sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Disrupsi digital melahirkan jurnalisme instan, clickbait, dan hoaks

Disrupsi digital, yang kedua, memunculkan jurnalisme Clickbait. Clickbait journalism, yaitu jurnalisme yang bombastis.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Kamis, 10 Feb 2022 20:11 WIB
Disrupsi digital melahirkan jurnalisme instan, clickbait, dan hoaks

Dunia mengalami disrupsi digital. Semua bidang mengalami disrupsi digital, apalagi bidang media atau jurnalistik. Banyak tantangan muncul karena disrupsi digital ini. Secara jurnalisme, yang muncul sebagai contoh, salah satunya adalah jurnalisme instan.

Instant journalism itu adalah jurnalisme yang mengutip begitu saja, misalnya postingan media-media sosial. Padahal pers atau jurnalisme sebagai pembentuk arus utama opini semestinya tidak menjadi pengekor tetapi menjadi pelopor wacana publik yang terjadi di masyarakat.

Wawasan itu dijabarkan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong pada loka karya memeriahkan Hari Pers Nasional 2022 di Kendari.

Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional tahun 2022, Monumen Pers Nasional menyelenggarakan loka karya jurnalistik bertajuk 'Wartawan Bisa Apa di Era Digital?' yang diadakan di empat kota Jakarta, Yogyakarta, Surakarta, dan Kendari secara simultan. Usman berbicara pada kesempatan itu seperti dikutip dari tayangan Sekolah Vokasi UGM, Senin (7/2/2022).

Menurut Kansong, disrupsi digital, yang kedua, memunculkan jurnalisme Clickbait. Clickbait journalism, yaitu jurnalisme yang bombastis, sensasional, terutama di judul, demi meraih clickbait. Katanya, yang lain lagi, ketiga, munculnya hoaks. Hoaks ini sebetulnya bisa dikontra-narasikan oleh media mainstream.

"Keempat, era digital juga menciptakan kebebasan pers yang kadang tidak terkendali karena setiap individu, bahkan, bisa memproduksi berita. Sehingga yang diberitakan bisa saja merupakan kabar bohong atau bukan informasi melainkan disinformasi atau misinformasi yang lazim kita sebut hoaks," ujarnya.

Dirjen IKP Kemenkominfo berharap semua mendapatkan pencerahan supaya jurnalisme Indonesia kembali ke dasar, kembali ke nilai-nilai jurnalisme sambil terus melakukan upaya modifikasi, penyesuaian, atau intervensi terhadap disrupsi digital. Misalnya mengubah fungsi-fungsi jurnalisme yang klasik menjadi sesuatu yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman.

"Fungsi jurnalisme perlu ditambahkan dengan fungsi korelasional dan fungsi interpretatif untuk melengkapi fungsi-fungsi informatif, memberi hiburan, kritik sosial, dan juga edukasi. Dengan demikian jurnalisme Indonesia bertanggung jawab juga, berkontribusi juga untuk mengantarkan masyarakat Indonesia ke masa depan yang lebih cerah," sambungnya.

Sponsored

Mengilasbalik sejarah, Usman menguraikan Monumen Pers sebagai tempat diselenggarakannya kongres pertama wartawan Indonesia pada tanggal 9 Februari 1946. Monumen Pers yang terletak di Solo, Jawa Tengah, menjadi tempat lahirnya gagasan untuk mendirikan sebuah wadah bagi para jurnalis Indonesia yang kemudian dikenal dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia.

Hari Pers Nasional diresmikan pertama kali oleh Presiden Soeharto dengan Keputusan Presiden nomor 5 tahun 1985 pada tanggal 23 Januari 1985 tentang Hari Pers Nasional, yang saat itu dilaksanakan di kota Solo. Dasar penetapan Hari Pers Nasional pada tanggal 9 Februari adalah karena pers nasional Indonesia memiliki sejarah perjuangan dan peranan yang penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.

"Hari Pers Nasional ditetapkan dalam rangka semangat untuk mengembangkan kehidupan pers nasional Indonesia sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid