sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
M Rahmat Yananda

Orientalisme, mitos, dan propaganda zionisme

M Rahmat Yananda Jumat, 28 Mei 2021 15:22 WIB

Zionisme beserta mitos-mitos yang menyertainya membutuhkan mesin yang mampu menyebarkanya secara global dan dominan. Penguasaan terhadap media massa global menjadi keniscayaan. Edward Said mengungkapkan dalam Covering Islam (1981) di mana media Amerika Serikat bertanggung jawab atas pesan-pesan yang mengekalkan stereotip dangkal dari suatu budaya yang kompleks (Islam dan Arab) dan bekerja sama dalam imperialisme intelektual dari para akademisi yang dijelaskan dalam Orientalism (1978). 

Noam Chomsky, seorang intelektual berdarah Yahudi yang menentang keras penjajahan Israel atas Palestina, pernah menulis tentang hegemoni media di era media massa dalam “memanufaktur persetujuan” (Manufacturing Consent: The Political Economy of Mass Media, 1988). Chomsky dan mitranya Edward S Herman mengembangkan PM (Propaganda Model), yang memiliki lima filter: (1) ukuran, kepemilikan dan orientasi profit; (2) ketergantungan kepada iklan; (3) sumber materi berita media; (4) pembatasan penyebaran informasi oleh banyak kelompok kepentingan; (5) dan antikomunisme sebagai mekanisme control. PM dapat menjadi uji coba mengetahui kecenderungan media massa (saat ini media sosial) terhadap suatu peristiwa. 

Orientalisme dan PM beroperasi di media besar, seperti stasiun radio dan televisi BBC. Pada 1 Juli, 2006, Alan Johnson, reporter BBC di Gaza, melaporkan “overview of war situation”. Dia memberikan latar belakang invasi Israel ke Palestina sebagai suatu tindakan terbaik negara dan Hamas akan mendapatkan ganjaran yang memaksanya untuk mengubah sikap.

Akan tetapi reportase Johnson tidak memasukkan keterangan bahwa Hamas telah setahun mengikuti gencatan senjata meskipun Israel terus melakukan pembunuhan; mengikuti pemilu secara terbuka; menyampaikan tawaran hidup berdampingan yang ditolak Israel; dan mengikuti cara-cara damai dan menghimbau PBB menentang boikot Israel atas Gaza. Sebaliknya, BBC hanya menjelaskan latar belakang invasi Israel yang berbeda dari kenyataannya dan menutupi kebrutalan sang agresor. Kisah ini disampaikan oleh James Petras, Profesor Sosiologi (emeritus) dari Universitas Binghamton, New York, (dalam The Power of Israel In The United States, 2006), di mana seharusnya tindakan brutal Israel yang harus dihentikan, bukan sikap kooperasi Hamas. Contoh terkini dari PM di era media sosial adalah ketika Facebook melakukan filter terhadap pemberitaan di Palestina (https://www.arabnews.com/node/1856631/media).  

Mitos dan propaganda zionisme di Indonesia
Mitos-mitos zionisme dalam bentuk informasi dan pengetahuan juga beredar luas di Indonesia, meningkat semenjak era media sosial, khususnya kebrutalan militer Israel di Syeikh Jabbar. Terkait aksi brutal Israel, Presiden RI telah menyampaikan posisi tegas Indonesia bahwa tindakan Israel mengusir warga Palestina dari Syeikh Jabbar, Yerusalem Timur, dan menyerang warga sipil Palestina di Masjid Al Aqsa, merupakan tindakan yang tidak dapat dibiarkan.

Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa Indonesia mengutuk tindakan tersebut dan mendesak DK PBB untuk mengambil langkah nyata terhadap pelanggaran yang terus dilakukan oleh Israel. Sikap pemerintah tersebut kontra atas arus utama gelombang informasi dan pengetahuan yang diproduksi dan disebarkan Zionis. 

Terlepas dari sikap Pemerintah RI, mitos-mitos berikut beredar di publik Indonesia yang merupakan turunan dari narasi zionisme. Mitos-mitos muncul dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut, untuk mencapai target tertentu dari para pengusung mitos zionisme di Indonesia, yang mengingatkan kepada kritik Said dalam Question of Palestine:

  1. Pertanyaan atas eksistensi Palestina sebagai suatu bangsa (negara bangsa) dengan mengabaikan “penciptaan” Israel sebagai negara di suatu tanah yang mereka klaim secara sepihak berdasarkan mitos yang mereka propagandakan dengan pendukungnya tanpa melibatkan orang-orang yang hidup di atas tanah tersebut dengan membonceng Inggris dan UN. Sejatinya sebagai rakyat yang berjuang melawan penjajah mempertahankan tanah air tidaklah sulit untuk warga Indonesia memahami kondisi yang menimpa tanah dan rakyat Palestina dengan memahami bagaimana penjajah memetakan (mencaplok, memecah belah) Indonesia secara sepihak atau sebagaimana NICA membonceng Sekutu untuk masuk Indonesia.
  2. Fokus kepada tindak kekerasan Hamas yang berdiri di 1987 dengan sengaja melupakan (menutupi?) tindakan brutal dan kejam militer Israel kepada warga Palestina yang sudah berlangsung lama (sejak peristiwa Nakbah) sebelum Hamas berdiri. Mitos tersebut juga mengabaikan fakta bahwa Israel adalah penjajah dan Hamas adalah kelompok warga yang melawan penjajahan dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Tuduhan ekstremis/teroris kepada pejuang adalah propaganda penjajah yang akan hilang dengan sendirinya jika bangsa yang dijajah merdeka.
  3. Dan yang tidak terkait langsung dengan mitos zionis adalah mempertanyakan keterlibatan Indonesia dalam konflik Israel dengan Palestina melalui penyebaran propaganda bahwa konflik Israel dengan Palestina bukanlah urusan Indonesia. Untunglah sebagai negara yang pernah dijajah, pengagas konferensi Asia Afrika, dan mewarisi semangat Bung Karno yang antipenjajahan, Pemerintah RI melalui Menlu Retno mengatakan, Indonesia akan berjuang di semua lini, termasuk di Committee on the Exercise of the Inalienable Rights of the Palestine. Komite ini ada di Majelis Umum PBB yang dibentuk 1975, yang memiliki mandat memperjuangkan hak-hak Palestina termasuk hak kemerdekaan Palestina. Saat ini, Indonesia adalah salah satu negara anggota biro dan memangku jabatan wakil ketua dalam komite tersebut.

Jika mitos-mitos zionisme yang berkembang di Indonesia yang muncul dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tersebut dianalisis lebih jauh, maka jawabannya dapat ditemukan: memunculkan keraguan dan ketidakstabilan tentang (gagasan) Palestina. Jika keraguan dan ketidakstabilan terjadi, khususnya pada pemerintah dan rakyat Indonesia yang secara teguh mendukung kemerdekaan utuh Palestina sejak era Bung Karno, maka para pengusung mitos dan propaganda zionisme ini telah menang. 

Sponsored

Jika rakyat Indonesia tetap berjuang membantu rakyat Palestina, pertempuran sebenarnya ada di produksi, distribusi, dan mitigasi informasi dan pengetahuan. Melawan informasi dan pengetahuan yang sarat distorsi dan manipulasi zionisme. Karenanya yang dibutuhkan adalah keberpihakan yang rasional berbasis kemanusiaan dan antipenjajahan sejalan dengan posisi Said, Chomsky, Pappe, Gerbers, dan Petras, paham strategi dan taktik Zionis, dan mengurangi perlawanan yang sarat retorika berbasis identitas. Sikap ini  menjadikan Indonesia sebagai bagian dari perlawanan global terhadap penjajahan dan penindasan. Ini akan membuat Bung Karno tersenyum bangga!

Berita Lainnya
×
tekid