sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Babak baru kasus megakorupsi BLBI

KPK menyebutkan sudah ada perkembangan terbaru dalam pengembangan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Sukirno
Sukirno Rabu, 29 Mei 2019 05:43 WIB
Babak baru kasus megakorupsi BLBI

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan sudah ada perkembangan terbaru dalam pengembangan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bahwa lembaganya telah menaikkan kasus BLBI tersebut ke tahap penyidikan. "Ya sudah," kata Alex di Gedung KPK, Selasa (28/5) malam.

Namun, Alex tidak menjelaskan lebih lanjut nama tersangka dalam pengembangan perkara kasus BLBI tersebut.

Sebelumnya, mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung telah divonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki Sjamsul Nursalim sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun.

Dalam putusan, Syafruddin disebut terbukti melakukan korupsi bersama dengan pihak lain, yaitu Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.

Lebih lanjut, Alex pun menyatakan jika Sjamsul yang saat ini masih berada di Singapura dipanggil dalam persidangan tidak perlu hadir atau in absentia.

"Yang bersangkutan kan permanent resident di sana SN (Sjamsul Nursalim) itu. Nanti kalau kami panggil yang bersangkutan tidak bisa hadir, ya dengan in absentia. Kami sudah mengundang beberapa ahli untuk memberikan pendapat," tuturnya.

Untuk diketahui, Sjamsul dan istrinya Itjih Nursalim saat ini berada di Singapura.

Sponsored

"Itu mungkin akan kami umumkan dulu, diundang lewat koran atau apa, kalau mekanisme detail saya belum tahu. Jaksa Penuntut Umum yang tahu, tetapi intinya kalau yang bersangkutan dipanggil tidak hadir entah karena kesehatan atau usia dan itu dimungkinkan lewat hukum acara untuk disidangkan secara in absentia", ungkap Alex.

Selain itu, kata dia, lembaganya juga telah melakukan pelacakan aset karena diduga terdapat kerugian negara hingga Rp4,58 triliun dalam kasus tersebut.

"Sedang dilakukan pelacakan oleh Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (labuksi) di KPK kan untuk pelacakan aset dalam rangka pengembalian kerugian negara itu kan labuksi, sudah berjalan juga kayanya," ungkap Alex. (Ant).

Berita Lainnya
×
tekid