sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
Lili Retnosari

Menilik ketimpangan Indonesia

Lili Retnosari Rabu, 04 Mar 2020 22:42 WIB

Selain merilis angka kemiskinan, BPS juga merilis angka rasio gini pada 15 Januari lalu. Pada September 2019, rasio gini tercatat sebesar 0,380. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan rasio gini Maret 2019 yang sebesar 0,382 dan September 2018 yang sebesar 0,384. Jika dilihat dari daerah tempat tinggal, rasio gini di daerah perkotaan pada September 2019 yang sebesar 0,391, juga mengalami penurunan dibanding rasio gini Maret 2019 yang sebesar 0,392. Sementara itu, rasio gini di daerah perdesaan pada September 2019 sebesar 0,315. Angka ini turun sebesar 0,002 poin dibanding kondisi Maret 2019 yang sebesar 0,317.  

Seperti kita ketahui, selain dilihat dari angka rasio gini, tingkat ketimpangan juga dapat dilihat dengan ukuran kriteria Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, pada September 2019, distribusi pengeluaran pada kelompok 40% terbawah adalah sebesar 17,71%. Hal ini berarti pengeluaran penduduk pada September 2019 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah.

Persentase pengeluaran pada kelompok 40% terbawah pada September 2019 ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi September 2018 yang sebesar 17,47%. Hal ini memberikan indikasi adanya perbaikan pemerataan.

Sementara itu, persentase pengeluaran penduduk pada kelompok penduduk 40% terbawah di daerah perkotaan dan perdesaan pada September 2019 masing-masing sebesar 16,90% dan 20,66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daerah perkotaan termasuk dalam ketimpangan sedang, sementara perdesaan termasuk dalam ketimpangan rendah. 

Tingkat ketimpangan yang dilihat dari rasio gini dan kriteria Bank Dunia tersebut merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu diperhatikan. Lantas, bagaimana konsep dan apa saja faktor yang mempengaruhi kondisi ketimpangan Maret 2019-September 2019 yang baru saja dirilis BPS?

Seperti kita ketahui bersama bahwa data pendapatan sangat sulit diperoleh. Oleh karena itu, dalam mengukur tingkat ketimpangan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan data pengeluaran sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Ukuran yang paling sering digunakan dalam mengukur tingkat ketimpangan adalah Rasio Gini. Nilai Rasio Gini berkisar antara 0 (nol)  dan 1 (satu), dimana semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi. 

Selain rasio gini, persentase pendapatan pada kelompok penduduk 40% terbawah atau dikenal juga dengan ukuran Bank Dunia juga sering digunakan untuk melihat tingkat ketimpangan. Ukuran Bank Dunia ini mengacu pada besarnya jumlah pengeluaran (proksi pendapatan) pada kelompok 40% penduduk terbawah.

Kriteria tingkat ketimpangan berdasarkan Ukuran Bank Dunia adalah Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40% penduduk terendah lebih kecil dari 12%, maka dikatakan terdapat ketimpangan tinggi; Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40% penduduk terendah antara 12% sampai dengan 17%, maka dikatakan terdapat ketimpangan moderat/sedang/menengah; dan Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40% penduduk terendah lebih besar dari 17%, maka dikatakan terdapat ketimpangan rendah. 

Sponsored

Perubahan tingkat ketimpangan penduduk sangat dipengaruhi oleh besarnya variasi perubahan pengeluaran antar kelompok. Apabila perubahan pengeluaran penduduk kelompok bawah lebih cepat dibandingkan dengan penduduk kelompok atas maupun menengah maka ketimpangan pengeluaran akan membaik.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tercatat bahwa rata-rata pengeluaran per kapita per bulan pada periode Maret 2019-September 2019 untuk penduduk kelompok 40% terbawah dan menengah meningkat sedikit lebih cepat dibandingkan penduduk kelompok 20% teratas. Tercatat kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita Maret 2019-September 2019 untuk kelompok penduduk 40% terbawah, 40% menengah, dan 20% teratas berturut-turut adalah sebesar 3,53%; 3,82%; dan 3,19%. 
 

Berita Lainnya
×
tekid