sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jurnalisme sampah Tabloid Indonesia Barokah

Tabloid Indonesia Barokah merupakan produk jurnalisme sampah yang mendaur ulang produk-produk jurnalistik dari media mapan.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Senin, 28 Jan 2019 21:34 WIB
Jurnalisme sampah Tabloid Indonesia Barokah

Konten negatif

Beberapa orang lantas mengaitkan kemiripan Tabloid Indonesia Barokah dengan Obor Rakyat, yang pernah membuat gaduh Pemilu 2014 lalu.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, sebelum melihat kontennya, lebih baik mencermati dahulu penerbit tabloid itu.

“Kalau penerbitnya tidak terdaftar, ilegal, atau tidak ada organisasi yang jelas, ya sebelum masuk ke kontennya, produknya saja produk ilegal, produk yang salah, produk yang negatif. Jadi, menurut saya di situ saja sudah salah,” kata Hendri saat dihubungi, Senin (28/1).

Bila melihat kontennya, Hendri mengatakan, konten negatif masih diperbolehkan saat kampanye. Menurutnya, yang tidak boleh adalah melakukan black campaign.

“Tapi, dalam kasus Indonesia Barokah organizer-nya kan fiktif, ya intinya ini enggak boleh,” ujar pendiri Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) tersebut.

Sementara itu, pengamat media sekaligus dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya Abdul Wahid mengatakan, kehadiran Tabloid Indonesia Barokah merupakan upaya melawan narasi Tabloid Obor Rakyat tahun 2014, yang masih membekas di ingatan masyarakat.

“Kalau saya lihat tabloidnya, itu untuk menandingi gagasan ‘Jokowi PKI’ yang dihadirkan Obor Rakyat tahun 2014 lalu,” ujar Wahid saat dihubungi, Senin (28/1).

Sponsored

Petugas Pos Indonesia menata paket berisi tabloid Indonesia Barokah di Gudang PT Pos Indonesia di Malang, Jawa Timur, Senin (28/1). (Antara Foto).

Bahkan, Wahid menyebut, produk Tabloid Indonesia Barokah sebagai produk jurnalisme sampah yang mendaur ulang produk-produk jurnalistik dari media mapan.

“Jurnalisme sampah itu produk jurnalistik yang mendaur ulang pernyataan-pernyataan dari berbagai media, kemudian disatukan, dan tak melakukan reportase yang fair atau adil, menghadirkan dua pihak yang berseteru,” kata Wahid.

Wahid tak melihat Tabloid Indonesia Barokah sebagai produk hoaks. Namun, konten tabloid tersebut tak bisa dijadikan acuan untuk bertindak.

Beberapa konten dalam tabloid tersebut, lanjut Wahid, memang berisi fakta dari beberapa sumber. Akan tetapi, ketika disatukan malah menjatuhkan Prabowo-Sandi.

“Saya melihat orang-orang di balik tabloid ini masih memahami media sebagai alat untuk menyebarkan gagasan dan merebut suara. Padahal, masih ada variabel lain yang harus dipertimbangkan,” kata Wahid.

Baik Titi maupun Wahid sepakat bila Tabloid Indonesia Barokah tak bisa disamakan dengan Obor Rakyat. Menurut mereka, konten Obor Rakyat bisa dikatakan sebagai hoaks atau fitnah. Sementara konten Tabloid Indonesia Barokah tak berimbang.

Wahid melanjutkan, masyarakat sedikit-banyak sudah belajar dari kasus Tabloid Obor Rakyat pada 2014 lalu. Dia juga menilai, Dewan Pers harus bergerak cepat membuat laporan yang bisa diacu oleh kepolisian.

Tabloid Indonesia Barokah mengingatkan publik kepada Obor Rakyat yang terbit pada 2014 lalu.

“Acuannya tidak lagi menggunakan Undang-Undang Pers, karena bukan produk jurnalistik, tetapi sudah masuk hukum pidana,” kata Wahid.

Untuk menghindari hal tersebut terulang kembali, Wahid mengatakan, Dewan Pers mesti jeli memeriksa proses jurnalisme yang dilakukan secara tidak benar, dan menempatkan kode etik sebagai acuan.

Wahid sendiri lebih melihat kehadiran Tabloid Indonesia Barokah ini lebih sebagai alat propaganda daripada produk jurnalisme.

“Cara propagandanya dilakukan seperti apa, itu yang harus ditinjau ulang,” ujarnya.

Berita Lainnya
×
tekid