sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sejarah penggunaan masker di dunia

Masker berbentuk seperti burung dan digunakan untuk menghadapi penyakit yang sedang melanda pada saat itu.

Hermansah
Hermansah Sabtu, 29 Agst 2020 09:18 WIB
Sejarah penggunaan masker di dunia

Saat ini masker telah menjadi salah satu kebutuhan setiap orang yang sangat penting keberadaannya. Demi aman dari Covid-19 setiap orang harus menggunakan masker jika hendak berpergian keluar rumah. Sejarah mengatakan masker sudah sedari dulu digunakan masyarakat dunia, terlebih ketika menghadapi suatu wabah.

Salah seorang sejarahwan Bonnie Triyana mengatakan, masker tertua yang dapat terlacak dimulai di Eropa pada abad ke-17. Saat itu, masker berbentuk seperti burung dan digunakan untuk menghadapi penyakit yang sedang melanda pada saat itu.

“Masker ini digunakan karena memang waktu itu juga ada wabah. Untuk menghindari penyebaran penyakit dari udara dan di dalam paruhnya itu biasanya diisi sama herbs gitu, jadi kayak rempah,” ujar Bonnie pada talkshow di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (28/8).

Masker-masker pada saat itu belum seperti sekarang. Dahulu masker dibuat dari bahan-bahan seperti wol tipis hingga bahan-bahan lain yang tersedia di zamannya.

“Maskernya itu terbuat seadanya. Seadanya itu misalkan dari rajutan bahan rajutan kaos kaki atau dari perban atau dari kain kasa,” terang Bonnie.

Bonnie menyebutkan, bentuk masker pada saat wabah Flu Spanyol sudah mulai berubah hampir menyerupai bentuk masker saat ini.

“Sudah agak berubah, jadi enggak kayak paruh burung lagi. Bentuknya itu yang kalau kita lihat hampir mirip-mirip karena masker saat itu bisa bergerak, jadi kalau berbicara bisa gerak-gerak,” sebutnya.

Berkaca dari sejarah, respons dari masyarakat terhadap penggunaan masker berubah-ubah dan bervariasi. Mengambil contoh masyarakat di Amerika Utara yang menerima penggunaan masker dan masyarakat di Kanada yang tidak menghiraukan penggunaan masker.

Sponsored

“Kalau di Amerika Utara mereka menerima itu sebagai sebuah kewajiban dan cara untuk menjaga solidaritas kemanusiaan supaya mencegah penyebaran wabah pandemi Flu Spanyol. Kalau di Kanada responsnya beda lagi. Walaupun mandatory diwajibkan mereka bandel. Mereka tidak memakai. Di salah satu tulisan disebutkan kalau ada polisi baru dipakai, jadi kalau ada razia baru dipakai. Tingkat kesadarannya rendah karena mereka merasa tidak nyaman dan menganggap masker itu suatu hal yang aneh,” ucap Bonnie.

Bonnie turut menceritakan upaya pemerintah Indonesia atau Hindia Belanda dalam mengatasi wabah Flu Spanyol saat wabah tersebut melanda Indonesia atau Hindia Belanda, yaitu melalui pendekatan seperti wayang, pamflet yang mengadaptasi kisah Ramayana, serta pendekatan lainnya yang mempertimbangkan budaya setempat.

“Justru pemerintah Hindia Belanda saat itu mencoba menggunakan pendekatan kultur budaya untuk mensosialisasikan bahayanya penyakit ini dan untuk mensosialisasikan bagaimana upaya pencegahannya,” tuturnya.

Bonnie tidak menemukan sejarah yang menjelaskan mengenai penggunaan dan manfaat masker di Indonesia pada saat itu, namun ia mengatakan tindakan seperti lockdown atau PSBB sudah pernah diterapkan.

Dalam meningkatkan kesadaran dari masyarakat mengenai kondisi saat ini, membutuhkan cara-cara yang lebih kreatif dan menyenangkan, terlebih jika akan menyampaikannya ke anak muda. Selain materi, medium, dan cara menyampaikan sebuah pesan juga penting untuk diperhatikan.

“Mensosialisasikan pengetahuan mengenai wabah ini sendiri itu harus terus diberikan dengan cara yang kreatif. Anak muda sekarang kalau dikasih cara yang membosankan, mereka enggak suka,” tegasnya.

Menutup dialog, Bonnie mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan melalui cuci tangan, menjaga sanitasi, dan tidak melakukan kegiatan yang berisiko menyebarkan Covid-19 seperti kumpul-kumpul.

“Tidak hanya soal pakai masker tetapi juga mencuci tangan, menjaga sanitasi, kemudian juga tidak melakukan hal-hal yang berpotensi ke arah penyebaran,” tutup Bonnie.

Berita Lainnya
×
tekid