
Lalu datang masa pascapersalinan — momen di mana kata ‘tidur’ menjadi barang langka. Bangun setiap dua jam untuk menyusui atau mengganti popok, ditambah dengan penurunan kadar hormon setelah melahirkan, membuat banyak ibu baru kelelahan berkepanjangan.
Setelah itu, ada fase pascamenopause, di mana tidur kembali terganggu karena penurunan kadar estrogen dan progesteron. Gejala seperti keringat malam, gelisah, hingga insomnia sering muncul. Dan lagi-lagi, tidur jadi terasa dangkal, terputus-putus, dan tidak menyegarkan.
Saatnya Menghargai Istirahat yang Layak
Meskipun standar waktu tidur untuk semua orang dewasa adalah 7–9 jam per malam, perempuan mungkin butuh lebih dari itu — bukan karena lemah, tapi karena tubuh mereka bekerja lebih keras, beradaptasi dengan berbagai perubahan seumur hidup.
Jadi, jika kamu merasa butuh tidur sedikit lebih lama, izinkan diri untuk mendengarkan tubuhmu. Tidur bukan bentuk kemalasan. Bagi perempuan, tidur adalah kebutuhan biologis, bentuk pemulihan, dan investasi jangka panjang untuk kesehatan fisik dan mental.
Karena di balik banyaknya peran yang dijalani — sebagai anak, pasangan, ibu, pekerja, pemimpin — tubuh kita tetap butuh ruang untuk bernapas, dan jiwa kita butuh gelap yang tenang sebelum fajar kembali menyapa.(gulftoday)