sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
Irwan Saputra

The new Prabowo, strategi personal branding yang paradoksal?

Irwan Saputra Selasa, 25 Sep 2018 16:55 WIB

Jiwa dagang tampaknya sangat kental pada diri Sandiaga Salahuddin Uno yang merupakan salah satu pengusaha terkaya di Indonesia. Meski telah banting setir ke ranah politik, ilmu marketing Sandiaga tetap luar biasa. Jika sebelumnya di dunia usaha marketing dilakukan pada produk atau jasa, namun kali ini aplikasi teori marketingnya lebih pada personal.

Sandiaga mengklaim dirinya sebagai “super hero” bagi kalangan emak-emak di Indonesia atau kaum wanita yang jumlahnya sekitar separuh dari 197 juta daftar pemilih sementara, kini ia tampak getol untuk menyosialisasikan personal branding pasangan Calon Presidennya dengan sebuah prasa “the new Prabowo”. Sebutan yang seolah menjadi label baru bagi seorang Prabowo Subianto di hadapan publik yang kontradiktif dengan kesan umum yang ada di masyarakat selama ini.

Branding the new Prabowo dimunculkan saat menjelang Pemilihan Presiden 2019 tak lain untuk merubah perspektif masyarakat terhadap mantan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) tersebut. Sebuah artikel di time.com yang dipublikasi pada 2014 lalu, menyatakan, ketika melihat figur Prabowo, sebagian masyarakat Indonesia masih terbayang-bayang sosok otoritarian di masa orde baru.

Fenomena itu muncul juga karena dugaan keterlibatan Prabowo pada tragedi 1998, khususnya pada kasus hilangnya beberapa aktivis pada saat aksi masa besar-besaran untuk menggulingkan Presiden Soeharto saat itu. Walau sudah berkali-kali dibantah Prabowo dan timnya, namun tampaknya kesan negatif tersebut belum sepenuhnya dapat dihapuskan dari benak masyarakat.

Terlebih lagi, kesan temperamental dan emosional Prabowo menjadi salah satu hal mendasar branding the new Prabowo. Persoalan ini, pada Pilpres 2014 lalu, menjadi salah satu masalah yang diduga menjegal kemenangannya. Direktur Riset Nasional Median, Sudarto, yang melakukan survei elektabilitas kedua calon Presiden saat itu menjelaskan, elektabilitas Prabowo menurun dan lebih rendah dari Jokowi karena kesan temperamental dan emosional yang ada pada dirinya.

Personal branding memang menjadi salah satu strategi yang biasa digunakan oleh para politisi untuk menarik hati masyarakat agar memilih mereka. Dewi Harun dalam bukunya “Personal Branding: Kunci Kesuksesan Berkiprah di Dunia Politik” menjelaskan, personal branding adalah identitas pribadi mengenai kualitas dan nilai yang dimiliki seseorang yang dapat menciptakan respons emosional terhadap orang lain.

Jadi tidak heran jika Presiden Jokowi dianggap sebagian masyarakat sebagai pemimpin yang merakyat. Hal itu karena personal branding sederhana dan mau turun ke masyarakat atau blusukan yang ditonjolkan olehnya.

Makna the new Prabowo

Sponsored

Jargon the new Prabowo yang 'dijual' Sandiaga tidaklah sama dengan istilah “the new / all new” pada produk kendaraan bermotor. Jika brand all new pada kendaraan bermotor pada umumnya malah membuat harga produk tersebut meningkat, sebaliknya branding the new Prabowo malah mengesankannya “lebih terjangkau” bagi semua kalangan masyarakat.

Artinya, ada penghilangan paradigma ekslusivitas pada diri tokoh penggemar kuda polo tersebut. Dalam kata yang lebih sederhana, Prabowo dideskripsikan sebagai tokoh yang lebih merakyat, asyik, gaul, santai, dan lainnya. Sebagaimana penjelasan Sandiaga saat diwawancara beberapa media mengenai makna dari frasa the new Prabowo tersebut.

Meski demikian, lagi-lagi jika dibandingkan dengan produk kendaraan bermotor, produk dengan brand all new secara visual dan kualitas dapat dirasakan dengan jelas perbedaan dari produk yang sama dengan versi lama. Namun tidak dengan branding the new Prabowo ini. Setelah launching beberapa minggu lalu, sepertinya masyarakat belum tahu fitur-fitur yang ada di diri Prabowo Subianto yang membuat masyarakat memang harus memilihnya pada Pilpres 2019 mendatang.

Kata-kata asyik, gaul dan santai yang diungkapkan Sandiaga pada diri the new Prabowo sepertinya belum terbukti. Di publikasi media massa, publik masih menyaksikan Prabowo yang berbaju safari putih khasnya, dengan perawakan tegap dan tegas seorang militer, dan gaya orasi yang bergelora bak pejuang zaman Belanda menghadapi penjajah. Memang tidak ada yang negatif dengan itu semua, namun masyarakat jadi dibingungkan dengan the new Prabowo yang paradoksal.

Berita Lainnya
×
tekid