close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Perwakilan KontraS, ICW, dan Perludem dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (2/9). (Alinea.id/Gempita Surya)
icon caption
Perwakilan KontraS, ICW, dan Perludem dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (2/9). (Alinea.id/Gempita Surya)
Nasional
Jumat, 02 September 2022 16:35

3 LSM kecam Mendagri yang abaikan mandat konstitusi dalam pengangkatan Pj kepala daerah

Ombudsman sebelumnya memberikan tiga tindakan korektif kepada Mendagri.
swipe

Tiga lembaga swadaya masyarakat yakni Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengecam pembangkangan yang dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Hal ini berkaitan dengan mengabaikan serta tidak menindaklanjuti tindakan korektif yang telah diberikan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Ombudsman sebelumnya memberikan tiga tindakan korektif kepada Mendagri atas dugaan maladministrasi dalam prosedur pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah dan mengabaikan kewajiban hukum atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketiga tindakan korektif tersebut yaitu menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan pihak pelapor; meninjau kembali pengangkatan Penjabat Kepala Daerah dari unsur TNI aktif; serta menyiapkan naskah usulan pembentukan Peraturan Pemerintah terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja hingga pemberhentian Penjabat Kepala Daerah.

Adapun tindakan korektif itu seharusnya ditindaklanjuti Mendagri dalam kurun waktu 30 hari sejak 19 Juli 2022.

"Namun hingga hari ini, Mendagri tidak melaksanakan Rekomendasi Sementara Ombudsman dalam LAHP dan tidak menunjukan itikad baik hingga habisnya tenggat waktu tersebut," kata Kadiv Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, dalam konferensi pers di Kantor KontraS, Jumat (2/9).

Padahal, imbuh Andi, tindakan korektif yang dikeluarkan Ombudsman bersifat mengikat dan wajib dijalankan. Hal itu juga penting untuk mendorong proses perbaikan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, bersih, dan terbuka sesual dengan prinsip good governance and smart government.

Andi menilai, dalam konteks ini telah terjadi kekosongan hukum mengenai peraturan pengangkatan hingga pemberhentian Pj kepala daerah yang merupakan urusan pemerintahan, di mana fungsinya berada di bawah kewenangan Kemendagri. Sehingga, tidak ada alasan apapun bagi Mendagri selain melaksanakan tindakan korektif Ombudsman.

Selain itu, berdasarkan catatan Kontras, ICW dan Perludem pada periode Mei-Juli 2022, setidaknya terdapat 8 penunjukan sementara Pj kepala daerah yang dilakukan oleh Mendagri mulai dari Gubernur hingga Bupati/Walikota yang habis masa jabatannya.

"Salah satunya adalah perwira tinggi aktif dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal itu tentunya sangat kontraproduktif dengan semangat reformasi untuk memisahkan ABRI dari urusan sipil," papar Andi.

Di sisi lain, lanjut Andi, seluruh rangkaian proses penunjukan yang dilakukan oleh Mendagri dilakukan tanpa dasar aturan pelaksana yang telah diperintahkan oleh MK. Hal tersebut berimplikasi pada minimnya akuntabilitas serta sarat akan potensi konflik kepentingan.

Sementara, Pasal 86 ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan, pengaturan teknis berkaitan dengan Penjabat kepala daerah harus diatur menggunakan Peraturan Pemerintah. Alih-alih dijalankan, Kementerian Dalam Negeri justru bersikukuh menolak mandat peraturan perundang-undangan tersebut dengan menggunakan payung hukum berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri.

"Mengingat banyaknya gubernur, bupati, walikota yang masa jabatannya akan segera habis di berbagai wilayah di Indonesia, tentunya kekosongan hukum yang padu padan dengan akibat potensi terlanggarnya hak asasi warga negara sudah seharusnya tidak dipandang sebelah mata oleh Mendagri," jelasnya.

Oleh sebab itu, Kontras, ICW dan Perludem menyampaikan tiga poin tuntutan kepada pemerintah dan Kemendagri terkait persoalan ini.

Pertama, mendesak pemerintah untuk segera menyiapkan Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana dalam pengangkatan Penjabat Kepala Daerah. Hal ini dinilai penting sebagai bagian dari mandat Mahkamah Konstitusi dan Rekomendasi Ombudsman RI.

Kemudian, mendesak Presiden untuk menegur, bahkan tidak menutup kemungkinan mencopot Menteri Dalam Negeri karena tidak patuh terhadap peraturan perundang undangan dan mengabaikan kesempatan untuk memperbaiki tata kelola penunjukan Pj Kepala Daerah sebagaimana disampaikan Ombudsman RI.

Adapun poin ketiga, mendesak Mendagri untuk melakukan evaluasi penempatan anggota TNI-Polri aktif sebagai Penjabat Kepala Daerah.

"Langkah ini selain bertentangan dengan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, juga hanya akan membangkitkan hantu dwi fungsi TNI Polri sebagaimana terjadi pada era Orde Baru," pungkas Andi.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan