sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menkominfo siapkan aturan ekosistem media merespons metaverse

Menurut Johnny, dunia terus didorong untuk melakukan transformasi digital di tengah berbagai keterbatasan yang timbul akibat pandemi Covid.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Selasa, 08 Feb 2022 20:09 WIB
Menkominfo siapkan aturan ekosistem media merespons metaverse

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan pemerintah tengah menyiapkan regulasi untuk mendorong media agar lebih berdaya dan memberdayakan masyarakat. Terutama dalam pengembangan ekosistem industri media dan merespons kehadiran teknologi digital seperti augmented reality, virtual reality, metaverse, artificial intelligence, dan 5G.

"Orientasi industri media yang baik akan tercermin dari jurnalisme yang berkualitas berbasiskan data, analisis dan pendekatan teoritis yang memadai," ujar Johnny G. Plate dalam Konvensi Nasional HPN 2022: Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan, yang berlangsung secara hibrida dari Phinisi Room Hotel Claro, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/2).

Menurut Johnny, dunia terus didorong untuk melakukan transformasi digital di tengah berbagai keterbatasan yang timbul akibat pandemi Covid-19. Hal itu juga penting dilakukan insan pers agar bisa menemukan model bisnis baru media.

"Perubahan besar yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi digital menjadi orientasi, sekaligus solusi yang dapat menembus keterbatasan, memperluas perspektif dan jangkauan. Sekaligus mempercepat proses di berbagai lini kehidupan, tentunya termasuk di industri media," ujarnya.

Mengutip laporan The New York Times, Menteri Johnny menyatakan, hampir sepertiga konten yang diterbitkan jurnalis Bloomberg News dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan atau robot reporter. Hasil kerja itu memudahkan jurnalis berfokus pada konten yang berdasarkan riset serta data humanisme yang kuat.

"Selain itu, The Huffington Post, juga telah memanfaatkan big data sejak tahun 2014 yang lalu untuk mengoptimalisasi konten, mengautentikasi komentar, memastikan efektivitas iklan, mengatur penempatan iklan hingga membuat personalisasi pasif," jelasnya.

Dengan demikian, sambung Johnny, artikel tersebut akan lebih optimal dibaca lebih banyak khalayak dalam waktu yang relatif lebih singkat. "Ini studi dari Reuteurs Institute. Salah satu praktik sederhananya, big data digunakan untuk menentukan timing yang paling tepat, untuk menerbitkan satu artikel maupun platform apa yang paling sesuai untuk digunakan dalam menyebarkan artikel tersebut," bebernya.

Johnny juga menjelaskan, perkembangan metaverse yang memungkinkan kemunculan model bisnis baru industri media. Sebagai gambaran, Menkominfo menyatakan, pada tahun 2003 telah muncul platform second life, yakni komunitas virtual online yang memungkinkan pengguna membuat avatar dan berinteraksi di dunia virtual.

Sponsored

Dalam platform itu, menurut Johnny, hadir The Second Life Environment, yaitu surat kabar online yang memungkinkan pemilik dan pembuat bisnis virtual untuk mengiklankan layanan atau produk mereka kepada konsumen di dalam platform second life.

"Hal ini dilakukan melalui pembelian tempat iklan yang dapat diubah menjadi artikel dan siaran pers, di mana pendapatan akan diperoleh melalui pembayaran yang dilakukan via papan iklan yang terdapat di sport virtual perusahaan dengan mata uang yang berlaku pada platform tersebut," tuturnya.

Johnny menambahkan, saat ini terjadi pergeseran konsumsi media di kalangan masyarakat selama satu dekade terakhir. Kondisi itu terlihat dari tren penurunan konsumsi media konvensional dari tahun 2011 sampai tahun 2021.

'Konsumsi media cetak turun sekitar 50%, media televisi sekitar 24%, radio sekitar 19%. Di sisi yang lain, media berbasis desktop mengalami peningkatan konsumsi sebesar 20%, dan bahkan media berbasis seluler naik sebesar lebih dari 460%. Ini menurut catatan dari bandwith, record, and risky time tahun 2021," ungkapnya.

Sementara di sektor produksi, sebanyak 75% eksekutif perusahaan global bidang komunikasi, jurnalisme, dan media massa menunjukkan adanya kebutuhan untuk berinovasi yang lebih tinggi dari sebelumnya.

"Sebagai salah satu industri yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19 dan disrupsi teknologi digital, 86% dari para eksekutif tersebut percaya bahwa untuk bersaing di dunia yang serba digital dibutuhkan strategi bisnis yang memposisikan audiens serta pelanggan sebagai mitra kerja," jelas dia.

Johnny menyatakan, pertumbuhan arus data yang juga semakin besar memungkinkan perusahaan untuk melakukan identifikasi, serta menyasar khlayak dengan lebih akurat. Bahkan, perkembangan kecerdasan buatan memudahkan perusahaan untuk membangun personalisasi produk, serta layanan bagi audiens yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.

"Saat ini di Indonesia pun kita melakukan melakukan roll out dan deployment 5G untuk merespons munculnya beragam teknologi, serta media digital yang baru misalnya metaverse, cloud computing, yang akan semakin mendorong pergerseran produksi maupun konsumsi di bidang komunikasi jurnalisme dan media," pungkas politikus Nasdem ini.

Berita Lainnya
×
tekid